• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Minggu, Oktober 19, 2025
  • Login
Katong NTT
  • Home
  • Sorotan
  • Perempuan dan Anak
  • Cuaca, Iklim dan Lingkungan
  • Pekerja Migran & Perdagangan Orang
  • Lainnya
    • Bisnis
      • Agribisnis
      • Industri Pariwisata
    • Inspirator
    • Opini
    • Pemilu 2024
    • Kolaborasi
      • Cerita Puan
      • Dekranasda Provinsi NTT
      • Kabar dari Badan Penghubung NTT
      • Media dan Literasi
No Result
View All Result
  • Home
  • Sorotan
  • Perempuan dan Anak
  • Cuaca, Iklim dan Lingkungan
  • Pekerja Migran & Perdagangan Orang
  • Lainnya
    • Bisnis
      • Agribisnis
      • Industri Pariwisata
    • Inspirator
    • Opini
    • Pemilu 2024
    • Kolaborasi
      • Cerita Puan
      • Dekranasda Provinsi NTT
      • Kabar dari Badan Penghubung NTT
      • Media dan Literasi
No Result
View All Result
Katong NTT
No Result
View All Result
Home Opini

Resensi: Hati Bening di Balik Jendela, Refleksi tentang Pergulatan Perempuan Timor

Tim Redaksi by Tim Redaksi
6 bulan ago
in Opini
Reading Time: 5 mins read
A A
0
Buku Fiksi "Hati Bening di Balik Jendela" oleh Romo Siprianus S. Senda (Dok.KatongNTT.com)

Buku Fiksi "Hati Bening di Balik Jendela" oleh Romo Siprianus S. Senda (Dok.KatongNTT.com)

0
SHARES
128
VIEWS

“The death of author” (kematian sang pengarang): Kelahiran pembaca pasti dibayar dengan kematian penulis. Pernyataan ini diumumkan oleh Barthes, semiolog Prancis yang gemilang. Pemikirannya kreatif, sangat dinamis, dan plural. Proklamasi ini membangkitkan gairah saya untuk berusaha masuk ke dalam teks, menemukan sedikit makna, dan memberi pendapat.

Di tengah gemerlap kata yang bertebaran tak terbendung, nyaris hanya verbalisme semata, Romo Siprianus S. Senda, memilih mengheningi kata. Menangkap kerisauan-kerisauan masa lalu dan merangkainya dalam diam yang berisi: Hati Bening di Balik Jendela. Ini adalah Kumpulan cerpen dari Romo Sipri yang diterbitkan oleh Tonggak Media. Setiap yang berisi tidak membutuhkan baris yang panjang-panjang, demikianlah 10 cerpen ini dikemas dengan apik dalam 62 halaman (utama). Dibaca saat santai pun selesai. Bahasanya ringan, kalimatnya pendek, dengan diksi apa adanya. Lugas, namun butuh keseriusan yang dalam.

Baca juga: Berita Femisida di Media Minim Perspektif Korban

BacaJuga

Tim Badan Gizi Nasional didampingi Kepala SMP Negeri 8 Kota Kupang, Maria Theresia Rosalina Sadinah Lana memberikan penjelasan resmi tentang keracunan massal siswa SMP Negeri 8 Kota Kupang setelah mengkonsumsi makanan bergizi gratis pada 23 Juli 2025. (dok. katongntt).

Membaca Krisis MBG (Negara) dari Pinggir

16 Oktober 2025
Beberapa contoh UMKM di NTT yang disebut Kadis Kemenparekraf sebagai salah satu hal yang bisa menarik wisatawan ke NTT (KatongNTT-Ruth)

Program Dukungan UMKM di Daerah Masih Sebatas Jargon

13 Oktober 2025

Membaca cerpen-cerpen Romo Sipri, saya serasa jumpa Bunda Maria, perempuan Timur Tengah, dengan wajah berbentuk hati, bola mata yang jernih, transparan dan dalam. Kulitnya cerah, hidungnya mancung dengan bibir tipis kemerah-merahan bak. delima tanpa polesan pewarna. Romo Sipri mengangkat salah satu isu yang fundamental dalam peradaban: Perempuan. Buku Kumpulan cerpen ini, dibuka dengan prolog yang menarik oleh Saddam HP. Saddam sebagai pemandu wisata, dia tahu tempat yang indah, memanjakan hasrat dan kau tidak akan rugi melahap habis buku ini.

Dalam kebeningan hati, Romo Sipri menghadirkan kepada pembaca, Mama-mama Timor dengan segala pertempuran akan peliknya hidup dan rumitnya persoalan. Mama-mama Timor yang tangguh dan kreatif. Dengan sisi feminis mereka mampu merangkul, memaafkan, penuh damai dan dalam keadaan tertentu berperan sebagai pelindung keluarga. Mama-mama yang sanggup menyembuhkan luka dan mampu menata kertas-kertas lusuh.

