Setelah menunggu hampir tiga jam di ruang tunggu pada 11 Maret 2025, jurnalis KatongNTT diberi kesempatan untuk mewawancarai Direktur RSUD Prof Dr W.Z. Johannes, dr. Stefanus Dhe Soka. Wawancara ini untuk menggali informasi lebih rinci tentang penataan dan pengelolaan sampah medis B3 rumah sakit yang berlokasi di kawasan Kuanino, Kota Kupang. Berikut petikan wawancaranya.
Bagaimana sistem pengelolaan limbah medis dan non-medis di RSUD Johannes Kupang?
Sistem pengelolaan limbah medis di rumah sakit kami dimulai dari setiap unit pelayanan yang menggunakan bahan medis. Limbah medis dikemas dalam kantong khusus yang telah disediakan di setiap ruangan. Setelah itu, limbah dikumpulkan di Tempat Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (TPS B3). Selanjutnya, limbah tersebut diangkut oleh penyedia layanan transportasi dan pemusnahan limbah medis yang bekerja sama dengan rumah sakit.
Berapa volume rata-rata limbah medis dan nonmedis yang dihasilkan setiap hari?
Secara rata-rata mencapai 3 hingga 4 ton per bulan.
Baca juga: Pengelolaan Limbah B3 Rumah Sakit di NTT Amburadul
Kami menemukan pencampuran limbah medis dan nonmedis tanpa pemisahan yang jelas. Bagaimana tanggapan Anda?
Secara prosedur operasional standar, pengelolaan limbah medis dan nonmedis sudah diatur dengan jelas, termasuk dalam hal pembuangan dan pengepakan. Setiap ruangan telah disediakan tempat khusus untuk limbah medis dan nonmedis.
Saya baru mendapatkan informasi terkait temuan ini dan akan segera melakukan pengecekan di lapangan. Jika benar terjadi, kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh kelalaian petugas. Kami akan melakukan evaluasi dan memastikan SOP dijalankan dengan baik. Kami juga memiliki tim program pencegahan infeksi yang mengawal pelaksanaan SOP ini agar dapat diterapkan secara optimal.

Mengapa tempat penampungan limbah medis berdekatan dengan ruang perawatan anak
Tantangan utama kami dalam menentukan lokasi TPS limbah medis adalah keterbatasan lahan. Untuk mengatasi hal ini, kami memastikan bahwa TPS B3 dirancang sesuai standar penyimpanan limbah sementara, termasuk penggunaan ruangan tertutup dan pengepakan limbah medis secara rapat agar tidak menimbulkan polusi udara.
Kami juga rutin memastikan tidak terjadi penumpukan limbah. Namun, terkadang terjadi keterlambatan dalam pengangkutan akibat kendala kerja sama dengan pihak ketiga karena limbah medis harus dikirim ke Semarang untuk pemusnahan. Kami terus berupaya meningkatkan koordinasi agar tidak terjadi penumpukan yang berlebihan.
Terkait lokasi TPS, kami pastikan bahwa jarak tersebut tidak berdampak pada pasien.

Apa langkah strategis rumah sakit untuk mencegah penumpukan limbah medis?
Kami telah menjalin kerja sama dengan pihak ketiga untuk memastikan pengangkutan limbah dilakukan secara rutin. Selain itu, kami memastikan ketersediaan anggaran yang memadai untuk mendukung proses ini. Pengelolaan limbah medis di daratan Timor masih menjadi tantangan besar, tidak hanya bagi rumah sakit kami, tetapi juga bagi fasilitas kesehatan lainnya karena belum tersedia fasilitas pengolahan limbah medis yang memenuhi standar.
Bagaimana kondisi insinerator rumah sakit saat ini? Apakah masih berfungsi?
Insinerator rumah sakit sudah tidak berfungsi sejak tahun 2018 karena mengalami kerusakan. Selain itu, berdasarkan regulasi, insinerator harus berjarak minimal 30 meter dari permukiman warga dan harus memenuhi standar agregat hasil pembakaran. Jika mengacu pada aturan tersebut, sejak awal insinerator kami memang tidak memenuhi persyaratan untuk dioperasikan.
Baca juga: Cerita Dari TPA Alak: Sampah B3 Yang Diacuhkan Pemkot Kupang
Menurut Kadis DLHK NTT, lokasi TPS B3 yang berdekatan dengan ruang rawat inap melanggar aturan. Apa tanggapan Anda?
Kami memahami kekhawatiran tersebut. Namun, kondisi keterbatasan lahan dan ketiadaan fasilitas pengolahan limbah medis di daratan Timor menjadi tantangan utama yang menyebabkan situasi ini. Jika tersedia fasilitas pengolahan limbah medis di wilayah ini, limbah dapat diangkut setiap minggu sehingga tidak terjadi penumpukan dan risiko pencemaran dapat diminimalkan.
Terkait insinerator di Manulai yang dikelola oleh DLHK Provinsi NTT, kami telah lama menggunakannya untuk pemusnahan limbah medis. Sebelumnya, kami juga bekerja sama dengan PT. Semen untuk pemusnahan limbah, tetapi setelah dilakukan evaluasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup, insinerator tersebut dinyatakan tidak memenuhi standar sehingga tidak lagi digunakan.
Saat ini, kami bekerja sama dengan PT. Trias yang berbasis di Semarang sejak 2023 untuk menangani transportasi dan pemusnahan limbah medis. Sebagai bagian dari akreditasi rumah sakit, kami memastikan bahwa transportasi dan proses pengolahan limbah dilakukan sesuai standar dan memiliki izin resmi dari Kementerian.
Baca juga: Nelayan Minta Pemerintah Ungkap Limbah Hitam di Pantai Tablolong
Kami juga melakukan kunjungan langsung ke lokasi pengolahan untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi. Namun, kami juga tidak dapat mengawal setiap proses pengangkutan secara langsung setiap saat. Oleh karena itu, kami terus meningkatkan pengawasan dan memastikan semua prosedur dijalankan dengan baik agar tidak terjadi pelanggaran serupa di masa mendatang.
Mengacu pada Permenkes Nomor 18 Tahun 2020, rumah sakit wajib melakukan pengamatan dan pelaporan ke Dinas Kesehatan Provinsi. Laporan seperti apa yang telah disampaikan?
Kami secara rutin melakukan koordinasi, pengamatan, dan pelaporan terkait tata kelola limbah medis kepada Dinas Kesehatan Provinsi sesuai ketentuan yang berlaku. [Kelvin]