Jakarta – Pemerintah tengah melakukan pemeringkatan skala prioritas bagi daerah yang membutuhkan bantuan alat kesehatan (alkes). Semua Puskesmas dan Posyandu di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ditargetkan sudah menerima alat ultrasonografi (USG) dan antropometri pada tahun 2023.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan itu di laman kemenkopmk.go.id pada Rabu, 25 Januari 2023 yang dikutip KatongNTT.com.
“Kita sedang melakukan pemeringkatan skala prioritas bagi daerah yang membutuhkan bantuan,” kata Menko Muhadjir.
Baca juga: Jokowi Sebut Uang Banyak Tidak Mengatasi Stunting
Selain itu, pihaknya juga mendorong program pelatihan yang terus diintensifkan kepada para petugas yang bekerja di lapangan. Sehingga data yang menjadi acuan pelaksanaan kebijakan tidak berbeda jauh. Hal itu seiring dengan banyak inovasi yang telah dilakukan melalui perubahan mindset dari masyarakat terkait pentingnya pola hidup sehat. Sehingga inovasi harus ditingkatkan dengan salah satunya memanfaatkan sumber makanan lokal.
Menteri Muhadjir menargetkan pada 2023 semua puskesmas dan posyandu di Provinsi NTT sudah menerima alat USG dan antropometri. Penegasan itu ketika Muhadjir mengadakan Roadshow Dialog Stunting dan Kemiskinan Esktrim Menko PMK untuk Provinsi NTT secara daring pada Selasa, 24 Januari 2023.
Pada Roadshow kali ini hadir Pemkot Kupang, serta pemda kabupaten Kupang, Belu, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Flores Timur, Lembata, Manggarai, Manggarai Barat, dan Sabu Raijua.
“Target kita tahun ini untuk Provinsi NTT tidak ada lagi puskemas yang kekurangan alat USG serta tidak ada lagi Posyandu yang belum mendapatkan antropometri,” kata Muhadjir.
Berdasarkan data Studi Survei Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi angka stunting NTT pada tahun 2021 sebesar 37,8 persen. Angka tersebut menjadikan Provinsi NTT sebagai penyumbang tertinggi anak stunting di Indonesia.
Baca juga: Mimo, Susu Kelor Produksi Warga Kota Kupang Jadi Asupan Mengatasi Stunting
Sedangkan untuk data kemiskinan ekstrim sendiri, Provinsi NTT memiliki lima kabupaten prioritas dengan total jumlah rumah tangga miskin ekstrim sebesar 89.410 Kepala Keluarga. Jumlah tersebut tersebar di lima kabupaten, yakni Sumba Timur, Timor Tengah Selatan, Rote Ndao, Sumba Tengah, dan Manggarai Timur.
Wakil Bupati Rote Ndao Stefanus M Saek menjelaskan, terdapat beberapa masalah yang dihadapi terkait dengan upaya penurunan stunting dan kemiskinan ekstrim.
“Yaitu kurangnya kesadaran dari keluarga stunting serta masyarakat penerima Bantuan Langsung Tunia (BLT). (Bantuan ke) masyarakat cenderung dibelanjakan ke barang yang sifatnya destruktif, seperti membeli rokok,” ujarnya.
Permasalahan lain yang tak kalah penting terkait masih kurang tersebarnya ultrasonografi (USG). Dengan alat pendeteksi kehamilan ini diharapkan bisa mengetahui lebih dini kondisi janin. Termasuk penanganan bila ada gejala stunting.
Baca juga: Kemenkes Bakal Terapkan di NTT Strategi Sumedang Turunkan Angka Stunting
Kemudian alat antropometri juga masih cukup kurang tersedia di Posyandu wilayah NTT. Alat ini berfungi sebagai alat ukur dimensi, berat, volume pada tubuh manusia atau pertumbuhan tubuh balita. Hasil pengukuran alat ini sebagai indikasi mengetahui asupan gizi pada anak.
Selain itu, cakupan ketersediaan air bersih dan sanitasi yang layak bagi rumah tangga perlu dioptimalkan lagi. Pemerintah kabupaten/kota di wilayah Provinsi NTT terus melakukan berbagai inovasi dalam pengentasan kemiskinan ekstrim dan penurunan angka stunting.
Demikian juga Bupati Malaka Simon Nahak mengutarakan inovasi berupa pelaksanaan berbagai program seperti Program Keluarga Malaka Mandiri (PK2M) dan Gerakan Elminiasi Masalah Anak Stunting (GEMAS).
Ia juga berharap adanya dukungan dari pemerintah pusat terkait bantuan akses permodalan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) setempat. Begitu juga akses terhadap layanan dasar seperti penyediaan air bersih, sanitasi layak, dan penyediaan internet. (K-2)