Siapa yang tahu rasa sakit? Siapa yang cukup tegar menyembuhkan rasa sakit? Haruskah seseorang yang dengan tangan kasar dan keras? Apakah dia yang tidak penuh dengan kesabaran? Tidak. Sekali-kali tidak. Hanya Mama dan Tuhan. Mama yang bisa melegakan rasa sakit. Mama yang tahu meredakan ketegangan. Mama yang tahu bagaimana mengatur pelita tetap bercahaya di dalam rumah. Inilah yang nyata dari keluarga A dalam satu cerpen di buku ini. Diceritakan, setelah suaminya pergi, mama tinggal berdua bersama kedua putrinya yang tumbuh sehat. Mama merawat lukanya dan membesarkan harapan anak-anaknya: “… tak ada yang mustahil bagi orang yang berjuang bersama Allah”.

Setelah sekian waktu, suaminya, ayah dari anak-anaknya, kembali dengan rasa bersalah dan berdiri di halaman depan rumah dengan pasrah akan (bayangan) pertanyaan: buat apa kau pulang ke sini? Rupanya ia sudah cukup jenuh melanglang buana di luar rumah, menikmati setiap jenis udara, dan mengecap setiap tetes anggur.

“Dia menuju pintu dan berdiri menyambut suaminya.”

“Boleh saya masuk?” Tanya suaminya.

“Ini rumahmu. Tak ada yang melarangmu masuk.”

………..

“Saya ingin kembali.”

“Tak apa-apa. Kami baik-baik saja. Jika kamu belum puas bertualang, silahkan teruskan. Jadi, pikir dulu baik-baik.”

“Kata-katamu masih sama. Saya lelah. Saya sadar, tak ada gunanya lagi bertualang. Saya ingat anak-anak kita. Mereka telah dewasa. Saya tahu, si sulung akan wisuda. Saya ingin berdiri juga mendampingi dia.”

“Sungguh? Tidak mau bertualang lagi?” (Perempuan itu bertanya tanpa nada kebencian atau amarah).

“Kamu boleh yakin. Kali ini saya kembali demi anak-anak kita. Saya membayangkan, apa yang akan mereka rasakan ketika mau menikah dan orang mengatakan bahwa mereka tidak punya ayah. Pikiran itu membuat saya sadar, saya telah keliru melangkah terlalu jauh. Saya ingin kembali. Saya ingin hidup baru demi anak-anak kita.”

“Hanya demi mereka?”

“Di dalam diri anak-anak yang berhasil tentu ada seorang mama yang luar biasa. Saya tidak bisa mengingkari itu.”

“Baiklah. Kita bangun komitmen baru demi anak-anak kita.”

Baca juga: Ribuan Kasus Kekerasan Menimpa Perempuan di NTT, Mengapa?

Anak-anak yang diam-diam menguping dari balik pintu kamar, keluar dengan air mata sejadi-jadinya, berpelukan dan saling menerima. “Mama yang dengan hati bening memaafkan dan menerima kembali ayah mereka.” Ketangguhan tokoh perempuan, kecakapan menyembuhkan luka, dan mampu berpikir solutif juga tampak dalam dua cerpen yang lain: Cinta di Denyut Kangker dan Menolak Tunduk.

Maria ibu Yesus, menyimpan segala perkara di dalam hatinya, ia menunjukkan wajah, warna dan keserasian Jalan Salib bersama Yesus sebagai jawaban “Ya” kepada Tuhan yang menciptakannya. Demikian juga Mama dalam buku fiksi ini Mama sungguh menunjukkan komitmen, cinta, dan kesetiaan kepada janji suci perkawinannya. Jika ama su jalan jauh, maka sonde ada yang lain lagi. Keunggulan Maria, menjadikan Mama dalam cerpen, dan perempuan-perempuan yang lain ditinggikan.

Selain Mama yang tangguh, penuh komitmen, dan solutif, ada kisah lain yang sangat mengagumkan tentang kasih yang tumbuh lewat tanda dalam cerpen Setangkai Edelweis dari Fatumnasi. Edelweis yang abadi dari taman kecil samping kantor desa, menarik perhatian Bapak Polisi. Edelweis ditanam oleh gadis muda dengan tangan hangat dan wajah ramah, tumbuh di daerah dingin dan berkabut. Energi gadis muda yang suci, tulus, dan abadi, menjadi nutrisi tersendiri untuk tumbuh kembang bunga yang menjadi lambang cinta sejati dan keteguhan. Nampaknya inilah yang ditangkap oleh Bapak Polisi. Tidak hanya cekatan dalam menangkap ‘pencuri sapi’ tetapi juga cakap dalam menangkap pesan. Edelweis yang abadi dan akan tetap abadi, seolah memberi informasi, yang menanam dan merawatku: “dialah ratu dari segala hati.”

Sebelum kembali ke Kapan, polisi itu bertanya kepada kepala desa,

“Bapak Desa, bunga di halaman kantor itu, siapa yang tanam?”

“Oh, itu bunga edelweis yang ditanam oleh ibu penyuluh”

“Bagus sekali bunga itu. saya bisa minta, ko?”

“Pak Polisi bisa minta langsung saja di orangnya.”

