Jakarta – Penularan rabies di Nusa Tenggara Timur (NTT) mencapai 1.823 kasus yang tersebar di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Rabies yang sudah lama terjadi ini menewaskan 11 orang dan baru disorot Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.
“Penanganan rabies di Provinsi NTT situasi terkini sampai dengan tanggal 15 November 2023 Dinas Kesehatan NTT telah melaporkan ke Kemenkes terjadi 1.823 kasus gigitan hewan penularan rabies yang menyebabkan 11 orang korban jiwa,” ujarnya dalam konferensi pers di kantor Kemenko PMK, Jakarta, Selasa (21/11/2023).
Muhadjir mengatakan hasil rapat tingkat menteri menyepakati Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) segera membentuk satuan tugas (satgas) terpadu penanganan darurat rabies di NTT atas permohonan Gubernur NTT.
Baca : Warga TTS Tak Peduli Imbauan Cegah Penularan Rabies
“BNPB segera menetapkan status penanggulangan bencana dalam bagian tertentu sebagai dasar penanganan kejadian luar biasa dan darurat rabies di provinsi NTT,” ujarnya.
Kemudian, BNPB menggunakan dana siap pakai untuk mendukung operasional satgas penanganan rabies, termasuk untuk penambahan dan peralatan vaksinasi rabies.
Menurut dia, vaksinasi rabies di NTT baru bisa direalisasikan sekitar 17 persen. Sebab, jumlah vaksin sangat terbatas dan pemerintah terkendala biaya operasional.
Muhadjir meminta pemerintah daerah setempat melakukan pendataan terkait hewan yang berpotensi menularkan rabies. Dia mengatakan vaksinasi rabies harus dilakukan secara masif demi menuntaskan penularan.
“Kita minta supaya pemerintah daerah melakukan pendataan binatang yang potensi membawa penyakit rabies terutama anjing,” jelasnya.
Seperti diberitakan, Pemerintah Kabupaten TTS menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) kasus rabies pada 30 Mei 2023. Pasca penetapan itu, belum ada anggaran yang dikucurkan dari APBD untuk penanganan maupun pencegahan penularan rabies di daerah itu.
Informasi yang dihimpun KatongNTT, dinas teknis belum menggunakan sepeser pun anggaran dari APBD. Dana Belanja Tidak Terduga (BTT) pun sampai saat ini belum digunakan.
Juru bicara satgas rabies, Adi Tallo menjelaskan, untuk anggaran saat digunakan dari dana BTT. “Dana itu diberikan kepada teman-teman di dinas teknis. Kami di sini tidak mengelola dana itu,” ujar Tallo.
Tallo mengatakan, untuk vaksin yang digunakan saat ini merupakan bantuan dari Kementerian Pertanian dan juga Dinas Peternakan Provinsi NTT.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan TTS, Daniar Ati mengatakan, pihaknya belum mendapatkan alokasi dana dalam penanganan kasus rabies. Saat ini pihaknya masih melakukan perencanaan anggaran tahun 2024. Dalam rencana anggaran tersebut, pihaknya merencakan pengadaan 6.000 dosis vaksin. [Anto]




