• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Minggu, Oktober 19, 2025
  • Login
Katong NTT
  • Home
  • Sorotan
  • Perempuan dan Anak
  • Cuaca, Iklim dan Lingkungan
  • Pekerja Migran & Perdagangan Orang
  • Lainnya
    • Bisnis
      • Agribisnis
      • Industri Pariwisata
    • Inspirator
    • Opini
    • Pemilu 2024
    • Kolaborasi
      • Cerita Puan
      • Dekranasda Provinsi NTT
      • Kabar dari Badan Penghubung NTT
      • Media dan Literasi
No Result
View All Result
  • Home
  • Sorotan
  • Perempuan dan Anak
  • Cuaca, Iklim dan Lingkungan
  • Pekerja Migran & Perdagangan Orang
  • Lainnya
    • Bisnis
      • Agribisnis
      • Industri Pariwisata
    • Inspirator
    • Opini
    • Pemilu 2024
    • Kolaborasi
      • Cerita Puan
      • Dekranasda Provinsi NTT
      • Kabar dari Badan Penghubung NTT
      • Media dan Literasi
No Result
View All Result
Katong NTT
No Result
View All Result
Home Kolaborasi Dekranasda Provinsi NTT

Pendeta Berbisnis Madu Pahit dari Hutan Semau

Tim Redaksi by Tim Redaksi
3 tahun ago
in Dekranasda Provinsi NTT
Reading Time: 3 mins read
A A
0
Pendeta Ferdinan Jebaut dan Istrinya Elvina. Pebisnis madu Semau saat disambangi ke kediaman mereka (Ruth-KatongNTT)

Pendeta Ferdinan Jebaut dan Istrinya Elvina. Pebisnis madu Semau saat disambangi ke kediaman mereka (Ruth-KatongNTT)

0
SHARES
248
VIEWS

Tarus – Menjalani hidup sebagai pendeta tanpa digaji, membuat Ferdinan Jebaut dan istrinya Elvina harus putar otak agar kebutuhan hidup mereka terpenuhi.

Ketika mereka mulai melayani di Semau, Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 2010, Ferdinan dan Elvina memilih berjualan madu hutan.

BacaJuga

Produk 'Dosa', yang adalah cuka tradisional dari Rote, NTT (Ruth-KatongNTT)

Mengenal ‘Dosa’, Cuka Tradisional dari Rote, NTT

27 Mei 2023
Proses produksi garam di CV. Raja Baru milik Ferdinand Latuharu (Dok. CV. Raja Baru)

Pabrik Garam Ferdinand Latuheru Kesulitan Bahan Baku

21 Mei 2023

“Tugas kami sebenarnya menggembala, pendeta. Tapi namanya pendeta di desa. Kami kan tidak ada gaji kalau gereja Pentakosta. Jadi untuk membantu ekonomi keluarga ya kita jual madu,” kata Ferdinan, 48 tahun.

Dia menjelaskan, hutan di Semau banyak menghasilkan madu. Namun masyarakat di sana hanya sebatas menjual madu di dalam pulau tersebut.

Melihat peluang ini, Ferdinan dan istri sepakat mengemas ulang secara layak madu tersebut. Kemudian menjualnya ke kerabat yang ada di luar Semau.

Mendapat respon baik dari kerabatnya di Bali, pasangan suami istri ini kemudian menggantungkan kehidupan mereka dari hasil penjualan madu.

Baca Juga: Tinggalkan Konsultan Teknik, Icha Djawas Fokus Berbisnis Aneka Sambal

Mereka mengemas ulang madu ke dalam botol dan memberi label dengan nama Madu Khas NTT.

Madu yang mereka temui di hutan Semau juga bukan hanya madu manis, namun ada pula madu pahit.

“Madu pahit ini orang bilang madu Klanceng. Memang banyak yang heran juga, kaget. Madu kok pahit? Pahit ini dari bunga yang mereka isap. Mungkin bunga Pepaya, bunga Mahoni. Dari (bunga) jambu biji dan jambu mete juga,” jelas ayah dari tiga anak ini.

Madu pahit ini belakangan menjadi madu dengan penjualan tertingi karena banyak khasiat yang dirasakan.

Berdasarkan pengalaman pribadi dan testimoni dari kerabat, madu ini dapat mengatasi antara lain asam urat dan masalah sulit tidur (insomnia).

Ketika terkena virus corona pada 2021, Elvina menyebut hanya mengonsumsi madu pahit ini dan sembuh.

“Memang belum diteliti dokter. Tapi ini obat corona. 2021 kami sekeluarga kena (Covid19), kami minum ini saja. Tetangga ada yang kena juga saya kasih ini. Minum, sehat,” ujar Elvina.

