Kupang – Sebanyak tujuh bahasa daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) akan direvitalisasi Kantor Bahasa Provinsi NTT tahun 2023 ini. Tujuh bahasa dimaksud adalah Bahasa Manggarai, Dawan, Kambera, Rote Abui, Adang dan Kabola.
Revitalisasi ini sendiri dilakukan setelah pemetaan bahasa, pengukuran daya hidup atau vitalitas bahasa dan upaya konservasi bahasa. Seluruh proses ini dimotori Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI.
Kepala Kantor Bahasa Provinsi NTT, Elis Setiati, menyampaikan sejak 2022 terdapat 5 bahasa yang mulai direvitalisasi yaitu Bahasa Manggarai, Dawan, Kambera, Rote dan Abui. Kemudian pada 2023 ditambah dengan Bahasa Adang dan Kabola di Kabupaten Alor.
Baca juga: Revitalisasi 5 Bahasa Daerah di NTT Sasar Anak Muda
Elis menyampaikan ini dalam rapat koordinasi pelindungan bahasa daerah di Provinsi NTT Tahun 2023. Rapat yang membahas soal pedoman revitalisasi bahasa daerah di NTT ini berlangsung di Hotel Neo Aston Senin 27 Maret 2023.
“Maka pada tahun 2023 ini terdapat 7 bahasa daerah yang akan direvitalisasi oleh Kantor Bahasa NTT” kata Elis.
Terdapat 10 kabupaten sasaran revitalisasi ini. Untuk Bahasa Dawan yaitu di Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU) dan Kabupaten Kupang. Untuk Bahasa Manggarai yaitu di Kabupaten Manggarai Timur, Manggarai dan Manggarai Barat. Sedangkan Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Tengah untuk Bahasa Kambera.
Lalu Kabupaten Rote Ndao untuk bahasa Rote dan Kabupaten Alor untuk bahasa Abui Adang dan Kabolang.
Pembinaan penutur muda bahasa daerah ini akan dilakukan mulai dari sekolah hingga keluarga. Kemudian untuk pelatihan tingkat guru utama atau master akan melibatkan 16 mentor atau narasumber dari 7 bahasa yang akan direvitalisasi. Para guru utama akan dilatih sebagai fasilitator untuk mengimplementasikan pembelajaran bahasa daerah di sekolah SD dan SMP maupun komunitas masyarakat.
“Target pelatihan guru utama ini sendiri yaitu 251 sampai 275 orang dan target partisipan sebanyak-banyaknya,” ungkap dia.
Baca juga: Kisah Ana Paji Pakai Bahasa Ibu Didik Siswa di Pedalaman Sumba
Staf Khusus Gubernur NTT Bidang Pendidikan, Professor Willi Toisuta, mengatakan bahasa daerah di NTT sedang tidak aman atau tengah terancam punah. Hal ini dilihat dari jumlah penutur yang sangat sedikit.
“Karena jumlah penuturnya semakin sedikit. Kondisi ini menjadi situasi yang perlu diperhatikan masing-masing pewaris bahasa itu,” sebut dia.
Menurutnya bahasa daerah adalah identitas dan penghubung antara generasi sekarang dan generasi terdahulu yang perlu dipertahankan. Tujuan utama revitalisasi adalah untuk mentransmisikan bahasa kepada mereka yang tidak mengetahuinya dan mendorong, baik pengguna bahasa maupun pelajar, untuk menggunakannya dalam serangkaian situasi yang beragam.
Upaya-upaya yang diarahkan untuk menggunakan kembali bahasa-bahasa yang terancam ini juga berbeda dalam bentuk dan intensitasnya. Ada yang melalui instruksi dalam kosakata dasar bahasa atau koleksi publikasi linguistik, catatan lapangan dan corpora linguistik untuk penggunaan pedagogis, penciptaan sistem penulisan, pengembangan kamus dan buku teks berdasarkan kebutuhan pendidikan masyarakat pidato.
Baca juga: Friets Mone Merawat Budaya Sabu Melalui Kamus
Cara lainnya juga melalui persiapan audio dan rekaman video, pengajaran bahasa formal, organisasi kamp bahasa dan pendirian sekolah imersi. Ia berharap generasi muda dapat menggunakan bahasa daerah dan untuk seterusnya ditransmisikan dengan baik.
Upaya yang perlu dilakukan pemerintah adalah melalui sekolah, komunitas, dan atau keluarga. Untuk itu diperlukan pedoman dan petunjuk teknis revitalisasi bahasa daerah melalui pertemuan tersebut.
Ada sebanyak 718 bahasa daerah di seluruh Indonesia. Untuk NTT sendiri terdapat 72 bahasa lokal dan Kabupaten Alor menjadi daerah penyumbang terbesar bahasa daerah di NTT yaitu 30 bahasa lokal. UNESCO sendiri memperkirakan terdapat 3.000 bahasa daerah lokal di dunia yang akan punah sehingga pelestarian bahasa daerah perlu dilakukan. (Putra Bali Mula)