
Pejabat NTT Berjoget di Semau Tuai Kritik, Ini Cerita 2 Bupati
Kegiatan berkerumun dan berjoget di acara pengukuhan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah di pantai Otan, Kecamatan Semau dua hari lalu menuai kritik tajam.
Dalam siaran pers biro Humas NTT disebutkan, acara dihadiri pejabat di antaranya Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dan Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi.
Sejumlah kepala Daerah tingkat dua hadir di antaranya Bupati TTS, Bupati Kupang, Bupati Ende, Bupati Flores Timur, Bupati Sumba Timur, Wakil Bupati Rote Ndao.
Kemudian Plt. Bupati Lembata, Bupati Nagekeo, Bupati Sumba Tengah, Bupati Malaka, Bupati TTU, Bupati Sumba Barat Daya, Bupati Sikka, Wakil Bupati Sumba Barat, Bupati Belu. Wali Kota Kupang diwakili Sekda Kota Kupang, Bupati Alor diwakili oleh Sekda Alor dan penjabat Bupati Sabu Raijua.
Masyarakar NTT melalui media sosial maupun media massa mengkritik para pejabat berjoget ramai-ramai diiringi alunan musik dan penyanyi di acara pengukuhan TPAKD. Acara ini dinilai melanggar protokol kesehatan atau prokes Pandemi Covid-19.
Lewat berbagai foto dan video yang beredar, tampak penyanyi membawakan lagu ‘Ganteng Bagadang’ . Lagu ini mendorong beberapa pejabat berdiri dari kursi mereka dan berjoget sambil mengangkat tangan.
Bupati TTS, Egusem P. Tahun yang hadir di acara itu menepis adanya dansa di acara itu.
Kegiatan dilakukan di luar ruang dan tetap menaati prokes seperti memakai masker, jaga jarak, serta cuci tangan.
“Saya ikut sampai selesai tapi tidak ada acara dansa,” tulis Tahun saat dihubungi via WhatsApp pada Sabtu, 28 Agustus 2021 malam.
Tahun mengatakan, pelaksanaan prokes menjadi prioritas utama dan komitmen bersama semua pejabat yang hadir untuk tidak menciptakan cluster baru Covid-19.
Saat berada di dalam KMP Garda Maritim yang membawa mereka ke lokasi acara, deretan tempat duduk berisi 6 kursi, namun hanya diisi tiga kursi.
“Yang berangkat dari tiap Kabupaten, semua rapid antigen dan dinyatakan negatif,” ujar Tahun.
Alasan lain, Tahun menjelaskan Kabupaten Kupang masuk dalam kategori PPKM level 3. Seperti halnya Kabupaten TTS.
Dengan level ini, kata Tahun, pasar-pasar mingguan di TTS sudah kembali dibuka dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Pihaknya pun sedang melakukan evaluasi untuk pelaksanaan sekolah tatap muka.
Meski mendapat banyak kritikan di media sosial terkait acara berjoget, belum ada pejabat di NTT yang mau membenarkan hal itu.
Dalam sebuah unggahan di Twitter akun Cor L. A @jagungtiti71, tampak sejumlah pejabat berkemeja putih bergoyang mengikuti irama musik sambil mengangkat tangan. Postingan itu disukai 1.446 kali dan di retweet sebanyak 877 kali.
Video dan foto-foto kegiatan itu pun bertebaran di berbagai grup Facebook. Akun Facebook Wunerz WN di grup Sabu Raijua Era Baru menulis bahwa masyarakat menilai PPKM hanya diberlakukan bagi masyarakat bukan untuk pejabat.
“PPKM hanya untuk masyarakat kecil sa, yang masyarakat besar dong PPKP (Pelan Pelan Kita pesta),” tulis akun Itho Madeina.
Penilaian lain diutarakan oleh akun Steven Lawa Mone. Ia menilai, keadilan sosial di Indonesia itu seperti yang dirasakan masyarakat NTT saat ini. Aturan dibuat hanya untuk masyarakat biasa.
