• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Selasa, Oktober 14, 2025
  • Login
Katong NTT
  • Home
  • Sorotan
  • Perempuan dan Anak
  • Cuaca, Iklim dan Lingkungan
  • Pekerja Migran & Perdagangan Orang
  • Lainnya
    • Bisnis
      • Agribisnis
      • Industri Pariwisata
    • Inspirator
    • Opini
    • Pemilu 2024
    • Kolaborasi
      • Cerita Puan
      • Dekranasda Provinsi NTT
      • Kabar dari Badan Penghubung NTT
      • Media dan Literasi
No Result
View All Result
  • Home
  • Sorotan
  • Perempuan dan Anak
  • Cuaca, Iklim dan Lingkungan
  • Pekerja Migran & Perdagangan Orang
  • Lainnya
    • Bisnis
      • Agribisnis
      • Industri Pariwisata
    • Inspirator
    • Opini
    • Pemilu 2024
    • Kolaborasi
      • Cerita Puan
      • Dekranasda Provinsi NTT
      • Kabar dari Badan Penghubung NTT
      • Media dan Literasi
No Result
View All Result
Katong NTT
No Result
View All Result
Home Opini

Program Dukungan UMKM di Daerah Masih Sebatas Jargon

Oleh: Laurensius Bagus, mahasiswa di Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta

KatongNTT by KatongNTT
19 jam ago
in Opini
Reading Time: 4 mins read
A A
0
Beberapa contoh UMKM di NTT yang disebut Kadis Kemenparekraf sebagai salah satu hal yang bisa menarik wisatawan ke NTT (KatongNTT-Ruth)

Beberapa contoh UMKM di NTT yang disebut Kadis Kemenparekraf sebagai salah satu hal yang bisa menarik wisatawan ke NTT (KatongNTT-Ruth)

0
SHARES
6
VIEWS
Laurensius Bagus, mahasiswa di Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta. (KatongNTT)
Laurensius Bagus, mahasiswa di Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta. (KatongNTT)

Selama beberapa tahun terakhir, pemerintah terus menempatkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai fondasi utama ekonomi nasional. Slogan pemberdayaan ekonomi rakyat menggema di hampir setiap pidato pejabat publik. Namun, di banyak daerah, realitas yang muncul di lapangan justru menunjukkan kesenjangan antara narasi kebijakan dan dampak nyata yang dirasakan pelaku usaha kecil.

Bagi sebagian besar pelaku UMKM, terutama di luar Jawa, program bantuan dan dukungan dari pemerintah kerap hanya terdengar sebagai kabar di media. Di tingkat lokal, bantuan itu sering tidak sampai, tidak tepat sasaran, atau tidak relevan dengan kebutuhan riil di lapangan. Fenomena inilah yang membuat banyak pelaku usaha kecil bertahan dengan cara mereka sendiri, tanpa benar-benar tersentuh oleh intervensi kebijakan yang digadang-gadang sebagai solusi pemulihan ekonomi rakyat.

BacaJuga

Paus Fransiskus mengundang ratusan warga miskin di Roma makan malam bersama 29 Juni 2018 (Vatican News)

Drama Keuangan di Balik Tembok Vatikan

18 Agustus 2025
Berbagai jenis pangan lokal NTT dihadirkan di Pesta Raya Flobamoratas 2023 di Kota Kupang pada 3-4 November 2023. (Ayunda/KatongNTT.com)

Agar OVOP Tak Hanya Jadi Slogan

9 Juli 2025

Baca juga: Bank Dunia Sebut UMKM Tulang Punggung Ekonomi Dunia

 

Peran Besar, Dukungan yang Kecil
Badan Pusat Statistik mencatat, jumlah UMKM di Indonesia mencapai sedikitnya 64 juta unit usaha yang menyerap lebih dari 97 persen tenaga kerja nasional dan berkontribusi lebih dari 61 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini menjelaskan betapa vitalnya peran sektor ini dalam menjaga stabilitas ekonomi, terutama ketika terjadi guncangan seperti pandemi dan kenaikan harga bahan baku.

Namun, data besar itu tidak selalu diikuti perhatian kebijakan yang proporsional. Program bantuan yang dirancang di tingkat pusat sering kali berhenti di meja birokrasi daerah. Banyak pelaku UMKM mengaku belum pernah merasakan manfaat konkret dari berbagai program yang diklaim berjalan. Di beberapa daerah, bantuan alat produksi hanya diserahkan pada kelompok tertentu, bahkan kadang tidak sesuai dengan jenis usaha yang dijalankan.