Ketika pandemi corona tahun lalu, Ferdinan banjir pesanan madu pahit. Dari Bekasi, Wonosobo, Ruteng, Sumba, dan di tempat lainnya.

Sehingga walau kegiatan di luar rumah dibatasi, namun penjualan tetap berjalan dan laku terjual.

Madu Khas NTT oleh Ferdinan Jebaut dan Elvina yang dijual di Dekranassda NTT (Ruth-KatongNTT)

Badai Seroja pada awal 2021 yang menerjang NTT membuat banyak pohon tumbang dan madu pun banyak rusak di hutan. Sekarang pun masyarakat mulai menyiapkan lahan untuk menanam sehingga beberapa pohon harus ditebang.

Situasi ini membuat produksi madu berkurang. Sehingga pasokan madu harus mereka cari juga di daratan Timor.

Kini, masalah yang mereka hadapi ialah penjualan ke luar yang makin berkurang. Tingginya harga tiket pesawat, membuat jumlah wisatawan berkurang di daerah pariwisata, seperti di Sumba.

“Padahal di Sumba itu awalnya kadang sampai satu minggu saja sudah habis. Tapi sekarang tiket (pesawat) mahal, wisatawan kurang, jadi penjualan madu juga ikut menurun,” keluh pria asal Manggarai, Flores ini.

Ditambah, muncul beberapa kompetitor di Sumba, sehingga berpengaruh juga ke penjualan madu mereka.

“Penjualan jadi tak tentu juga. Satu bulan itu bisa terjual 20-100 botol. Satu botol madu manis kami jual Rp100 ribu, madu pahit ini Rp125 ribu. Tapi ya itu, tidak tentu juga penjualannya,” ungkap Ferdinan.

Namun mereka sedikit terbantu sejak produk mereka dipesan Dekranasda NTT. Madu pahitnya lagi-lagi menjadi yang paling laku terjual.

“Sudah 1,5 tahun ini kami kerjasama dengan Dekra. Jadi ya tiap tiga minggu sekali mereka sudah pesan. Madu hitam ini paling cepat habis (terjual),” kata Ferdinan.

Baca Juga: Friets Mone Merawat Budaya Sabu Melalui Kamus

Terkait kemasan, awalnya mereka mengemas dalam botol plastik. Tetapi karena beberapa kali meledak, mereka pun menggantinya ke botol kaca.

“Madu asli kan uapnya tinggi, panas. Botol plastik tidak menghantar panas jadi beberapa kali kami titip di toko itu meledak. Kalau botol kaca kan bisa menghantar panas,” kata Elvina, perempuan asal Wonosobo, Jawa Tengah ini. *****

 

Silakan hubungi nomor +6282236486419 jika berminat untuk membeli produk UMKM ini. Ayo kita dukung kemajuan UMKM NTT!

Tags: #Madu#MaduPahit#MaduSemau#Pendeta#Pendetajualanmadu
Tim Redaksi

Tim Redaksi

Media berita online berkantor di Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Fokus pada isu-isu ekonomi, sosial, budaya, kesehatan, dan lingkungan.

Baca Juga

Produk 'Dosa', yang adalah cuka tradisional dari Rote, NTT (Ruth-KatongNTT)

Mengenal ‘Dosa’, Cuka Tradisional dari Rote, NTT

by Tim Redaksi
27 Mei 2023
0

Produknya ia beri nama Dosa, yang berasal dari bahasa Rote, yang artinya Cuka. “Tujuannya hanya untuk memperkenalkan saja kalau kami...

Proses produksi garam di CV. Raja Baru milik Ferdinand Latuharu (Dok. CV. Raja Baru)

Pabrik Garam Ferdinand Latuheru Kesulitan Bahan Baku

by Tim Redaksi
21 Mei 2023
0

“Sebelumnya itu bahan baku dari tahun lalu bisa bertahan sampai sekarang,” ujar laki-laki yang pernah mengikuti pendidikan di PT. Garam...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Katong NTT

Merawat Suara Hati

Menu

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

Follow Us

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
Sign In with Linked In
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Sorotan
  • Perempuan dan Anak
  • Cuaca, Iklim dan Lingkungan
  • Pekerja Migran & Perdagangan Orang
  • Lainnya
    • Bisnis
      • Agribisnis
      • Industri Pariwisata
    • Inspirator
    • Opini
    • Pemilu 2024
    • Kolaborasi
      • Cerita Puan
      • Dekranasda Provinsi NTT
      • Kabar dari Badan Penghubung NTT
      • Media dan Literasi

Merawat Suara Hati