Kupang – Memunculkan inovasi memang membutuhkan keberanian untuk melawan ketakutan dalam diri, lingkungan, dan sistem yang telah lama ada sebelumnya.
Empat Praktik Cerdas yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Barat dihadirkan dalam Festival Forum Kawasan Timur Indonesia (KTI) untuk membagi kisah sukses mereka dalam memunculkan dan mempertahankan inovasi cerdas mereka.
Gestianus Sino, pria 48 tahun asal Maumere, NTT ini sukses membangun dan mengembangkan pertanian organik di kota karang, Kupang. Setelah lulus dari bangku kuliah pada 2011, Gestiano mencoba menanam tanaman organik di tanah seluas 1.000 meter persegi.
“Awalnya ini lahan batu semua. Jadi saya kasih hancur batu,” ceritanya pada KatongNTT.com.
Baca Juga: NTT Kekurangan Petani Milenial, Ini Dampak dan Tantangannya!
Berlokasi di Penfui Timur, ia menanam berbagai macam sayuran premium, melawan pandangan masyarakat yang cenderung skeptis akan kondisi lahan kering di NTT.
Ada sekitar 20 jenis sayuran yang ia tanam. Kemudian hasil panennya dijual ke restoran, supermarket, hotel, maupun untuk kebutuhan dokter-dokter di NTT.
Achi Soleman, Kepala Dinas (Kadis) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar yang mengembangkan Shelter Warga di Sulawesi Selatan. Shelter Warga didirikan untuk merespon cepat korban kekerasan perempuan dan anak. Shelter dikelola oleh kelurahan dan desa.
Kasus yang ditangani di Shelter berkategori ringan. Shelter juga menyediakan rumah aman bagi korban kekerasan.
Jika kekerasan yang dialami sudah masuk kategori berat, Shelter bekerja sama dengan berbagai stakeholder terkait sehingga kasusnya lebih cepat ditangani.
“Kuncinya di berjejaring,” tegas Achi dalam talkshow festival forum KTI pada 27 Juli 2023.
Shelter Warga telah direplikasi di 70 kelurahan di Makassar.
Baca Juga: Edisi Perempuan NTT: Potret Buram Kemiskinan, Para Perempuan Kehilangan Anaknya
Praktik inovatif lainnya datang dari Langgur, Maluku yang mengoptimalkan Pendapatan Asli daerah (PAD) lewat pajak dan retribusi daring.
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) kabupaten Maluku Tenggara menerapkan sistem pajak online diberi nama Smart Register yang terpasang di tempat-tempat usaha.
“Melalui sistem ini, pengelolaan pajak daerah dan retribusi jadi transparan. Kami Bapeda bisa pantau bahkan dari android jadi bisa dipantau dari mana saja,” jelas Abdul Asis Rahanyamtel, Sekretaris Bapenda Maluku Tenggara.
Terakhir, aksi nyata yang membangun negeri ialah dari Kayong Utara, Kalimantan Barat. Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI) menyediakan Klinik ASRI yang menerima pembayaran non-tunai.
Masyarakat yang berobat ke Klinik ASRI bisa membayar dengan bibit pohon, kerajinan tangan, kulit telur, dedak, sekam, tenaga kerja, bahkan dengan kotoran hewan.
Pasien datang berobat dengan membawa bibit pohon, yang kemudian dinilai atau dihargai dengan sejumlah uang. Bibit yang sudah dihargai ini tak diberikan dalam bentuk tunai kepada pasien, namun jadi tabungan berobat pasien dan keluarga.
Pasien juga mendapatkan diskon berobat. Jika satu desa atau satu dusun terbukti melakukan praktik untuk mengurangi kegiatan deforestasi, maka pasien mendapatkan diskon.
“Diskon yang diberikan ini mulai dari 25%, 50% hingga 70% berdasarkan tingkat kelestarian atau kerusakan. Dengan begini, manusianya sehat, hutannya juga sehat,” kata Nur Febriani, Direktur Eksekutif ASRI.
Dari tiap inovasi yang ada, memang tak mudah menjaganya untuk tetap eksis hingga saat ini. Asis mengungkapkan, tantangannya justru datang dari dalam diri sendiri. Bagaimana agar tetap berkomitmen pada apa yang dilakukan serta bagaimana mengubah pandangan masyarakat akan sesuatu yang dipikir sulit.
Achi Soleman menyebut kolaborasi sebagai kunci untuk tetap merawat inovasi yang ada agar tetap bertahan.*****