Mengapa kapten, mandor, dan ABK yang semuanya warga Vietnam ditemukan hidup di dalam kapal, tapi 7 ABK Indonesia tidak ditemukan di kapal tersebut.
Kupang – Para pemimpin ASEAN diminta untuk mendesak Vietnam untuk bertanggung jawab atas 7 anak buah kapal (ABK) warga Indonesia yang hilang di laut Mauritius, Afrika.
Permintaan itu disampaikan 3 dari 7 orang tua ABK WNI yang hilang 24 Agustus 2021 di perairan Mauritius.
“Kami keluarga korban 7 ABK WNI yang hilang di Perairan Mauritius memohon kepada Bapak dan Ibu pimpinan ASEAN agar mendesak pemimpin negara yang warganya tersangkut masalah hilangnya 7 ABK WNI supaya ikut bertanggung jawab mengenai kasus ini,” kata Gabriel Ulu Tunabenani, 59 tahun kepada KatongNTT.com, Sabtu, 6 Mei 2023.
Gabriel, 59 tahun merupakan ayah dari ABK bernama Petrus Crisologus Tunabebani. Sebelum dinyatakan hilang anaknya sempat mengirimkan melalui Whatsapp foto wajahnya dibacok mandor di dalam kapal.
Baca juga: Kisah Orangtua Cari 7 ABK Hilang di Mauritius dan Urus Akte Kematian
Gabriel yang menerima foto itu kaget dan sangat khawatir dengan hidup anaknya. Beberapa menit setelah menerima foto, Petrus tidak dapat lagi dihubungi.
Dua orang tua ABK lainnya adalah Brigita Telik, 55 tahun dan Wawan Agus Kuswanda, 55 tahun. Brigita kehilangan anaknya bernama Klaudius Ukat. Wawan yang tinggal di Ciamis, Jawa Barat kehilangan anaknya, Dadan.
Ketiganya meminta supaya kapten kapal warga Vietnam bertanggung jawab sepenuhnya atas 7 ABK WNI yang dinyatakan Polisi Mauritius hilang pada 24 Agustus 2021.
Mereka juga menuntut pertanggungjawaban mandor yang disebut Petrus membacok wajahnya.
Selain itu, ketiga orang tua korban menuntut pertanggungjawaban semua ABK warga Vietnam yang hidup dan berada dalam kapal saat ditemukan polisi Mauritius.
Beberapa saat sebelum peristiwa itu terjadi, kapal ikan Weifa berbendera Taiwan sedang bersandar di pelabuhan Mauritius. Kapal itu berisikan kapten dan mandor berwarga negara Vietnam. Para ABK terdiri dari warga Vietnam dan Indonesia.
Terjadi cekcok, kapal pun dibawa lari ke tengah laut hingga ditemukan polisi Mauritius dengan kondisi 7 ABK WNI tidak ada lagi di dalam kapal. Namun kapten, mandor, dan ABK yang kesemuanya warga Vietnam ada di dalam kapal.
Kepolisian Mauritius kemudian mengeluarkan surat nomor OB 439/2021 dan nomor 451/2021 tanggal 24 Agustus 2021 yang menyatakan 7 ABK WNI hilang.

Baca juga: Padma: Pemerintah Bertanggungjawab Umumkan Resmi Nasib 7 ABK Hilang di Mauritius
Namun, tidak ada penjelasan kepada keluarga 7 ABK WNI tentang hasil pemeriksaan terhadap kapten, mandor, dan ABK yang kesemuanya warga Vietnam itu.
“Kami mohon kepada Bapak Presiden Republik Indonesia agar pertanyakan kasus ini terhadap negara ASEAN yang warganya terlibat dalam kasus ini supaya bertanggung jawab,” ujar Gabriel.
Keluarga 7 ABK WNI ini sudah menyurati sejumlah lembaga yang dinilai berwenang dan dapat membantu mencari tahu keberadaan mereka. Namun tidak ada jawaban yang memuaskan mereka.
Terakhir mereka melayangkan surat ke Badan Antar Pemerintah ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (AICHR) pada 3 Mei 2023.
KatongNTT.com mengirimkan surat 3 orang tua dari 7 ABK WNI yang hilang ke perwakilan Badan Antar Pemerintah ASEAN untuk HAM, Yuyun Wahyuningrum pada 3 Mei 2023.
Yuyun menjelaskan surat tersebut sudah dikirim ke Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri untuk ditindaklanjuti.
“Penanganan WN memang dilakukan oleh pemerintah yang bersangkutan. Kalau di level ASEAN lebih pada kebijakan regional,” kata Yuyun kepada KatongNTT.com, Senin 8 Mei 2023.

Baca juga: Indonesia Jadi Ladang Perekrutan ABK Bergaji Murah
Mereka bertanya mengapa kapten, mandor, dan ABK yang semuanya warga Vietnam ditemukan hidup di dalam kapal, tapi 7 ABK Indonesia tidak ditemukan di kapal tersebut.
“Kenapa mereka yang selamat tidak ditanya kemana anak-anak kami. Mengapa kami tidak diberi akses untuk tanya mereka,” ujar Gabriel beberapa waktu lalu kepada KatongNTT.com.
Herannya lagi, kata Gabriel, perusahaan yang mempekerjakan 7 ABK WNI itu tidak membayar hak-hak anak mereka sesuai surat perjanjian kontrak kerja.
Gabriel menerima Rp 250 juta sebagai klaim asuransi kematian anaknya, Petrus dari PT Lumbung Artha Segara. Brigita juga menerima Rp 250 juta sebagai klaim asuransi jiwa anaknya, Klaudius dari PT Ade Marina Nusantara.
Adapun 5 ABK lainnya masing-masing menerima Rp 500 juta untuk klaim asuransi kematian atas nama Anton Pradana, Dadan, Gali Chandra Kusuma, Muhamad Jafar, dan Rudi Herdiana.
Sedangkan dalam surat Kepolisian Mauritius, ke 7 ABK WNI dinyatakan hilang (port missing). (Rita Hasugian)