
Limbah Ikan Tuna Dapat Cegah Stunting
Bogor – Ikan tuna dari Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah diekspor hingga Malaysia, Jepang, Singapura, Cina, dan Brunei Darussalam. Limbah ikan tuna sebenarnya bisa diolah menjadi suplemen mencegah stunting. Pengertian stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada balita akibat kurang gizi dalam jangka waktu lama, paparan infeksi berulang, dan kurang stimulasi.
Dr Wini Trilaksani dari Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Perikanan IPB di Bogor, menemukan pembuatan suplemen limbah mata ikan tuna untuk mencegah stunting.
Ikan tuna merupakan makanan mewah dan diekspor ke berbagai penjuru dunia. Hanya saja, tidak semua bagian ikan tuna dimanfaatkan oleh berbagai industri. Hanya 40-60 persen dari bagian ikan tuna yang digunakan, sedangkan sisanya menjadi limbah. Limbah ikan tuna antara lain bagian kepala, sirip, kulit, jeroan dan juga tulang.
Baca juga: Stunting Ancam Indonesia Petik Bonus Demografi 2030 yang Berkualitas
“Mata ikan tuna dapat diekstrak dan menghasilkan minyak ikan yang kaya akan Omega-3. Selama ini kebutuhannya terus meningkat dan dicukupi dari impor,” kata Wini dalam pernyataan persnya awal 2023.
Setelah diteliti, bagian mata dan otot mata ikan tuna dapat menjadi salah satu sumber baru dalam mendapatkan Ecosa Pentaenoic Acid (EPA) dan (Docosa Heksanoic Acid) DHA. Kurangnya EPA dan DHA dapat menjadi pemicu atas terjadinya penurunan kesehatan dan kecerdasan. Situasi ini dikhawatirkan berdampak lanjut terjadi stunting di Indonesia.
Untuk menangani stunting, Pemerintah NTT mendapat kucuran dana sekitar Rp 115 miliar dari pemerintah pusat. Menurut Kepala Dinas Kesehatan, Kependudukan, dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT Ruth Laiskodat, dana itu untuk membantu pengadaan makanan tambahan (PMT). Makanan ini untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak yang mengalami stunting.
Pemerintah Provinsi NTT juga mengalokasikan dana Rp 3 miliar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk menanggulangi stunting.
Baca juga: Kemenkes Bakal Terapkan di NTT Strategi Sumedang Turunkan Angka Stunting
Menurut dia, seperti dilansir Antara, prevalensi kasus stunting di Provinsi NTT masih 17,7 persen dengan jumlah anak yang mengalami stunting tercatat 77.338 anak.
Pemerintah Provinsi NTT berupaya mencapai target yang ditetapkan oleh pemerintah pusat untuk menurunkan prevalensi stunting menjadi 14 persen pada 2024.
“NTT menginginkan agar persoalan stunting ini terus mengalami penurunan sesuai target yang diharapkan pemerintah pusat,” kata Ruth Laiskodat.
Pemerintah Provinsi NTT menjalankan berbagai program untuk menurunkan prevalensi stunting. Termasuk memberikan makanan tambahan bergizi berbahan lokal kepada balita yang mengalami stunting.
Selain itu, pemerintah daerah melibatkan tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, dan elemen masyarakat dalam upaya pencegahan stunting. [K-02]