“Hukum tajam ke bawah tumpul ke atas itulah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang kita rasakan khusus masyarakat kecil, PPKM tidak ada untuk orang berdasi,” tulis akun Steven Lawa Mone.
Netizen lain meminta agar pemerintah adil dalam membuat aturan. “Asik begini kah yg blg jga jarak jgn berkerumun? Yg bnr sja klo bwt aturan yg adil dong,” tulis Inha Eveline.
Bupati Sumba Timur, Khristofel Praing menjelaskan, semua peserta acara pengukuhan TPAKD telah menjalani rapid tes antigen tanpa terkecuali.
Selain itu peserta kegiatan juga ditegaskan untuk tetap menggunakan masker selama kegiatan berlangsung.
Bahkan, ujarnya, Gubernur Viktor memimpin semua peserta kegiatan untuk berjemur di pantai Otan. Di pantai inipengukuhan diadakan pada jam 15.00 Wita.
“Ada beberapa peserta yang sempat meminta untuk tidak ikut berjemur, tetapi Pak gubernur perintahkan semua harus berjemur dengan menjaga jarak,” kata Bupati Khristofel melalui WhatsApp, Sabtu (28/8) petang.
Menurut dia, kegiatan tersebut tidak menghadirkan banyak orang dan menyebabkan kerumunan. Pertemuan tersebut, ujar Khristofel memberi banyak nilai positif untuk percepatan dan sinergitas pembangunan antar daerah di Provinsi NTT saat ini.
“Berbeda suasana psikologisnya saat kita melakukan pertemuan secara daring dibandingkan dengan pertemuan secara langsung,” ujar dia.
“Benar ada PPKM level IV, tetapi pemerintah juga tidak bisa tidak bekerja untuk kesejahteraan masyarakat NTT dan juga Sumba Timur, sehingga aktivitas kegiatan pembangunan harus tetap kita laksanakan,” kata Khristofel.
Kegiatan diawali dengan peresmian penggunakan KMP Garda Maritim 7 yang melayari Kupang-Rote-Semau oleh Gubernur NTT.
Acara dilanjutkan dengan berbagai paparan yang disampaikan oleh pimpinan sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Ada paparan dari Pelindo, PLN, dan sejumlah BUMN lainnya dan kami mendapatkan banyak informasi positif yang bisa kita manfaatkan untuk membangun daerah masing-masing,” kata Kristofel.
Ketua I Badan Pelaksana Majelis Sinode Gereja Kristen Sumba, Pendeta Yuliana Ata Ambu menyesalkan berjoget ramai-ramai saat pengukuhan TPAKD. Acara itu menghadirkan hampir semua bupati/wali kota di NTT.
Saat ini Kota Kupang, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Sumba Timur masih pada level IV Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Itu artinya semua kegiatan yang sifatnya menyebabkan kerumunan harus ditiadakan.
“Salam kasih pak Gub dan Pak Wagup. PPKM level 4, yang dikeluarkan pemerintah tapi sayang acara di Semau harus disadari melanggar PPKM level 4,” kata Pendeta Yuliana melalui pesan Whatsapp, Sabtu, 28 Agustus 2021.
“Kapan covid berlalu jika kita yang tanda tangan PPKM tapi kita tidak taat?” ujarnya.
Pendeta Yuliana menuturkan, rakyat kecil menangis karena harus tutup dagangan. Tapi dalam diam tidak berdaya dan tangis mereka taat pada aturan untuk mencegah penularan Covid-19.
“Apa daya dan apa boleh buat tapi kita pembuat aturan melanggar, menjadi contoh yang buruk untuk masyarakat,” tegasnya.
“Kami sebagai gereja taat untuk ibadah online karena PPKM level 4 tapi bapak-bapak di masa pandemi menimbulkan kerumunan. Gereja sebagai mitra pemerintah taat imbauan pemerintah tapi sangat disayangkan para pejabat berkumpul ramai,” kata Pendeta Yuliana.
(Joe/Al)