Kupang – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifatul Choiri Fauzi mengatakan, perempuan dan anak menjadi target utama sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) menyebutkan, sebanyak 2.265 orang menjadi korban perdagangan manusia dalam lima tahun terakhir.
Baca juga: Tak Relevan, NTT Harus Ganti Perda TPPO
“Dari jumlah itu, sebanyak 51 persen korban adalah anak-anak (1.156 orang) dan 47 persen adalah perempuan dewasa,” kata Menteri Arifatul di acara bertajuk Gerakan Advokasi Pencegahan TPPO di aula Fernandes, Kantor Gubernur NTT pada Kamis, 22 November 2024.
Menteri kemudian menjelaskan tentang modus yang sering digunakan oleh para sindikat adalah merekrut pekerja migran Indonesia secara nonprosedur. Mereka dieksploitasi untuk dipekerjakan sebagai asisten pekerja rumah dan judi online.
Penjabat.Gubernur NTT Andriko Susanto mengatakan, perempuan dan anak rentan jadi korban TPPO karena angka kemiskinan yang ekstrim dan angka stunting yang tinggi. Selain itu, tindak kekerasan dalam rumah tangga masih tinggi. Begitu juga usia pernikahan dini yang meningkat, dan tingkat pendidikan yang masih rendah.
Baca juga: Kades Maubesi Vinsentius Berkeliling Dusun Demi Warganya Tak Terkena Jaring Perdagangan Orang
Sekretaris Daerah NTT Kosmas Damianus Lana mengatakan, regulasi untuk mencegah TPPO sudah ada, dari tingkat pusat sampai daerah. Semua elemen dan sektor ikut berperan dan berkolaborasi baik unsur pemerintah, lembaga swadaya masyarakat maupun masyarakat yang memiliki akses informasi tentang TPPO.
Menurut Kosmas, dalam 5 tahun terakhir (2018-2024} ada 1.757 calon imigran non prosedural asal NTT telah dicegah berangkat ke luar negeri.
Kepala BP3MI NTT, Suratmi Hamida mempertanyakan keberadaan laki-laki yang berperan sebagai kepala keluarga. Sebab, sebagian besar perempuan yang bekerja di luar rumah dan mereka menjadi target sindikat TPPO. Mereka terpaksa meninggalkan anak dan suami untuk bekerja sebagai PMI.
‘‘Laki-laki itu dimana? Karena kasus TPPO selalu saja perempuan. Perempuan bukan hanya tulang rusuk tetapi juga tulang punggung, ini keadaan yang miris,” tegas Suratmi. (Jeffry)