Kupang – Komisi Pemilihan Umum Nusa Tenggara Timur (KPU NTT) tidak tahu pasti penyebab medis dari para petugas yang sakit hingga meninggal setelah proses perhitungan suara.
KPU NTT sampai saat ini pun menduga faktor jam kerja yang mengakibatkan para petugas ini kelelahan sampai sakit bahkan meninggal dunia.
Baca juga : KPU NTT Buka Daftar Daerah Yang Pemilihan Suara Ulang
Dalam catatan KPU per 21 Februari diketahui petugas yang sakit yaitu 5 orang PPK, 4 orang PPS, 69 orang KPPS, 5 orang linmas. Ada 5 petugas yang mengalami kecelakaan yaitu PPK dan PPS masing-masing 1 orang dan 3 orang KPPS. Sementara yang meninggal adalah 2 orang KPPS, 2 orang PPS dan seorang PPK.
“Faktor sakit dan meninggal ini kita tidak tahu persis seperti apa ceritanya tapi rata-rata memang mereka meninggal saat menjalankan tugas,” jawab Komisioner KPU NTT, Baharudin Hamzah, di ruang kerjanya Rabu 21 Februari 2024.
Ia juga menyesalkan ini dan menyebut antisipasi telah dilakukan yaitu dengan adanya batas umur petugas pemilu yang sudah diubah berdasarkan pengalaman pemilu 2019. Pemilu serentak saat itu juga memakan banyak korban jiwa.
Baca juga: 5 Petugas Pemilu di NTT Meninggal Pasca Pemungutan Suara
Dalam PKPU Nomor 8 tahun 2022 dinyatakan rentang usia KPPS, PPK dan PPS yaitu 17-55 tahun terhitung pada hari pemungutan atau pemilihan.
“Maka KPU menetapkan syarat soal umur maksimal 55 tahun pada 2024 ini. Pada pemilu 2019 ada petugas yang berumur hingga 60 tahun,” tukas Bahar.
Sementara para petugas ini harus mengantongi surat keterangan sehat dari dokter. Namun pada kasus terbaru ada petugas yang sakit dan tetap menjalankan tugasnya. Ia adalah Luther Manetlang asal Puimang, Kabupaten Alor. Pria 51 tahun itu menjadi Sekretaris PPS Desa Langkuru.
Baca juga : Petugas Meninggal, Ahli Usul Ubah Sistem Pemilu Terbuka
Luther pada 5 Februari sempat dilarikan ke rumah sakit setelah ia balik dari Kalabahi dalam rangka pencairan dana operasional PPS. Namun ia keluar rumah sakit keesokan harinya.
Luther pun beraktivitas mencairkan honor para KPPS dan menyiapkan pelaksanaan pemilu sejak tanggal 9 Februari hingga 14 Februari. Setelah memberi hak suara kondisinya pun memburuk dan dilarikan lagi ke rumah sakit untuk dirawat lagi. Luther akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada 15 Februari.
“Mereka harus dapat surat keterangan sehat dari dokter,” kata Bahar yang baru dilantik menjadi anggota KPU NTT 8 Februari lalu.
Baca juga : Pemilu Kembali ‘Bunuh’ Petugas KPPS
Selain Luther, petugas yang meninggal adalah Esra Grenigel Langare, seorang Anggota PPS di Kelurahan Welai Timur di Kabupaten Alor, meninggal, Rabu 21 Februari 2024 ini.
Esra sendiri masih berusia 20 tahun dan menghembuskan nafas terakhirnya setelah hampir sepekan dirawat Rumah Sakit Umum (RSU) Kalabahi.
Kemudian seorang petugas PPK bernama Baptista Atalawan Hayon di Kabupaten Flores Timur juga meninggal Selasa malam 20 Februari 2024 pukul 23.23 WITA.
Pria 41 tahun ini adalah PPK di Kecamatan Solor Barat, Kabupaten Flores Timur, yang meninggal di RSUD Hendrik Fernandes Larantuka. Baptista sudah dirawat setelah pemungutan suara, 15 Februari 2024, usai monitoring pemilu.
Baca juga : Bara di RSUD Soe, Kematian Janggal Pasien Hingga Dokter Mogok Kerja
Kematian juga merenggut Marselina Hoar. Ketua KPPS di TPS 07, Desa Bakiruk, Kabupaten Malaka ini bersiap pagi-pagi sekali saat hari pemungutan suara 14 Februari. Ia bekerja hingga 16 Februari dan pulang subuh, jam 04.00 WITA.
Marselina sempat dilarikan ke Rumah Sakit Umum Penyangga Perbatasan (RSUPP) Betun dalam keadaan tak sadarkan diri hingga akhirnya tak lagi terselamatkan hari Jumat itu juga.
Ironi yang sama dialami oleh seorang pria 54 Tahun asal Desa Bauho, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu. Ia adalah Antonio Silva Maia yang merupakan anggota KPPS di TPS 03 Desa Bauho.
Baca juga : Jembatan Putus, Truk Logistik Pemilu ke Amfoang Terobos Sungai
Antonio mengeluh tubuhnya meriang selepas pemungutan suara dan berpamitan untuk beristirahat. Namun pada 15 Februari itu Antonio tak pernah bangun lagi dari istirahatnya. Jasadnya pun hingga Jumat 16 Februari masih disemayamkan di rumahnya.
Bahar menyebut keluarga KPPS di Malaka yang meninggal telah menerima santunan sebesar Rp 36 juta pada 19 Februari lalu. Sementara untuk petugas lainnya tengah diproses.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Nusa Cendana John Tuba Helan menilai jam kerja para petugas ini pada dasarnya tidak manusiawi meskipun syarat usia dalam perekrutannya telah dibatasi.
Baca juga : Pemilu di NTT, Jalur Maut Distribusi Logistik – Petugas Masuk RS
Surat keterangan kesehatan pun kata dia tidak menjamin karena di lapangan bisa jadi hanya format awal yang diisi tanpa ada pemeriksaan yang lengkap.
Intinya adalah sistem proporsional terbuka pada pemilu ini harus diubah, kata John, sebab kejadian seperti ini dapat terulang lagi pada pemilu berikutnya. ****