Polemik tentang status Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat NTT telah memakan korban 3 penumpang pesawat kemarin pagi karena ulah petugas Karantina Kesehatan Pelabuhan atau KKP
Yudaningsih menuturkan orang tuanya batal terbang ke Jakarta Sabtu pagi, 11 September 2021 lantaran ulah petugas KKP bandara El Tari, Kota Kupang.
Petugas KKP menolak memvalidasi hasil tes PCR milik orang tua Yudaningsih, Asep Sonjaya dan Ibu Mamah yang dikeluarkan Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat NTT
Namun petugas KKP bandara El Tari tidak dapat menunjukkan penjelasan resmi tentang Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat NTT dilarang melakukan tes PCR.
Ulah petugas KKP itu membuat pasangan suami isri itu ditinggalkan pesawat Batik Air menuju Jakarta. Sedianya mereka akan melayat keluarganya yang meninggal.
Sementara pihak Batik Air tidak memberikan bantuan apapun terhadap kedua penumpang yang menjadi korban ketidakjelasan aturan KKP bandara El Tari. KatongNTT yang menghubungi Yudaningsih meminta penjelasan tentang masalah validasi hasil tes PCR, memberikan penjelasan via pesan Whatsapp.
Kami juga penerbangan pertama pakai batik jam 7.30. kami sudah di bandara dari jam 6 . Kami ke tempat validasi itu tp di tolak , krn pakai hasil PCR biokesmas .Trs kami di infokan ke pihak maskapai, tp pihak maskapai suruh kami ke tempat validasi krn mereka tidak Bisa ijinkan krn semua harus lewat validasi .
Jd saya tlp ke saudara yg kerja di Lab biokesmas, org biokesmas juga tidak tahu kalau ad kebijakan spt ini . Saya cari CS batik juga tidak ada .Trs tadi sekitar jam 8 lewat Wakil kepala biokesmas tlp saya . Katanya ketua KKP sudah ijinkan pakai PCR Biokesmas . Mgkin krn saudara yg di biokesmas td sudah tlp dan komplen ke KKPnya.
Jd saya lgsung ke bandara ,tanyakan nasib penerbangan pertama yg td sudah hangus tiketnya . Tp mereka malah persulit dan salahkan saya . Katanya saya yg terlambat infokan ke Lab . Loh ini saya penumpang kok di salahkan . Lagian saya juga sudah ada dan mencari tau sebelum jam check In . Ini mereka sama skli tidak bertanggung jawab dgn kami . Mau ketemu ketua KKP minta pertanggungjawabkan saja susah sekali tidak di respon.
Orang tua Yudaningsih bukan satu-satunya korban dari ulah petugas KKP bandara El Tari kemarin pagi. KatongNTT juga mengalami kejadian serupa.
Dua petugas KKP bandara El Tari menolak memvalidasi surat hasil tes PCR yang dikeluarkan Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat Provinsi NTT.
“Kami diperintahkan untuk tidak mengizinkan hasil tes Laboratorium Biomolekuler. Ini belum ada izin,” kata seorang petugas KKP bandara El tari.
Ketika KatongNTT menanyakan tentang penjelasan resmi dari lembaga yang mengeluarkan larangan, petugas KKP tidak dapat memberikannya.
“Kami diperintah melalui telepon,” ujar petugas KKP lainnya yang menutup kartu identitasnya.
KatongNTT kemudian menelepon Wakil Ketua Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat NTT, Elcid Li dan meminta petugas KKP itu berbicara dengannya.
Sekitar 3 menit pembicaraan telepon berlangsung antara petugas KKP itu dengan Elcid. “Atasan kami pak Putu,” ujar petugas KKP menjawab pertanyaan Elcid.
Beberapa menit kemudian, petugas KKP bandara El Tari mengizinkan KatongNTT untuk melanjutkan perjalanan tanpa memberikan penjelasan. Termasuk siapa yang memerintahkan mereka menolak validasi tes PCR dari laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat NTT.
Ulah tidak bertanggungjawab petugas KKP itu membuat KatongNTT ketinggalan pesawat. Padahal petugas Citilink telah mendampingi KatongNTT saat proses validasi dengan petugas KKP.
Petugas Citilink tersebut bahkan terus berkomunikasi dengan rekan kerjanya bahwa KatongNTT terhambat boarding karena ulah petugas KKP.
Namun, setiba di garbarata pintu pesawat sudah ditutup.
Staf Citilink, Sugianto P. Chandra kemudian menerbangkan KatongNTT dengan rute Kupang-Surabaya-Jakarta kemarin pagi.
Setiba di bandara Juanda, Surabaya untuk transit, Kepala KKP Bandara El Tari, Putu Sudarma melalui telepon Whatsapp menyatakan permintaan maaf atas ulah stafnya kepada KatongNTT.
“Saya memohon maaf atas kelakuan anak-anak saya,” kata Putu yang mengaku sedang di Labuan Bajo.
Atas peristiwa yang dialami orang tua Yudaningsih dan KatongNTT, Putu meminta saran dari pihak Dinas Kesehatan Kota Kupang dan Dinas Kesehatan Provinsi NTT, serta pihak Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat NTT.
“Saya merangkum penjelasan para ahli itu karena ini spesimen medis, sehingga perlu dokter medis dan ada SIP. Laboratorium memenuhi syarat itu, maka saya izinkan,” kata Putu.
Dia menjelaskan, larangan validasi hasil tes PCR Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat NTT dikeluarkan sejak Surat teguran Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang, Retnowati kepada Rektor Universitas Nusa Cendana pada Agustus 2021.
Surat itu menyatakan Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat NTT dihentikan sementara operasionalnya karena belum memiliki SDM yang sesuai kompetensi dan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan.
“Ini kasus pertama terjadi,” ujar Putu.
Namun Wakil Kepala Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat NTT, Elcid Li, pihaknya telah melakukan banyak tes PCR untuk keperluan penerbangan.
Bahkan saat pool test PCR di Biara Carmel San Juan atau OCD di Kota Kupang, Selasa, 30 Agustus 2021, KatongNTT meliput beberapa warga NTT melakukan tes PCR untuk keperluan terbang ke Surabaya.
Namun, menurut Elcid, kasus penolakan untuk memvalidasi hasil tes PCR atas nama kedua orang tua Yudaningsih dan KatongNTT baru pertama kali terjadi.
Sebagai informasi di website Litbang Kemenkes tentang lembaga yang berwenang mengadakan dan mengeluarkan keterangan tes bebas Covid-19, nama Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat NTT ada di antara sekitar 700 lembaga. Lembaga ini di urutan 332 dengan code laboratorium c.338. (Rita Hasugian)