“O begitu ko?” (Pak Polisi berpaling ke ibu penyuluh)

“Saya bisa minta setangkai bunga edelweis itu, ko? Mau tanam di rumah saya.”

……..

“Bisa, nanti saya potong setangkai dan bungkus baik-baik untuk Pak Polisi.”

Baca juga: Efek Patriarki, PMI NTT Paling Banyak Perempuan

“Setahun kemudian orang yang merawat bunga itu adalah dia yang pernah memberi bunga itu di Fatumnasi.” Cerita romansa pun hadir dalam cerpen Misteri di Kabut Pagi. Lugas, apadanya, tidak bertele-tele namun bikin hati nyeri sekaligus perih. Nah, para calon mama, ayo beli dan baca buku ini.

Saya bersemangat membaca cerpen-cerpen Romo Sipri Senda dalam buku ini. Kalimatnya pendek, pilihan katanya sederhana, apa adanya, lugas, jujur, dan tidak neko-neko. Karya imajinatif tetapi diulas dengan begitu mempesona sehingga pembaca, saya, merasa seolah sedang mendengar secara langsung Romo Sipri bertutur. Romo Sipri berhasil membawa pembaca dan saya untuk menyusuri pengalaman pertempuran bathin, dikenalkan cara mengatasi persoalan yang pelik, rumit, dan mampu menawarkan masa depan yang penuh kebahagiaan dan harapan. “Saya yakin suatu hari nanti kebenaran akan berbicara”.

Hasrat ingin tahu dan ketertarikan untuk menemukan makna seolah dihambat oleh kalimat yang pendek dan lugas. Maka butuh keseriusan, ketenangan dan kegembiraan (walau dalam keadaan ‘santai’) untuk membaca buku ini. Kalimat yang pendek-pendek itu rasa-rasanya mengundang makna melalui bayang-bayang yang cukup dalam. Cerita yang singkat-singkat itu menunjukkan bahwa setiap petualangan akan menjadi yang terakhir di dalam garis ruang dan waktunya sendiri. Keyakinan ini saya tangkap sebagai keyakinan lain (yang entah disadari atau tidak disadari) dari penulis.

Besar harapan, bahwa semoga banyak yang mencintai sastra, banyak yang tertarik membaca buku ini, terlebih mereka yang sedang bertumbuh sambil menyembuhkan luka. Tidak mudah, tidak gampang, tapi sonde salah to kalau dicoba. Perempuan dalam kejelian memandang masalah, mampu tumbuh di tengah himpitan. Perempuan selalu lebih dekat dengan Tuhan. Akhirnya saya berusaha duduk di meja perjamuan dengan sepiring Hati Bening di Balik Jendela, mengumpulkan serumit persoalan sambil mengutip kalimat dalam cerpen Di Bawah Tatapan Bunda, “Tuhan itu baik”. [*]

  • El Bani, Mahasiswa Teologi di Seminari Tinggi Santo Mikael, Penfui, Kupang.
Tags: #BukuHatiBeningdibalikjendela#katongntt#kdrtdintt#Kekerasanterhadapperempuan#Kotakupang#PerempuanTimor#Resensibuku#SeminaritinggiSantoMikael
Tim Redaksi

Tim Redaksi

Media berita online berkantor di Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Fokus pada isu-isu ekonomi, sosial, budaya, kesehatan, dan lingkungan.

Baca Juga

Tim Badan Gizi Nasional didampingi Kepala SMP Negeri 8 Kota Kupang, Maria Theresia Rosalina Sadinah Lana memberikan penjelasan resmi tentang keracunan massal siswa SMP Negeri 8 Kota Kupang setelah mengkonsumsi makanan bergizi gratis pada 23 Juli 2025. (dok. katongntt).

Membaca Krisis MBG (Negara) dari Pinggir

by KatongNTT
16 Oktober 2025
0

MBG (Makanan Bergizi Gratis) adalah program unggulan Presiden Prabowo yang terlalu rapuh. Dengan dana begitu besar, desain program MBG bermasalah...

Beberapa contoh UMKM di NTT yang disebut Kadis Kemenparekraf sebagai salah satu hal yang bisa menarik wisatawan ke NTT (KatongNTT-Ruth)

Program Dukungan UMKM di Daerah Masih Sebatas Jargon

by KatongNTT
13 Oktober 2025
0

Laurensius Bagus, mahasiswa di Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta. (KatongNTT) Selama beberapa tahun terakhir, pemerintah terus menempatkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Katong NTT

Merawat Suara Hati

Menu

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

Follow Us

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
Sign In with Linked In
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Sorotan
  • Perempuan dan Anak
  • Cuaca, Iklim dan Lingkungan
  • Pekerja Migran & Perdagangan Orang
  • Lainnya
    • Bisnis
      • Agribisnis
      • Industri Pariwisata
    • Inspirator
    • Opini
    • Pemilu 2024
    • Kolaborasi
      • Cerita Puan
      • Dekranasda Provinsi NTT
      • Kabar dari Badan Penghubung NTT
      • Media dan Literasi

Merawat Suara Hati