Rabu, 16 Desember 2020 sore menjadi hari bersejarah saya sebagai penyintas Covid-19 pertama di Kota Waingapu.
Hari itu sudah petang saat saya dalam perjalanan ke Pasar Inpres Matawai untuk membeli beras dan bahan makanan lainnya dan telepon genggam saya berdering. Di layar telepon muncul nama Ketua DPRD Kabupaten Sumba Timur, NTT, Ali Oemar Fadaq.
Tanpa rasa curiga atau firasat apapun saya langsung menarik tombol hijau di bagian kiri layar telepon genggam untuk menjawab panggilan tersebut. Ali berbicara singkat memberitahukan tentang hasil pemeriksaan sampel swab saya dinyatakan positif terpapar Covid-19.
Hal itu berdasarkan hasil pemeriksaan menggunakan cara Tes Cepat Molekuler (TCM) di Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Umbu Rara (RSUD URM) Waingapu, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Informasi ini mengejutkan. Saya tidak merasakan gejala apapun sebelum maupun sesudah pengambilan swab yang dilakukan di Puskesmas Kambaniru, Senin (14/12/2020).
Itu terjadi pasca terkonfirmasinya beberapa pasien positif Covid-19 lainnya. Dan, karena saya merasa pernah berada dekat dengan para pasien tersebut. Saya yang berprofesi sebagai jurnalis berinisiatif untuk memeriksakan diri.
Ali menjelaskan, pihak RSUD URM Waingapu mencari tahu siapa pemilik sampel atas nama Junus Imanuel Hauteas karena hasil TCM positif. Ali kemudian menyampaikan informasi kepada pihak RSUD URM Waingapu tentang keberadaan saya.
Ali lalu menjelaskan data dari RSUD URM Waingapu ini akan dilaporkan ke Posco Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Sumba Timur. Tujuannya supaya ada penanganan sekaligus melakukan pelacakan kontak terhadap orang-orang yang mungkin sudah memiliki kontak erat dengan saya.
Saya mencoba menghubungi Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Timur, Jonker Telnoni beberapa saat kemudian.
Namun karena belum mendapatkan data dari RSUD URM Waingapu, saya mengecek informasi ini ke Direktur RSUD URM Waingapu, Lely Harakai. Hasilnya, terkonfirmasi benar sampel swab saya yang diperiksa menggunakan pemeriksaan TCM dinyatakan positif.
Pada Jumat, 18 Desember 2020 sekitar jam 09.54 Wita, saya dijemput menggunakan mobil ambulans untuk menjalani pemeriksaan dan perawatan sebagai pasien positif Covid-19 di RSUD URM Waingapu. Ini merupakan pengalaman pertama dirawat sebagai pasien di rumah sakit selama hidup saya!
Pengecekan saturasi oksigen, pengambilan darah hingga foto rontgen dilakukan tenaga perawat. Ini untuk kepentingan pemeriksaan kondisi saya seberapa besar pengaruh virus Covid-19 dalam tubuh saya. Hasilnya, semua masih dalam kondisi normal kecuali kadar monosit dalam darah saya hasilnya 10,9. Angka ini berada di atas angka nilai rujukan normalnya yakni antara 0,0 hingga 7,0.
“Itu tandanya baik karena monosit dalam darah itu ibarat tentara dalam tubuh kita, sehingga saat ada musuh baru yang masuk berupa virus atau bakteri, tentara kita bereaksi dan bangkit melawan musuh. Nanti setelah virus atau bakterinya berhasil dilawan, kadar monositnya akan kembali normal,” jelas Maria Mau Hera, dokter yang memberikan layanan konsultasi hasil pemeriksaan darah saya lewat sambungan telepon.
Keesokan petang, saya diminta untuk pindah ke Hotel Cendana sebagai tempat karantina yang disediakan pemerintah daerah. Langkah ini diambil karena ada penambahan kasus dan pasien yang membutuhkan bantuan peralatan medis. Pasien itu lebih membutuhkan ruang perawatan.
Setelah menjalani masa karantina 14 hari, saya menjalani pengambilan swab untuk pemeriksaan evaluasi kondisi pada 28 Desember 2020. Kami yang menjalani karantina di Hotel Cendana saat itu lebih dari 30 orang. Kami memenuhi semua kamar hotel berlantai tiga tersebut. Kami menanti dalam ketidakpastian karena pemeriksaan evaluasi ini harus dilakukan di Laboratorium PCR RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes di Kota Kupang.
Hasil pemeriksaan baru keluar pada Rabu (13/1/2021), di mana terdapat 30 sampel yang keluar hasilnya dengan 12 sampel negatif termasuk sampel saya dan 18 sampel lainnya masih positif.
Saya kemudian langsung diizinkan pulang karena kamar hotel harus dipersiapkan lagi untuk pasien positif Covid-19 yang baru.
Setelah dinyatakan sembuh, pemerintah pusat melalui sejumlah pejabat negara yang sempat terpapar Covid-19 mengkampanyekan donor plasma konvalesen, termasuk Ketua Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Airlangga Hartarto.
Sebagai pendonor darah rutin tiga bulanan, saya memutuskan untuk mengambil bagian dalam donor darah plasma konvalesen dengan melakukan skrining darah pada Jumat, 15 Januari 2021. Hasilnya, netralitas antobodi Covid-19 saya sebesar 88,84 u/ml dan dinyatakan layak untuk menjadi pendonor plasma konvalesen.
“Netralitas antibodi nya tinggi dan bagus sekali sehingga nanti tiga bulan lagi kita cek lagi, karena dia hanya akan turun kalau terpapar lagi,” jelas dr. Maria Hera saat saya melakukan donor plasma konvalesen pertama.
Saya, penyintas Covid-19 menjadi pendonor plasma konvalesen ke-14 di Sumba Timur.
Sayangnya seiring waktu berjalan kampanye donor plasma konvalesen terlindas dengan hadirnya vaksin Covid-19 berbagai jenis. Bahkan saat ini penyintas Covid-19 hingga pendonor plasma konvalesen juga diwajibkan untuk mengikuti program vaksinasi Covid-19. Mereka beralasan antibodi yang terbentuk saat seseorang terpapar akan hilang setelah tiga bulan dinyatakan sembuh.
Saya meragukan akan hilangnya antibodi Covid yang terbentuk saat terpapar, sehingga saya kembali melakukan skrining darah pada Kamis (15/4/2021) atau setelah dinyatakan sembuh tiga bulan dan 17 hari. Hasilnya, ternyata masih sama dengan hasil yang diambil saat perdana screening darah, yakni 88,84 u/ml. Saya kembali dinyatakan lolos untuk melakukan donor plasma konvalesen.
“Kalau saja kita memiliki mesin avaresis, teman-teman penyintas bisa melakukan donor plasma konvalesen setiap dua minggu sekali, dan sekali donor bisa dipergunakan untuk tiga sampai empat pasien,” jelas Maria Hera.
Karenanya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan antibodi pada penyintas covid-19 akan hilang setelah tiga bulan dinyatakan sembuh atau bisa tetap bertahan seumur hidup. Lalu apa perbedaan antibodi Covid-19 yang dibentuk oleh vaksin dibandingkan dengan antibodi yang terbentuk saat seseorang terpapar Covid-19? (Al/Rita Hasugian)