Ajaobaki – “Saya penjual di pasar. Jualan hasil bumi di Ajaobaki sini. Sekarang saya punya 33 macam produk pangan lokal,” kalimat ini dilontarkan Meriana Kase Pinat, ketua kelompok Wanita Tani Suka Maju desa Ajaobaki.
Semuanya bermula ketika suaminya terpilih menjadi Kepala Desa Ajaobaki, Kabupaten Timor Tengah Selatan pada 2013. Meriana pun menyandang jabatan sebagai ketua PKK.
Dengan tanggung jawab yang diemban, Meriana kemudian mengubah rutinitasnya. Awalnya menjual bahan pangan di pasar, kini dia mengolah bahan pangan yang berlimpah di desanya itu menjadi produk yang lebih bernilai jual tinggi.
“Saya bilang lebih baik yang saya jual di pasar saya olah menjadi keripik,” kata Meriana.
Baca Juga: Rina Doa Maksimalkan Medsos Jadi Outlet Online UMKM
Selain keripik, kelompoknya memproduksi aneka stik, kain tenun, kacang-kacangan, minuman herbal instan, dan berbagai aksesoris. Semuanya ini diproduksi oleh anggota masyarakat desa.
Sehingga dengan bekerjasama bukan hanya sumber daya alamnya saja yang diberdayakan, namun sumber daya manusianya pun bisa berdaya.
Sebanyak 12 pekerja tetap bekerja di rumah produksi. Mereka terdiri dari ibu-ibu dan remaja perempuan. Yang lainnya bekerja dari rumah.
“Tiap tanggal 16 kelompok-kelompok dari empat dusun yang ada bawa kain tenun mereka untuk kita jual. Di bulan depan mereka ambil hasil,” jelas perempuan 46 tahun ini.
Dengan modal awal Rp2,5 juta, Meriana mulai menggerakkan kelompoknya. Produk mereka sudah diedarkan di sedaratan TTS, di toko- toko oleh-oleh di Kupang dan di Dekranasda NTT, serta di luar NTT.
Pendapatan mereka menembus Rp300 juta setiap tahunnya.
“Kalau hitung per bulan itu (penghasilan) Rp30an koma (juta),” kata Meriana.
Desa mereka yang memang berada pada jalur menuju tempat wisata populer seperti Fatumnasi dan Gunung Mutis, membuat tempat mereka dapat disebut jadi pusat oleh-oleh di TTS, terkhususnya di Kecamatan Mollo Utara.
Lokasi yang strategis ini pun mereka pakai untuk sekaligus membangun satu kafe.
Menu yang ditawarkan pun adalah produk-produk mereka. Bertempat di daerah dingin, minuman hangat seperti kopi jahe, jahe susu dan kunyit jadi menu andalan mereka.
Dengan pohon-pohon rindang di belakang rumah produksi dengan kabut tipis yang menyelimuti daerah itu, pemandangan indah dapat dilihat dari dalam kafe. Jadi referensi tempat pemberhentian bagi para wisatawan untuk sejenak melepas lelah.
Baca Juga: Minim Serapan Produk UMKM, Kadin NTT Panggil Indomaret dan Alfamart
Oleh karena pemberdayaannya yang maksimal, kelompok tani mereka terpilih menjadi juara 1 dalam festival desa Binaan Bank NTT pada 2021. Mereka mendapat hadiah sebesar Rp 250 juta.
“Jadi kami pakai uang itu tambah ruang produksi di belakang,” cerita Meriana.
Meski telah mendapat banyak keuntungan dan usaha mereka maju, namun Meriana menyebut ia dan kelompoknya masih terus belajar dan belajar.
Ia mengatakan masih banyak ilmu yang mereka perlukan untuk makin memberdayakan potensi yang mereka punya.
“Hambatan itu pasti. Pengolahan-pengolahan ini masih manual. Terus kami juga masih butuh pelatihan-pelatihan untuk camilan yang lain. Kebun kita itu ada banyak macam yang kita belum olah,” pungkasnya.