Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, walikota dan wakil walikota, dan bupati serta wakilnya pada 22 September 2024. Lolosnya pasangan calon pemimpin daerah tersebut merupakan amanat Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi undang-Undang.
Bagaimana dengan mereka yang tak lolos untuk maju Pilkada pada November 2024? Mereka perlu memilih beberapa langkah berikut untuk tetap berkontribusi bagi masyarakat dan negara.
Baca juga: Pemilu 2024, Politik Uang dan Ancaman Kekerasan Yang Berulang
Pertama, calon tak jadi dapat menghimpun kekuatan simpatisan dan relawan untuk menguatkan hati mereka. Perjuangan belum usai bisa dikuatkan sebagai pemantau pilkada atau dialihkan menjadi team sukses memenangkan “calon jadi” sesuai yang mendaftar di KPU.
Jangan gara-gara tak jadi calon partisipan pilkada, lalu melekatkan pandangan buruk bahwa para simpatisan dan relawan pemenangan hanya diperuntukkan saat kepentingan para bakal calon terpenuhi.
Kedua calon tak jadi harusnya mengenyam prinsip:“berani bertindak berani bertangung jawab”. Semua sampah kampanye berupa baliho dan spanduk yang telah dipasang untuk segera dicopot sendiri. Jangan biarkan kepedihan tidak berpartisipasi sebagai calon di pilkada berubah menjadi kekecewaan yang mendalam. Simpatisan dan relawan pemenangan yang telah dikumpulkan, dapat diberikan pengertian untuk membersihkan sisa-sisa perjuangan. Untuk membersihkan seluruh alat peraga kampanye, pemimpin seharusnya bertangungjawab atas semua tindakannya.
Jangan meninggalkan pekerjaan yang tidak selesai kepada orang lain. Adapun Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) baru dapat bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk membersihkan sampah kampanye sewaktu “masa tenang” paska tahapan kampanye pilkada.
Baca juga: Pemilu 2024, Dewan Pers Mendesak Media Terapkan Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman
Ketiga, para calon tak jadi selayaknya tetap berpartisipasi dalam pilkada dengan cara mengawal jalannya tahapan pilkada. Peran kita bersama adalah mengawal pilkada guna untuk menghasilkan pemimpin daerah yang berintegritas.
Jangan biarkan KPU, Bawaslu,calon kepala daerah, dan mesin politik bekerja sendirian menyukseskan pilkada ini.
Gerakan pengawalan pilkada akan meningkatkan popularitas calon tak jadi sebagai seorang pemimpin yang baik walau tak jadi memimpin daerah.
Calon tak jadi juga harus menjadi pemantau yaitu dapat bekerjasama dengan koalisi masyarakat sipil yang berniat melaksanakan program “kawal pilkada” dengan fokus kepada:
Pertama, kawal penyelenggara, mengawasi dan memberikan masukan terhadap laporan dana kampanye pasangan calon, mengawasi pengunaan APBD untuk pilkada, implementasi logistik terkait percetakan alat peraga kampanye selama pilkada yang ditanggung oleh pemerintah dan dilaksanakan oleh KPU, pengawasan dan perhitungan suara, penanganan kasus pilkada, tindak pidana kode etik penyelenggara pilkada, dan kegiatan lainya.
Baca juga: Pemilu 2024, Politik Uang: Harga Suara Lebih Murah dari Bibit Babi (2)
Kedua, kawal calon dengan program kegiatan pengawasan sumber dan jumlah serta penggunaan dana kampanye yang didaftarkan pasangan calon kepala daerah kepada penyelenggara pilkada, menjamin tidak ada kampanye hitam (black campaign) sebagaimana diatur dalam KPU, pengawasan kemungkinan gratifikasi, politik uang, dan mobilisasi pemilih.
Akhirnya kita semua bisa mengambil hikmah di balik perjuangan para calon tak jadi bahwa dalam berdemokrasi dan memainkan peran politik, baik di pemilu maupun pilkada serentak kita harus memiliki political coast demi menyiapkan sarana dan prasarana politik. Jalinan silahturahmi politik dari daerah hingga ke pusat untuk mengamankan posisi di komunitas (partai). Yang lebih penting lagi, memiliki mental yang kuat bila masuk kategori calon tak jadi atau sudah jadi calon tapi kalah. Jangan sampai kekecewaaan dalam berpolitik menginapkan kita di rumah sakit jiwa. Semoga saja tidak. [*]