Kupang – Pengadilan banding Malaysia tentang kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang dialami Meriance Kabu berdampak pada penegakan hukum di negara ini.
Dalam persidangan prima facie Mahkamah Sesyen, Ampang di Kuala Lumpur, Malaysia 30 Juli 2024 memutuskan terdakwa Ong Su Ping Serene dan Sang Yoke terbukti melakukan TPPO dan pelanggaran keimigrasian. Namun kedua majikan Meriance ini dilepaskan hakim dari dakwaan penyiksaan dan percobaan pembunuhan. Alasan majelis hakim, jaksa pendakwa tidak dapat menghadirkan alat bukti utama yakni rekaman CCTV dan tang yang digunakan untuk menyiksa Meriance secara keji.
Baca juga: Jalan Panjang Mariance Kabu, Korban TPPO Menggapai Keadilan
“Majikan saya menyiksa saya selama 8 bulan, direkam CCTV rumah majikan. Majikan siksa saya pakai tang, cabut gigi saya,” kata Meriance saat kenferensi pers di kantor IRGC, Kupang, Selasa, 6 Agustus 2024.
Peristiwa keji yang dialami Meriance 10 tahun lalu ini bergulir ke sejak dua tahun lalu setelah mendapat desakan dari berbagai elemen masyarakat sipil dan pemerintah Indonesia. Ini sebuah sinyal positif untuk mendapatkan keadilan bagi dirinya.
Putusan banding ini memperkuat putusan pengadilan tingkat pertama tahun 2017 yang menyebut majikan Meriance tidak dibebaskan dari hukuman. Sewaktu-waktu kasus ini dapat dibuka kembali.
Putusan banding majelis hakim Malaysia itu, kata Meriance, seharusnya bisa menjerat jejaring pelaku utama di Indonesia. Dia menjelaskan, dia direkrut untuk bekerja di Malaysia oleh PT Malindo Mitra Perkasa. Direktur Utama perusahaan yang berlokasi di Depok, Jawa Barat adalah Arianisti Zulhanita Putri Basry.
Arianisti yang pernah menjadi Putri Depok 2010 dan Putri Indonesia Favorit 2011 dari Jawa Barat ini, tak kunjung dimintai pertanggungjawaban hukum atas peristiwa keji yang dialami Meriance. Padahal Menteri Tenaga Kerja M. Hanif Dhakiri telah mencabut izin PT Malindo Mitra Perkasa karena terbukti melakukan pelanggaran berat dan merugikan TKI.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan PT Malindo terbukti melakukan beberapa pelanggaran berat sehingga akhirnya diputuskan untuk mencabut surat izin PT Malindo,” kata Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Reyna Usman di Jakarta. (Hukum Online).
Baca juga: Mariance Kabu, PMI yang Disiksa di Malaysia Surati Jokowi
Perlakuan tidak manusiawi terhadap pekerja migran Indonesia dilakukan di penampungan di kantor cabang PT Malindo Mitra Perkasa. Tepatnya di Jalan HTI RT 09 RW 007 Kelurahan Maulafa, Kecamatan Kota Maulafa, Kota Kupang.
Selain itu, surat izin pengerahan PT Malindo Mitra Perkasa berlaku sejak 22 April 2014 hingga 22 Oktober 2014 untuk merekrut calon TKI di NTT untuk ke Malaysia. Tapi perusahaan ini tetap melakukan rekrut TKI meski masa berlaku izinnya sudah habis.
Menurut Pendeta emeritus Emmy Sahertian yang selama ini mendampingi Meriance, sekalipun perusahaan sudah dicabut izinnya, bukan berarti proses hukum terhadap direksi terhenti. Putusan banding hakim Malaysia dapat dipakai aparat penegak hukum di sini untuk mengejar para otak pelaku kejahatan.
Ketua Dewan Pembina Padma Indonesia, Gabriel Goa mendukung pernyataan Pendeta Emmy Sahertian Menurutnya, putusan banding Malaysia ini sebagai pintu masuk untuk menuntut pertanggungjawaban hukum untuk aktor intelektualnya.
“Selama ini hanya pelaku lapangan yang dihukum. Belum pernah disentuh aktor intelektualnya,” kata Gabriel kepada KatongNTT, Kamis, 8 Agustus 2024.
Sehubungan pemerintah telah membentuk gugus tugas penangangan masalah TPPO, Gabriel menuntuk Kapolri sebagai pemimpin gugus tugas penanganan TPPO untuk memproses hukum para pelaku. Meriance Kabu sebagai korban jejaring pelaku TPPO, ujar Gabriel, dapat menjadi whistle blower untuk mengungkap jaring otak pelaku hingga pelaku lapangan.
Baca juga: Kenali Lima Ciri-ciri Perekrutan PMI Non Prosedural
Bersamaan itu, jaringan TPPO di Malaysia juga dapat dibongkar berdasarkan putusan banding hakim negara jiran ini.
“Aktor utama di Indonesia, di Malaysia sebagai user seperti agen yang menampung Meriance sebelum diserahkan ke rumah majikannya,” kata Gabriel.
Menurut Gabriel, masyarakat sipil perlu melakukan tekanan politik ke Malaysia untuk membongkar jaringan TPPO. Sebagai payung gerakan sipil ini adalah Konvensi ASEAN mengenai TPPO dan kedua negara merupakan anggota ASEAN. Langkah ini juga menjadi upaya bersama untuk memerangi TPPO di kawasan ASEAN. *****