Kupang – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), secara resmi telah ada di NTT. Hal ini ditandai lewat Deklarasi 11 media siber di NTT, Seminar,dan Konferensi Wilayah. Pada Senin, 28 November 2022.
AMSI yang adalah organisasi perusahaan media di Indonesia ini konsen membangun media yang sehat dan kredibel. Hal ini dapat dicapai salah satunya dengan memerangi berita bohong atau hoax.
“Apalagi ke depan akan ada pemilu. Maka ini menjadi penting untuk disampaikan,” ujar Korwil Amsi Indonesia Timur, Upi Asmaradhana dalam seminar AMSI NTT. Yang bertemakan: ‘Bersama AMSI berantas Hoax Era Digitalisasi Informasi’.
Baca Juga: 11 Media NTT Resmi Gabung ke AMSI
Dalam seminar tersebut, Upi memaparkan data pada contoh kasus COVID lalu. Hoax paling banyak tersebar lewat media sosial Facebook. Yaitu sebesar 69,4%. Diikuti Whatsapp (51,4%), lalu Instagram (38%).
Hal ini karena pengguna aktif di media social di Indonesia mencapai 170 juta. Artinya, jumlah pengguna media sosial di Indonesia setara dengan 61,8% dari total populasi pada Januari 2021. Hal ini membuat masyarakat Indonesia rentan terkena informasi bohong di media sosial.
Hoaks sendiri adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar tetapi dibuat seolah-olah benar.
“Tujuannya membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman dan kebingungan,” ujar Upi.
Untuk itu, Upi memaparkan empat langkah kenali hoax agar tak terperdaya berita bohong.
1. Cek Sumber. Media Sosial Atau Media Arus Utama
“Yang disebut dengan media arus utama, adalah media seperti yang kita deklarasikan hari ini”, ujar Upi dalam seminar yang diadakan di aula Ora Et Labora. Universitas Persatuan Guru, NTT.
Sehingga penting untuk pembaca mengecek dari man pesan itu berasal.
2. Cek tentang Kita
Cek pengirim pesan tersebut. Upi mengatakan, orang cenderung mendapat informasi, langsung membagikannya ke yang lain. Tanpa melewati proses verifikasi.
“Tugas kita juga sebenarnya mengedukasi diri kita untuk menyadari informasi yang beredar, yang masuk itu. Tidak langsung sebar,” kata Upi.
3. Waspada Dengan Judul-judul Sensasional-Provokatif
Upi menegaskan, pembaca perlu mewaspadai judul-judul yang provokatif dan sensasional.
“Itu tanda-tanda hoax,” tegas Upi.
Sehingga Upi mengatakan, berita-berita yang ada di AMSI adalah berita-berita yang tidak mengejar klik. Yang mana dapat diketahui dari judulnya yang bombastis, namun isinya tidak ada.
4. Periksa Fakta
“Memverifikasi informasi-informasi yang beredar di masyarakat,” kata Upi.
Untuk hal ini, Upi menyatakan AMSI akan melakukan pelatihan cek fakta di NTT. Sehingga masyarakat dan media itu sendiri mampu memilah mana fakta dan mana yang bukan.
Upi secara tegas mengatakan, “posting yang penting, bukan yang penting posting,”.
Untuk itu, apabila menjumpai informasi hoax, bisa melaporkannya melalui sarana yang tersedia di masing-masing media.
Baca Juga: AMSI Bentuk Agency Iklan IDiA untuk Media dan Bisnis Sehat
Dikutip dari Mafindo, untuk media sosial Facebook, gunakan fitur Report Status dan kategorikan informasi hoax sebagai harrasment /hatespeech/ threatening /rude. Atau kategori lain yang sesuai.
jika ada banyak aduan dari netizen, biasanya Facebook akan menghapus status tersebut.
Untuk Google, bisa menggunakan fitur feedback untuk melaporkan situs dari hasil pencarian apabila mengandung informasi palsu.
Sedangkn Twitter memiliki fitur Report Tweet untuk melaporkan twit yang negatif, demikian juga dengan Instagram.
Kemudian, bagi pengguna internet dapat mengadukan konten negatif ke Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan melayangkan e-mail ke alamat aduankonten@mail.kominfo.go.id.
Masyarakat Indonesia Anti Hoax juga menyediakan laman data.turnbackhoax.id untuk menampung aduan hoax dari netizen. TurnBackHoax sekaligus berfungsi sebagai database berisi referensi berita hoax. *****