Noelbaki – Pengalaman pahit saat eksodus dari Timor Timur (Timtim) pada 1999, menjadi pemicu Yustin Sadji untuk membuat Mindari, UMKM yang bergerak di olahan pangan lokal NTT.
Konflik yang terjadi di Timtim berujung referendum di 1999, membuat Yustin dan ribuan warga lainnya terpaksa meninggalkan kampung halaman. Mereka memilih bergabung dengan Indonesia. Mereka kemudian tinggal di kamp pengungsian di Noelbaki, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, NTT selama bertahun-tahun
“Jadi 1999 kami mengungsi, eksodus ya dari Timtim. Kami meninggalkan segala sesuatu, jadi hanya nyawa dan badan saja yang bisa kita selamatkan. Sempat terpisah dengan suami, saya dan anak-anak terpisah dengan orang tua, saudara-saudara, dan memang situasi sangat sulit ketika kita hidup di kamp pengungsian Noelbaki selama bertahun-tahun,” ujar Yustin.
Datang dengan hanya membawa badan tanpa harta benda, serta diacuhkan pemerintah Indonesia selama bertahun-tahun, membuat Yustin putar otak agar memiliki kehidupan yang layak.
“Akhirnya mengambil keputusan secara mandiri untuk bergeser dari kamp dan membangun rumah sendiri secara mandiri, dan situasi-situasi traumatik itu terkadang juga membekas. Merasakan sebagai pengungsi, tidak punya apa-apa itu dilalui. Dan kita menyakinkan diri saja untuk melakukan perubahan, dan saya lakukan itu,” jelas perempuan 49 tahun itu.
Pada 2012, Yustin mulai membuat keripik pisang, lewat pelatihan dari Politeknik Pertanian Negeri (Politani) Kupang. Memanfaatkan potensi lokal yang ada di NTT, khususnya di Noelbaki.
“Jadi lebih ke bentuk keprihatinan dari kehidupan kami yang sebelumnya yang adalah pengungsi eks Timtim. Terus secara mandiri mulai dengan keputusan bebas sebagai perempuan untuk mendorong, menopang ekonomi rumah tangga. Memulainya dengan keripik pisang salut nangka waktu itu, dengan harga 2 ribu,” tuturnya.
Dengan situasi masih trauma karena mengungsi, dan tinggal di kamp pengungsian dengan situasi yang tidak menentu, membuat awal awal usahanya tak mudah. Dukungan keluarga dan kerabat yang minim, serta tak punya jaringan luas untuk pasarkan produknya, menjadi tantangan tersendiri.
“Kita berdarah-darah. Istilahnya kita diuji dengan situasi yang sulit. Misalnya mau jual di mana? Mau cari informasi kemasan yang bagus di mana? Mau cari orang untuk mentoring kita itu di mana? Bagaimana mengubah keripik pisang saya agar lebih disukai banyak orang orang,” tutur perempuan asal Maumere itu.
Tak hanya di awal karir, namun hingga kini, Yustin mengakui masih mendapati kesulitan dalam menangani usahanya.
“Saya memulai dengan usaha pengolahan keripik, bagaimana menjaga ritme usaha saya untuk tidak berubah di tengah permintaan pasar yang tidak sesuai dengan yang kita bangun. Itu kadang membuat situasi kita untuk tetap di rel yang sama juga butuh kerja keras untuk terus bergerak,” sambungnya.
Hingga pada 2014, Yustin tergabung dalam organisasi jaringan perempuan usaha kreatif (JarPUK) Ina Fo’a. Dia dan semakin memberdayakan diri bersama masyarakat eks Timtim lainnya.
Di tahun yang sama, Yustin termasuk dalam 10 besar wirausaha di inkubasi bisnis Bank Indonesia (BI). Dari program-program yang diikutinya, membuat Yustin akhirnya lebih yakin untuk mengembangkan usahanya. Dia memberi nama untuk UMKMnya: Mindari.
“Mindari itu singkatan dari Mina Damai Bahari. Bagaimana saya secara pribadi adalah seorang anak laut. Dan juga Noelbaki adalah salah satu desa pesisir di Kabupaten Kupang. Spiritnya bagaimana mengembangkan sektor perikanan dan juga potensi lokal yang ada di Noelbaki ini,” ujar Yustin saat ditemui di rumahnya.
Dalam perjalanannya, Yustin terus menginovasi ragam produk UMKM miliknya, di antaranya abon ikan, sambal se’i ikan, pilus rumput laut, minuman instan jahe, temulawak, dan kunyit.

“Ada keripik pisang gula lontar yang memang karakteristik NTT kita munculkan. Kita membuat biskuit sorgum, tapi di situ memadukan dengan rumput laut. Terus wijen, dan gula merah, minyak gosok, hand sanitizer, dan beberapa produk kerajinan,” sebut Yustin.
Lewat perkembangan media digital yang ada, Yustin memanfaatkannya untuk memasarkan produk Mindari. Publikasi produk-produk melalui e-commerce lewat media sosial. Gerai Mindari, serta Dekranasda NTT, dan meraup untung hingga Rp10 juta
“Dekranasda mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan usaha dari Mindari itu sendiri. Bagaimana dalam tiga tahun terakhir, hantaman dari pandemi COVID19, terus Seroja. Dan Dekranasda hadir dalam bagian pemulihan ekonomi, khususnya kita pelaku UMKM, begitu sangat dirasakan,” ujar Yustin.
Kini, Yustin tidak lagi sekadar mengembangkan usahanya, namun juga mulai berbagi pengalaman bagi pelaku usaha lainnya di NTT. Dengan tergabungnya dalam beberapa komunitas lain, seperti jaringan UMKM Flobamora Bank NTT dan komunitas gereja, membuat Yustin makin punya banyak akses untuk berbagi ilmu.
“Pada akhirnya Mindari tidak memikirkan usahanya sendiri. Tapi bagaimana terus bergerak memotivasi perempuan lain untuk membangun usaha dari hal-hal yang ada di sekeliling kita. Untuk menjadi sesuatu yang punya nilai tambah secara ekonomis,” ujar perempuan dengan anak empat ini.
Mindari kini juga menjadi distributor olahan pangan dan hasil hutan masyarakat seperti madu. Serta kerajinan yang dibuat masyarakat sekitar untuk kemudian dipasarkan ke jaringannya yang lebih luas.

“Kerajinan ini dibuat oleh saudara-sauadara eks Timtim yang awalnya mereka hanya buat tempat garam harga Rp500. Kemudian saya tantang mereka untuk buat yang beda, ternyata hasilnya melebihi ekspektasi saya. Dan harganya jadi berpuluh-puluh kali lipat. Jadi sebenarnya mereka bisa, hanya tidak tahu jualnya bagaimana dan di mana,” ujarnya
Awalnya Yustin miris akan minimnya olahan pangan di NTT. Malah kurang merasa bangga dan malas serta mengabaikan potensi yang ada. Belakangan, dia menilai pangan NTT bisa menjadi kekuatan dan kebanggan NTT. Terbukti kini masyarakat sudah semakin banyak yang menyadari dan mulai mengolah secara optimal potensi lokal. *****
Silakan hubungi nomor +628123924341 jika berminat untuk membeli produk UMKM ini. Ayo kita dukung kemajuan UMKM NTT!