Perubahan dunia ditandai dengan ilmu dan teknologi yang berkembang pesat. Pesatnya kemajuan ini menuntut manusia harus beradaptasi agar tetap survive dan berkesinambungan. Adaptasi seperti apa yang cocok di era saat ini? Salah satunya adalah kreativitas. Dalam dunia bisnis, ide-ide kreatif diperlukan untuk mendukung strategi menguasai pasar. Atau dengan kata lain pelaku usaha menggunakan metode ekonomi kreatif untuk menjalankan roda bisnisnya.
Kreatif disini bisa bermacam-macam dilihat dari perspektifnya. Ekonomi kreatif dapat digambarkan melalui beberapa kriteria yang menjadi ciri utamanya yaitu pertama, memiliki kreasi intelektual. Kreasi dalam hal produk yang dihasilkan, pemasaran, dan penggunaan bahan baku. Kedua, mudah diganti dalam arti fleksibel mengikuti trend mode atau permintaan pasar yang ada. Ketiga, distribusi produk bisa secara langsung atau tidak langsung tergantung kebijakan dalam perusahaan dan memperhatikan kebutuhan konsumen. Keempat, memerlukan kerja sama. Kerja sama antara pelaku usaha dengan pemerintah, pelaku usaha dengan sesama pelaku usaha, dan pihak lain yang berkaitan.
Baca : KatongNTT Gelar Pelatihan 3 Hari Membangun Karakter Melalui Penulisan Kreatif
Kelima, berbasis pada ide. Kreativitas berasal dari ide demi menciptakan inovasi dengan basis kreativitas. Keenam, tidak memiliki batasan. Kreativitas tidak dibatasi oleh ruang. Setiap orang berhak mengekspresikan dan menciptakan produk tanpa memiliki batasan. Karena ide-ide kreativitas tidak mengenal dan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu (https://disparpora.ngawikab.go.id/pengertian-ekonomi-kreatif-ciri-ciri-jenis-dan-manfaatnya-bagi-negara-indonesia/ diunduh 05 Desember 2023).
Mengingat peran ekonomi kreatif yang penting maka pemerintah memandang perlu adanya regulasi yaitu Undang-undang No. 24 Tahun 2019 tentang ekonomi kreatif. Regulasi ini berangkat dari kekayaan intelektual terhadap seni dan budaya, kuliner, produk barang, dan sebagainya sehingga menjadi nilai tambah dan memiliki hak cipta permanen. Sesuai UU No. 24 Tahun 2019, telah diklasifikasikan sektor ekonomi kreatif menjadi 16 sub sektor berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 142 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional Tahun 2018 – 2025 yaitu aplikasi dan game developer, arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, fesyen, film, fotografi, kriya, kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni pertunjukkan, seni rupa, serta televisi dan radio. Khusus di Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, sektor ekonomi kreatif mencakup teknologi dan jasa.
Baca : Strategi Pemilik Antique Kitchen Raup Laba Rp 500 Ribu Per Hari
Identifikasi
Berdasarkan data Laporan Akhir Kajian Strategis Pengembangan Ekonomi Kreatif Yang Inklusif dan Berkelanjutan di Kabupaten Sikka (2023), kerja sama Badan Perencanaan dan Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Sikka bersama Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang, sektor ekonomi kreatif yang memiliki potensi pengembangan di Kabupaten Sikka adalah:
- Seni dan budaya lokal 30%;
- Kerajinan tangan 24%;
- Kuliner lokal 23%;
- Pariwisata budaya dan alam 19%
- Desain dan kreativitas 4%.
Aspek seni dan budaya lokal menjadi sektor yang memiliki potensi terbesar diikuti kerajinan tangan, kuliner lokal, pariwisata, serta desain dan kreativitas. Selanjutnya, perlu diketahui faktor apa saja yang mendorong pengembangan ekonomi kreatif di Sikka. Berdasarkan hasil survei Tim Unibraw Malang bahwa faktor pendorong pertumbuhan ekonomi kreatif di Sikka adalah ketersediaan infrastruktur dan fasilitas pendukung (25%), dukungan pemerintah daerah (24%), keberadaan komunitas kreatif yang aktif (24%), warisan budaya dan seni tradisional (15%), akses ke teknologi informasi dan internet (10%), lainnya (2%).
