Kupang– Lembaga publik atau dinas-dinas yang menutup informasi kepada publik secara sengaja dapat dijatuhi hukuman penjara 1 tahun dan denda sebesar Rp5 juta.
Hal ini tercatat dalam UU RI No. 14 tahun 2008 pasal 52 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Bahwa Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara breakInformasi Publik yang wajib diumumkan secara sertamerta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan UndangUndang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 juta.
Beberapa lembaga di Nusa Tenggara Timur (NTT) sendiri masih kedapatan berbelit-belit dalam memberi informasi publik.
Baca Juga: NTT Jadi Provinsi Dengan Penindakan Korupsi Terbanyak Ketiga di Indonesia
Hal ini diketahui dari asesmen terhadap implementasi keterbukaan informasi di Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) di NTT.
Asesmen ini dilakukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), yang bekerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) NTT.
Penelitian yang dilakukan pada tiga lembaga di NTT ini kemudian mendapati jika ada proses panjang yang harus dilalui publik untuk mendapat informasi dari lembaga terkait.
Ada butuh beberapa klarifikasi terlebih dahulu dan bahkan sampai adanya mediasi sengketa informasi publik di komisi Infomasi Publik.
Baca Juga: Keterbukaan Informasi Lembaga Publik di NTT Lemah dan Tak Ramah Disabilitas
Almas Sjafrina, dari Divisi Pelayanan Publik dan Informasi Birokrasi, ICW menyebut, masyarakat yang belum megenal akan haknya ini yang kemudian membuat lembaga terkait pun menganggap keterbukaan informasi ini tak penting.

Dengan membuat website, lalu medsos mereka kemudian menganggap sudah melakukan tugas mereka. Sedangkan yang terutama ialah informasi-informasi penting bagi publik yang harusnya transparan.
Didukung oleh sanksi yang masih lemah, membuat lembaga-lembaga jadi semena-semena akan hak rakyat atas informasi ini.
“Harusnya ini dimaknai sebagai hak. Bukan kepentingannya apa sehingga dihambat-hambati masyarakat mendapat haknya atas informasi.
Ini tidak dianggap serius oleh lembaga publik karena sanksinya itu tidak benar-benar mengganggu kepentingan mereka,” ujar Almas dalam Media Briefing Keterbukaan Informasi Publik, Jumat 15/12/2023.
Baca Juga: Mahfud MD Sebut Keterbukaan Informasi Cegah Kisruh di Pemilu
Jelasnya, keterbukaan informasi ini menjadi hal penting agar publik dapat mengawasi dan memantau kerja-kerja lembaga publik guna mengurangi angka korupsi.
Keterbukaan informasi terkhususnya soal Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) dari lembaga publik merupakan informasi publik yang wajib disampaikan pada masyarakat.
Setidaknya enam bulan sekali paling lambat oleh lembaga atau badan publik.
Hal ini berdasar pada Peraturan Komisi Informasi (PerKI) No.1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik (SLIP).***