Kondisi ini memperlihatkan adanya celah serius dalam sistem pendataan dan mekanisme distribusi. Basis data pelaku UMKM yang digunakan pemerintah kerap tidak sinkron antara pusat dan daerah. Akibatnya, mereka yang paling membutuhkan justru kerap terlewat.

Baca juga: Lima Masalah Utama Dihadapi UMKM NTT

 

Masalah Klasik: Akses Modal dan Birokrasi
Persoalan terbesar yang dihadapi pelaku UMKM tetap sama: akses terhadap pembiayaan. Meski berbagai lembaga keuangan menyatakan telah memperluas penyaluran kredit, realitasnya menunjukkan hal berbeda.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa hingga Juli 2025, total kredit perbankan nasional mencapai Rp8.971,8 triliun, namun kredit yang benar-benar disalurkan untuk sektor UMKM hanya sekitar Rp1.397,4 triliun, atau setara 15,58 persen. Rasio ini masih jauh dari ideal jika melihat kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional.

OJK sebenarnya telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 19 Tahun 2025 untuk memperluas akses pembiayaan bagi pelaku UMKM, termasuk di sektor mikro yang belum bankable. Namun implementasinya di daerah belum merata. Banyak pelaku usaha mengeluhkan syarat administrasi yang sulit dipenuhi, mulai dari agunan hingga legalitas usaha.

Sebagian besar pelaku UMKM di daerah masih beroperasi secara informal, tanpa Nomor Induk Berusaha (NIB) atau izin resmi lainnya. Ketentuan ini membuat mereka tidak dapat mengakses kredit perbankan maupun bantuan pemerintah yang mensyaratkan dokumen legal. Akibatnya, sebagian terpaksa meminjam dana dari lembaga nonformal dengan bunga tinggi yang justru membebani usaha mereka.

 

Digitalisasi yang Belum Merata
Salah satu strategi pemerintah dalam memperkuat UMKM adalah mendorong digitalisasi, baik melalui e-commerce maupun pelatihan daring. Namun, tidak semua daerah siap dengan infrastruktur yang mendukung.

Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bersama BAKTI Kominfo pada tahun 2024 menunjukkan bahwa sekitar 82,6 persen penduduk di wilayah tertinggal sudah memiliki akses internet, sementara 17,4 persen sisanya belum terjangkau jaringan memadai. Angka ini memperlihatkan bahwa hampir satu dari lima pelaku usaha kecil di wilayah pedesaan masih belum memiliki akses terhadap teknologi digital yang menjadi basis berbagai program penguatan UMKM.

Kesenjangan ini menjadi hambatan serius dalam proses digitalisasi. Banyak pelaku usaha di desa yang tidak dapat mengikuti pelatihan daring, tidak memiliki perangkat memadai, atau tidak memahami sistem transaksi digital. Ketika pemerintah mengarahkan strategi pemasaran melalui platform daring, sebagian besar pelaku UMKM di daerah tertinggal bahkan belum memiliki akun media sosial bisnis, apalagi toko daring.

Situasi ini menegaskan bahwa digitalisasi tidak cukup dideklarasikan melalui kebijakan, tetapi harus disertai peningkatan kapasitas dan infrastruktur pendukung.

Baca juga: Pelaku UMKM NTT Belum Optimalkan Pemasaran Digital

 

Bantuan yang Berhenti di Seremoni
Di banyak daerah, penyaluran bantuan kerap berhenti di seremoni. Pelatihan atau distribusi alat produksi sering diadakan hanya sekali tanpa tindak lanjut. Setelah acara berakhir, pelaku UMKM dibiarkan tanpa pendampingan, tanpa evaluasi, dan tanpa arahan lanjutan mengenai cara mengoptimalkan bantuan yang telah diberikan.

Ada pula kasus di mana bantuan alat produksi tidak digunakan karena tidak sesuai kebutuhan atau sulit dioperasikan. Akibatnya, sebagian alat hanya menjadi pajangan di rumah penerima. Tanpa evaluasi pasca-program, sulit menilai apakah bantuan yang telah digelontorkan benar-benar efektif.

Masalah transparansi juga menjadi persoalan krusial. Laporan penerima bantuan sering tidak dipublikasikan secara terbuka, sehingga publik tidak mengetahui siapa yang menerima dan sejauh mana dampaknya terhadap usaha mereka. Di beberapa daerah, praktik penyaluran bantuan bahkan rawan intervensi politik, terutama menjelang masa pemilihan kepala daerah.

