Kupang – Penyebab kematian Rudolfus Oktavianus Ruma atau disapa Vian Ruma, seorang guru dan pengurus Koalisi Kelompok Orang Muda untuk Perubahan Iklim (Kopi) wilayah Nagekeo , NTT belum terungkap. Vian ditemukan tewas di satu pondok (tempat berteduh di area lahan perkebunan warga) pada Jumat, 5 September 2025. Aparat kepolisian Nagekeo masih menyelidiki peristiwa ini.
Koalisi Kopi melalui pernyataan sikapnya yang diterima KatongNTT, 10 September 2025 mendesak kepolisian mengusut tuntas peyebab kematian misterius Rudolfus Oktavianus Ruma.
Baca juga: Memotret Ironi Sekolah Swadaya Orang Tua dan Guru di Kabupaten Kupang
“Kasus ini harus diusut secara transparan dan sesuai prosedur hukum yang berlaku,” ujar Koalisi Kopi dalam pernyataan persnya.
Koalisi Kopi membuat kronologi tentang aktivitas Vian Ruma dari tanggal 30 Agustus- 9 September 2025.
30 Agustus, Vian Ruma bersama Orang Muda Katolik (OMK) Paroki Maunori di Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo menuju Kecamatan Nuabosi, Kabupaten Ende mengambil ubi. Saat mereka mengambil ubi, menurut OMK, Vian menyebut takut mati. Ketika supir yang membawa mereka menyetir dengan kecepatan tinggi, Vian meminta temannya mengganti supir. Dia mengajukan permintaan pergantian supir sampai 4 kali.
2 September, Vian Ruma memiliki dua tujuan kegiatan. Pertama, menghadiri syukuran sambut baru. Dia hadir bersama pacarnya. Kedua, Vian mengikuti persiapan Mbay Youth Day. Kedua rekan guru Vian sempat mengajak jalan bersama sekitar jam 15.00 WITA. “Gass,” ujar Vian. Ucapan ini merupakan kebiasaan Vian yang mengartikan dia segera menyusul dan kemudian dua rekan gurunya berjalan lebih dahulu. Namun, Vian tidak menyusul mereka. Kedua guru itu menunggunya di persimpangan jalan. Vian keluar dari kos saat hari sudah gelap.
Sang pacar di tempat terpisah menghubungi Vian karena sudah berjanji akan pergi ke acara sambut baru (Sakramen Komuni Pertama dalam Gereja Katolik). Saat itu sudah magrib sementara lokasi acara sekitar 1 jam perjalanan. Vian memberikan jawaban ke pacarnya: “lima menit lagi.”
Beberapa saat kemudian pacarnya menghubungi kembali, namun telepon Vian tidak aktif. Telepon seluler Vian memang sering bermasalah. Pacarnya tidak curiga dan memutuskan berangkat sendiri ke lokasi pesta sambut baru. Dia sempat singgah ke pastoran, tapi tidak menemukan Vian.
Dengan begitu, Vian tidak hadir di dua lokasi yang dijanjikannya kepada dua rekan gurunya dan pacarnya.

3-4 September, Vian hilang kontak.
5 September, Vian Ruma ditemukan warga di pondok telah meninggal. Polisi dari Polsek Nangaroro tiba di lokasi kemudian menyusul aparat polisi dari Polres Nagekeo yang datang membawa kantong jenazah. Jenazah dibawa ke Puskesmas untuk menjalani pemeriksaan oleh dokter.
Baca juga: Anak Merokok Aktif Marak di Maumere, Bisakah Kita Peduli dan Bertindak?
Salah seorang kerabat almarhum Vian Ruma membuat laporan di Polsek Nangaroro, namun polisi menyarakan agar keluarga kandung yang membuat laporan resmi.
6 September, jasad Vian Ruma dimakamkan di Kampung Wio, Desa Ngera.
7 September, Riki Ruma membuat laporan ke polisi tentang peristiwa kematian kakak kandungnya itu.
8 September, Riki Ruma diminta datang ke Polsek Nangaroro untuk menyaksikan pembukaan tas milik Vian.
9 September, Polisi melakukan olah TKP dan pemeriksaan saksi-saksi.
“Untuk sementara kami masih pendalaman dengan para saksi,” kata Kapolres Nagekeo AKBP Rachmat Muhammad Salihi kepada KatongNTT, 10 September 2025.
