Ruteng – Ketua Ombudsman Republik Indonesia Robert Na Endi Jaweng menyoroti masalah layanan kesehatan di Flores, Nusa Tenggara Timur. Hal itu dia lakukan usai melakukan kunjungan ke sejumlah kabupaten di pulau itu.
“Masalah akses dan kualitas layanan di fasilitas kesehatan masih jadi PR (pekerjaan rumah) besar di NTT,” kata Endi Jaweng di Ruteng, Ibukota Kabupaten Manggarai, baru-baru ini.
Baca juga: Lembata Resmi Tes HIV/AIDS Seluruh ASN
Pernyataan Jaweng merujuk kepada temuannya bersama Tim Ombudsman RI dan Ombudsman Perwakilan NTT yang baru selesai melakukan kegiatan lapangan . Kegiatan ini berfokus kepada upaya re-aktivasi dan optimalisasi kepesertaan BPJS Kesehatan. Selain itu untuk membuka gerai pengaduan layanan publik kesehatan di lima kabupaten di Flores.
Ia mengatakan, masih banyak warga di lima kabupaten yang mereka datangi sudah tidak lagi aktif sebagai peserta BPJS Kesehatan.
Di Kabupaten Manggarai Timur, misalnya, cakupan Universal Health Coverage atau UHC memang telah mencapai 101%. Namun, masih ada 29 ribu warga yang kepesertaannya di BPJS Kesehatan tak lagi aktif. “Mereka menjadi peserta terdaftar namun tidak terlindungi,” ujarnya.
Di Kabupaten Ngada bahkan belum mencapai UHC. Cakupan kepesertaan baru 86,14%, serta sekitar 38 ribu warga dengan kepesertaan BPJS Kesehatan yang tidak aktif.
Padahal, kata dia, “layanan kesehatan mesti diletakkan dalam makna politik sebagai pemenuhan hak konstitusional warga.”
Baca juga: Kematian Ibu dan Bayi, Ombudsman Minta Klarifikasi RSUD Larantuka
“Serentak pada saat bersamaan, negara berkewajiban menyiapkan jaminan sosial dan layanan kesehatan yang memadai dan berkeadilan,” jelas Jaweng.
Ia mengatakan pemerintah wajib bekerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk secara rutin melakukan reaktivasi dan optimalisasi kepesertaan BPJS Kesehatan. Namun pemerintah saat ini terkesan hanya berfokus mengejar persentase UHC dan cenderung abai terhadap kepesertaan yang non aktif.
Lembaga Ombudsman, kata dia, meminta pemerintah untuk memastikan fasilitas dasar layanan kesehatan terpenuhi, Kepastian ini terlebih di masa transisi menuju pemberlakuan perubahan kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
“Saat monitoring layanan kesehatan di rumah sakit, kami melihat rata-rata fasilitas dasar seperti kapasitas tempat tidur, sediaan farmasi, alat kesehatan, SDM kesehatan (SDMK). Khususnya ketersediaan dokter spesialis, belum memadai,” ujar Jaweng.
Baca juga: Cerita Perampasan Tanah Ulayat Demi Berburu Mangan di Pulau Timor
“Dari fakta lapangan itu saya tidak yakin kalau RSUD di lima daerah tersebut bisa memenuhi target untuk melaksanakan KRIS per Juli 2025 nanti. Kita sungguh butuh kerja keras Pemda dan pihak RSUD,” paparnya.
Jaweng berkata, untuk mencapai layanan publik bidang kesehatan yang komprehensif diperlukan berbagai langkah strategis untuk mengakselerasi dimensi-dimensi UHC. Dimensi UHC ini meliputi proteksi pembiayaan kesehatan, layanan kesehatan, dan cakupan populasi secara bersamaan.
“Kondisi tersebut mengarah kepada pembangunan berkelanjutan guna mewujudkan pelayanan publik prima yang menciptakan manusia yang berotak cerdas (aspek pendidikan), berbadan sehat (aspek kesehatan) dan berkantong tebal (aspek ekonomi) sebagai prasyarat membangun modal manusia yang unggul dalam momentum bonus demografi,” katanya.
Dia menegaskan, Ombudsman akan aktif memantau tindak lanjut oleh berbagai pihak terkait terhadap perbaikan layanan kesehatan dan jaminan sosial di NTT.
“Pemantauan tersebut adalah bagian dari cara kerja pengawasan Ombudsman, khususnya pada dimensi pencegahan atas potensi terjadinya maladministrasi pelayanan publik,” ujarnya. *****