Naibonat – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Naibonat, Kabupaten Kupang, NTT, menuai protes dari beberapa pasien akibat tidak lagi menerima Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) atau miskin.
Salah satunya Selpriana Hala, ibu dari anak berusia 1 tahun 8 bulan yang mengidap sakit jantung dan usus buntu, ditolak permintaannya agar dibebaskan dari biaya perawatan.
“SKTM sudah ada di sini, tapi mereka (pihak RS) tidak mau. Mereka bilang tidak pakai SKTM,” ujar Selpriana saat dihubungi Minggu, 21 Agustus 2022.
Sebelumya, SKTM ini dipakai membantu masyarakat tidak mampu untuk memenuhi biaya pengobatan di RS.
Hal ini pun diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) Kupang Nomor 20 tahun 2012 tentang Pembebasan Retribusi Pelayanan Kesehatan di RSUD Naibonat.
Dalam Perbup tersebut menyatakan, pasien kurang/tidak mampu (miskin) dapat dibebaskan dari kewajiban membayar retribusi di rumah sakit dengan syarat membawa SKTM yang ditandatangani oleh kepala desa dan disahkan camat.
Kepala Seksi Rekam Medis RSUD Naibonat, Alvia Yasinta Bhoki menyebut, SKTM memang sudah tidak diberlakukan sejak 2020.
“SKTM untuk pasien umum memang tidak berlaku sejak 2020. Tapi untuk Jampersal (Jaminan Persalinan) berlaku SKTM. Selama dia ibu hamil, ibu melahirkan, dengan bayi 0-28 hari itu pakai SKTM,” ujarnya.
Selpriana mengatakan, program ini awalnya adalah kerja sama rumah sakit dengan dinas kesehatan (Dinkes). Data pasien diajukan ke Dinkes kemudian diverifikasi, layak atau tidak pasien tersebut dibebaskan dari biaya perawatan. Namun kemudian program ini diberhentikan mengingat telah diberlakukannya BPJS.
“Dinas sudah anggarkan ke BPJS. untuk itu mereka tidak buat SKTM karena sudah ada berapa ribu masyarakat yang sudah masuk BPJS,” jelasnya ketika ditemui pada Senin, 22 Agustus 2022.
Kepala Tata Usaha RSUD Naibonat, Jeremias Nicholas Haning menyatakan, jika mengacu pada Perbup yang ada, SKTM masih berlaku. Selama peraturan ini belum dicabut. Namun setelah diberhentikan anggarannya oleh Dinas kesehatan, Jeremias menyebut rumah sakit sudah tak punya dana lagi.
“Sebenarnya kita punya dilema. Karena kita tidak punya biaya. SKTM itu yang membayar adalah Dinkes. Sebenarnya kalau mau mengacu pada peraturan ini dia masih tetap berjalan. Cuma karena kita tidak ada dana cadangan yang disiapkan untuk hal seperti ini. Tahun ini tidak punya,” kata Jeremias.
Jeremias menuturkan, jika rumah sakit kemudian membuat kebijakan untuk memberlakukan keringanan biaya pada pasien tidak/kurang mampu.
“Jadi sebenarnya, pasien yang datang tidak usah bicara SKTMnya. Kalau bicara SKTM, kita tidak punya anggaran. Tapi kalau memang dalam pelayanan tidak mampu, ada keringanan biaya. Kalau rumah sakit mau digratiskan, berarti lumpuh ini rumah sakit.” pungkasnya. (Ruth)