Menurut Rachmat, jasad Vian Ruma ditemukan dalam kondisi sudah bengkak dengan posisi tergantung di pondok . Lokasi tampak rapi, tidak ada tanda-tanda terjadi kekerasan. Polisi menemukan telepon seluler, sepeda motor, KTP , dompet yang kesemuanya milik Vian Ruma.
Polisi juga sudah menerima hasil visum dari pihak rumah sakit namun tidak bisa menyimpulkan penyebab kematian. “Tengkorak kepala tidak ada yang retak,” ujar Rachmat.
Menurut Rachmat, keluarga almarhum Vian Ruma sudah disarankan agar jenazah diotopsi untuk mengetahui peyebab kematian. Awalnya, ujar Rachmat, keluarga menolak otopsi. Setelah mengikuti perkembangan informasi, keluarga meminta waktu untuk berembuk .
Baca juga: #PerempuanRawatBumi: Belajar Pangan Lokal dari Sekolah di Soe
Mereka bicara tentang Vian Ruma
Bapak kandung Vian Ruma, mantan kepala desa dan Ketua BPD Desa Ngera mengatakan dia tidak melihat kondisi anaknya hingga dimakamkan. Vian terakhir pulang ke rumah pada 18 Agustus 2025 untuk membantu petik cengkeh.
“Vian tidak terlalu sering pulang ke rumah, paling-paling dua minggu sekali, itu pun hanya akhir minggu,” ujar bapak kandung Vian Ruma dalam laporan Koalisi Kopi.
Jimmy, adik kandung Vian (almarhum anak sulung dan memiliki 3 adik) menjelaskan, Vian seorang yang tenang, tidak pernah emosi dan dan dendam kepada orang lain. “Orangnya sangat tenang,” kata Jimmy, mahasiswa semester 7 di Seminari Tinggi Interdiosesan Santo Petrus Ritapiret.
Vian tinggal di mess guru bersama dua sepupu kandung yang bersekolah di SMPN Nagaroro, tempat Vian mengajar sebagai guru matematika.
Saat jasad Vian Ruma ditemukan, Jimmy berada di asrama Seminari. Dia tidak mengaktifkan telepon seluler karena sedang mengisi baterei. Begitu dia mengaktifkan telepon seluler pada malam sebelum tidur, sejumlah panggilan telepon dan pesan whatsapp dari keluarga di kampung membuat dia kaget.
“Saya sudah pikir pasti ada yang meninggal, tapi tidak terpikir bahwa itu kakak saya. Saya besok paginya dibantu cari kendaraan untuk pulang ke rumah. Jarak dari asrama Seminari di Maumere ke rumah sekitar 6 jam,” ujarnya.
Jimmy menyakini betul Vian Ruma tidak sedang dalam kondisi sakit. Vian juga bukan perokok. “Pola hidupnya sehat,” katanya.
Baca juga: Anak NTT Banyak Derita Kekerasan Psikis
Anak ketiga dari 4 bersaudara ini mengaku sangat terpukul dengan kehilangan kakaknya yang dia jadikan panutan hidup. Vian juga membantu membiayai sekolah adik-adiknya.
“Dia sebagai sosok bapak bagi kami,” ujarnya dengan suara bergetar.
Rekan guru SMPN Nangaroro mengungkapkan, seminggu terakhir Vian kurang aktif. Perilakunya juga tampak berubah.
Romo Carlos sebagai sahabat Vian Ruma, perilaku Vian tidak seperti biasanya dalam seminggu terakhir. Biasanya, dia rajin mengikuti misa pagi, tapi kemudian pada akhir-akhir masa hidupnya beberapa kali tidak mengikuti misa pagi. Vian juga terlihat lebih murung dan sering menyendiri.
Laporan Koalisi Kopi menegaskan bahwa semua yang mengenal Vian tidak percaya kematiannya disebabkan bunuh diri. *****




