Ruteng – Berbagai suku cadang sepeda motor terpajang apik di rak kayu di bengkel yang terletak persis di sisi barat SDI Dongang, Ruteng, pada Jumat siang, 18 Oktober 2024. Dua sepeda motor tampak terparkir di depan bangunan berukuran 7×5 meter tersebut.
Seorang pemuda terlihat berdiri di depan bengkel. Sesekali, pria penyandang disabilitas fisik itu melempar senyum kepada orang-orang yang sekadar melintas di jalan atau mendatangi bengkelnya.
“Belum ada motor yang mau diperbaiki. Biasanya sore orang datang antar kalau ada motor yang rusak,” kata Juan, pemilik bengkel tersebut saat KatongNTT menemuinya pada Jumat siang.
Baca juga: Banyak Penyandang Disabilitas di Manggarai Timur Tidak Bersekolah, Pemerintah Lakukan Apa?
Pemuda bernama lengkap Kristoforus Juanito Bire itu mulai membuka usaha bengkel sepeda motor sejak April 2023, atau dua tahun setelah ia tamat Sekolah Menengah Atas (SMA).
Sebelum itu, Juan sempat melamar kerja di salah satu cafe di Kota Ruteng yang sedang mencari karyawan untuk posisi admin dan koki. Ia tidak lolos.
“Mungkin karena saya disabilitas,” katanya.
Kendati demikian, Juan tidak patah semangat. Ia tetap berupaya bisa bekerja, membantu ayah dan kakaknya yang bekerja sebagai mekanik panggilan.
Pada awal 2023, anak bungsu dari lima bersaudara ini mendapat tawaran modal usaha dari Yayasan Ayo Indonesia, sebuah lembaga yang berbasis di Ruteng, yang memberi perhatian kepada penyandang disabilitas.
“Saat itu, saya memilih buka bengkel motor karena saya memang bisa perbaiki sepeda motor yang rusak,” kata pemuda 21 tahun itu.
Juan mengatakan, ia mengerti dan bisa memperbaiki sepeda motor karena belajar otodidak. Sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), ia sudah mengenal dunia otomotif karena sering mengikuti ayah dan kakaknya.
Baca juga: Kerentanan Berlapis Perempuan Difabel Hadapi Kekerasan Seksual
“Awalnya saya bantu-bantu ambil kunci sampai kemudian saya bisa memperbaiki motor kalau rusak,” katanya.
Modal dari Yayasan Ayo Indonesia, ia gunakan untuk membeli suku cadang sepeda motor.
“Ayah dan kakak juga bantu kasih saya modal, sehingga bisa tambah untuk beli sparepart,” katanya.
Di bengkel itu, Juan menerima perbaikan semua jenis kerusakan sepeda motor.
“Kalau perbaikan mesin, saya dibantu oleh kakak karena satu tangan saya tidak bisa bekerja,” katanya.
Sudah hampir dua tahun, usaha bengkel Juan tetap bertahan dan terus berkembang.
“Cukup untuk bisa penuhi kebutuhan hidup,” kata Juan sembari tertawa ketika ditanya terkait pendapatannya.
Sekitar tiga kilometer arah timur tempat usaha Juan, Kristoforus Chandra Segau, penyandang disabilitas lainnya di Ruteng, membuka kios.
Di dalam kios berukuran sekitar 2×3 meter yang dibangun di depan rumahnya di Nekang, Kelurahan Watu-Ruteng itu, penyandang disabilitas cerebral palsy atau gangguan saraf tersebut, menjual berbagai barang seperti susu, gula, garam, bawang dan beberaoa lainnya.
Seperti Juan, Chandra mulai merintis usaha kiosnya sejak 2023, setelah mendapat bantuan modal usaha dari Yayasan Ayo Indonesia.
Chandra memilih membuka kios karena ia punya pengalaman mencari uang dengan menjual rosario dan buku doa agama Katolik sejak kelas 5 Sekolah Dasar.
Baca juga: Suara Tanpa Pemilik
Lulusan SMA Katolik Setia Bakti Ruteng itu mengatakan, ia membuka kios agar mendapatkan penghasilan untuk “menghidupi mama dan adik-adik saya.”
Kios milik Chandra kini terus berkembang berkat ketekunannya. Ia bermimpi, suatu hari nanti, kios kecilnya akan berkembang menjadi “Chandra Mart,” yang bisa mempekerjakan sesama penyandang disabilitas.

Minim Perhatian
Juan bukan-satunya penyandang disabilitas di Kabupaten Manggarai. Data Yayasan Ayo Indonesia, total disabilitas di kabupaten itu per Januari 2024 sebanyak 3365 orang yang tersebar di 11 Kecamatan.
Dari jumlah itu, hanya 558 orang yang bekerja, di antaranya 338 di sektor pertanian, 52 orang buruh, 3 PNS, dan 34 orang berwirausaha.
Jerry Santoso, Program Officer Inklusif Disabilitas Yayasan Ayo Indonesia mengatakan, dari segi kebijakan, Kabupaten Manggarai sudah cukup progresif, di mana sudah ada Perda tentang pemberdayaan disabilitas yang diterbitkan sejak 2015 atau setahun sebelum UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas disahkan.
“Manggarai ini satu-satunya kabupaten di NTT yang punya rencana aksi pembangunan daerah khusus tentang disabilitas,” katanya.
Namun, kata dia, sejauh ini isu disabilitas hanya menjadi kerja dinas sosial, sementara dinas-dinas lain seperti dinas koperasi dan tenaga kerja belum memberi dukungan yang signifikan.
Ia mengatakan, hak disabilitas untuk mengakses pekerjaan seperti yang telah diatur dalam UU nomor 8 tahun 2016 masih jauh panggang dari api.
Baca juga: Banyak Difabel Tidak Punya KTP dan KK di NTT
“Teman-teman disabilitas sangat sulit mengakses pekerjaaan formal meskipun banyak di antara mereka yang punya potensi.”
“Dari survei kami, perhatian pemerintah sangat minim, hak-hak teman-teman disabilitas belum semua terpenuhi, seperti hak pendidikan, pekerjaan, jaminan sosial Septi BPJS dan hak-hak lainnya,” kata Jerry.
Di tengah minimnya perhatian pemerintah, Juan dan Chandra mengajak penyandang disabilitas di Manggarai untuk pantang menyerah.
“Meskipun kita disabilitas, kita ini sama dengan teman-teman non disabilitas. Jangan menyerah,” kata Juan.
Mereka berharap agar negara bisa memfasilitasi penyandang disabilitas agar bisa mandiri, tidak bergantung pada bantuan dan belas kasihan.
“Kami tidak butuh dikasihani. Kami memiliki kemampuan yang setara dengan warga lainnya. Kami hanya minta agar kami bisa difasilitasi untuk bisa mandiri dengan berwirausaha usaha atau bekerja,” kata Chandra. [*]