Baca : Sikka dan Alor Mendaftarkan Indikasi Geografis Tenunnya, 13 Kabupaten Menyusul
Kendala & Tantangan
Dalam perkembangannya di Sikka, sektor ekonomi kreatif menghadapi beberapa tantangan antara lain keterbatasan akses permodalan dan pendanaan (36%), kurangnya pengetahuan dan keterampilan di bidang ekonomi kreatif (21%), kurangnya dukungan dari pemerintah dan lembaga terkait (20%), kendala pemasaran dan distribusi produk kreatif (19%), dan terakhir adalah masalah hukum dan regulasi (4%). Permodalan disini ditangani perbankan dan juga koperasi. Mengingat pekerjaan memiliki dampak resiko sehingga pihak pemberi modal agak hati-hati dalam memberikan kredit. Resiko disini juga termasuk aspek pemasaran dan distribusinya. Namun setidaknya pengembangan ekonomi kreatif, memberikan kontribusi nyata dalam penyerapan angkatan kerja dan membawa optimisme masa depan Sikka.
Produk Unggulan
Beberapa produk unggulan berbasis ekonomi kreatif di Kabupaten Sikka terdiri dari kain tenun ikat, produk olahan ikan, kawasan wisata, kerajinan tangan, minuman tradisional, atraksi seni dan budaya, camilan atau makan ringan berupa kripik ubi, pisang, cumi, abon ikan, dan lainnya. Kain tenun ikat terpusat di Desa Paga, Mbengu, Wailamun, Hoder, Wairbleler, Watumilok, Habi, Koja Gete, dan Wolokoli. Untuk produk olahan ikan tersebar di Desa Paga, Mbengu, Lewomada, Habi, Koja Gete, Koja Doi.
Sedangkan untuk kawasan wisata tersebar di Desa Paga, Mbengu, Bangkoor, Nelle Wutung, Magepanda, Reroroja, dan Watumilok. Aspek kerajinan tangan tersebar di Desa Mbengu, Bu Utara, Renggarasi, Lewomada, Wailamun, Koting A, Koting B, Koting C, Koja Doi, dan Wolokoli. Adapun sektor ekonomi kreatif yang berperan untuk penyediaan minuman adalah tersebar di Desa Hoder dan Desa Koja Gete. Atraksi seni budaya bisa ditemui di Desa Mbengu, Bangkoor, Hoder, Wairbleler, Habi, Langir, dan Wolokoli. Bagi yang menyukai makanan ringan berupa kripik bisa ditemui di Desa Paga, Lewomada, Watumilok, dan Koja Doi.
Baca juga: Waspada Banjir, Belu Berpotensi Hujan Selama 3 Hari
Rekomendasi
Produk unggulan ekonomi kreatif cukup berpotensi dan memiliki nilai jual. Hal ini patut mendapatkan perhatian dari pemerintah serta pemangku kepentingan lainnya. Intervensi pemerintah daerah sangatlah menjadi faktor penting dengan cara memberikan bimbingan dan pelatihan kepada pelaku ekonomi kreatif agar dapat meningkatkan keterampilannya. Pemerintah juga dapat melakukan penyederhanaan birokrasi perijinan agar timbul hasrat pelaku usaha mengembangkan usaha secara lebih intensif. Strategi lain yang perlu mendapatkan perhatian pemerintah yaitu kemudahan mendapatkan akses permodalan sehingga pelaku usaha dapat meningkatkan kapasitas usaha dan memperluas jaringan pemasaran.
Pengembangan sektor ekonomi kreatif memerlukan kerja kolaboratif bersama antara pemerintah, pelaku usaha, serta stake holder lain yang berkepentingan. Pemerintah perlu menyusun peta jalan (roadmap) pengembangan ekonomi kreatif 5 (lima) tahun, 10 (sepuluh) tahun, dan 20 (dua puluh) tahun yang akan datang. Sesungguhnya hasil akhirnya yang kita harapkan adalah Kabupaten Sikka dapat menjadi tolok ukur dan barometer pengembangan ekonomi kreatif di Provinsi NTT maupun tingkat nasional.