 

Kebijakan yang Harus Ditata Ulang
Melihat berbagai kendala tersebut, dukungan terhadap UMKM perlu direformasi secara menyeluruh. Pertama, pemerintah harus memastikan pendataan pelaku usaha kecil di seluruh daerah benar-benar akurat dan terintegrasi. Tanpa data yang valid, setiap kebijakan akan sulit mencapai sasaran yang tepat.

Kedua, perlu ada penyederhanaan prosedur administrasi. Persyaratan legalitas usaha dan agunan seharusnya disesuaikan dengan karakteristik usaha mikro, bukan justru menjadi penghalang. Skema pembiayaan mikro dengan bunga rendah dan tanpa jaminan dapat menjadi solusi bagi pelaku usaha kecil yang belum terjangkau perbankan.

Ketiga, program pelatihan dan bantuan digitalisasi seharusnya tidak hanya berorientasi pada kuantitas peserta, tetapi kualitas hasil. Pendampingan berkelanjutan dan evaluasi pasca-program menjadi langkah penting agar pelaku UMKM benar-benar memahami dan memanfaatkan teknologi dalam menjalankan usahanya.

Selain itu, transparansi penyaluran bantuan perlu diperkuat melalui laporan publik yang dapat diakses masyarakat. Pemerintah daerah wajib mempublikasikan daftar penerima bantuan, nilai bantuan yang diberikan, serta hasil evaluasinya secara berkala. Mekanisme ini bukan hanya bentuk akuntabilitas, tetapi juga cara membangun kepercayaan publik terhadap program pemberdayaan ekonomi rakyat.

Baca juga: Rina Doa Maksimalkan Medsos Jadi Outlet Online UMKM

 

Menegakkan Janji Ekonomi Rakyat
Pemberdayaan UMKM seharusnya tidak berhenti sebagai jargon politik atau laporan kinerja tahunan. Ia harus menjadi kerja nyata yang memastikan pelaku usaha kecil memperoleh akses modal, teknologi, dan pasar secara adil.

Ketika bantuan hanya berhenti di atas kertas, yang tersisa hanyalah kesenjangan antara wacana dan kenyataan. Padahal, sektor inilah yang menopang kehidupan jutaan keluarga di seluruh penjuru Indonesia.

Pemerintah tidak cukup hanya menyalurkan dana dan program pelatihan, tetapi juga harus memastikan hasilnya. Evaluasi, transparansi, dan keberlanjutan harus menjadi prinsip utama setiap kebijakan yang mengatasnamakan pemberdayaan UMKM. Tanpa itu semua, jargon dukungan ekonomi rakyat tidak lebih dari seremonial politik yang kehilangan makna. *****

 

Tags: #BPS#ecommerce#NIB#OJK#OpiniKatongNTT#UMKM
KatongNTT

KatongNTT

Baca Juga

Paus Fransiskus mengundang ratusan warga miskin di Roma makan malam bersama 29 Juni 2018 (Vatican News)

Drama Keuangan di Balik Tembok Vatikan

by KatongNTT
18 Agustus 2025
0

Keuangan Vatikan kembali menjadi sorotan. Bagi sebagian orang, frasa itu sudah seperti bagian dari kalender tahunan: setiap beberapa bulan atau...

Berbagai jenis pangan lokal NTT dihadirkan di Pesta Raya Flobamoratas 2023 di Kota Kupang pada 3-4 November 2023. (Ayunda/KatongNTT.com)

Agar OVOP Tak Hanya Jadi Slogan

by PriyaHusada
9 Juli 2025
0

Gubernur Nusa Tenggara Timur, Melki Laka Lena, baru-baru ini mengajak Gereja Katolik terlibat aktif dalam program One Village One Product...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Katong NTT

Merawat Suara Hati

Menu

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

Follow Us

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
Sign In with Linked In
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Sorotan
  • Perempuan dan Anak
  • Cuaca, Iklim dan Lingkungan
  • Pekerja Migran & Perdagangan Orang
  • Lainnya
    • Bisnis
      • Agribisnis
      • Industri Pariwisata
    • Inspirator
    • Opini
    • Pemilu 2024
    • Kolaborasi
      • Cerita Puan
      • Dekranasda Provinsi NTT
      • Kabar dari Badan Penghubung NTT
      • Media dan Literasi

Merawat Suara Hati