Kupang – Kasus suami membakar istrinya pada 27 November 2024 di rumah mereka memasuki babak baru. Pengadilan Negeri Kupang telah menjadwalkan bahwa sidang perdana Gabriel Sengkoen, terdakwa pembakar istrinya, Mbati Mbana diadakan pada Kamis, 13 Februari 2025.
Majelis hakim yang terdiri dari Harlina Rayes sebagai ketua dan Sisera Semida Naomi Nenohayfeto, dan Seppin Leiddy Tanuab sebagai anggota akan memimpin sidang ini.
Baca juga: Anak Balita Akan Bersaksi di PN Kupang tentang Ibunya Dibakar Bapaknya
Jaksa penuntut dari Kejaksaan Negeri Kota Kupang Rindaya Sitompul dalam tuntutannya menjerat Gabriel melakukan penganiayaan hingga korban meninggal dan kejahatan dalam rumah tangga. Jika terbukti bersalah, Gabriel terancam dijatuhi hukuman seumur hidup.
Dalam perkara ini, anak pelaku dan korban berusia 4 tahun akan memberikan kesaksian tanpa disumpah. Balita ini menyaksikan bapaknya menganiaya hingga membakar ibunya di dalam rumah. Gabriel mengaku kepada penyidik bahwa tindakan keji itu dia lakukan dipicu rasa malu atas tagihan penjual ikan kepada istrinya sebesar Rp 20 ribu.
Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Dian Sasmita meminta aparat penegak hukum merujuk pada UU Sistem Peradilan Pidana Anak nomor 11 tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak.
Baca juga: Tersangka Bakar Istri di Kupang Dijerat KUHP, Bukan UU KDRT
“Anak sebagai saksi ini termasuk anak berhadapan dengan hukum yang membutuhkan langkah-langkah perlindungan khusus,” kata Dian kepada KatongNTT melalui pesan Whatsaap pada Kamis pekan lalu.
Menurut Dian, aparat penegak hukum perlu melihat lebih dalam tentang seberapa penting anak tersebut memberikan kesaksian di dalam persidangan nanti.
“Perlu dilihat lebih dalam. Apakah kehadiran anak saksi berumur 4 tahun benar-benar vital posisinya dalam persidangan?” ujar Dian.
Makna vital di sini, menurut Dian adalah meski anak tidak hadir dalam persidangan memberikan kesaksian, maka tidak mengaburkan fakta hukum.
Baca juga: Dipicu Cemburu, Suami Bakar Istri Disaksikan Anaknya
Dian meminta jaksa mempertimbangkan usia anak tersebut dan kondisi psikologisnya. Dia menegaskan, prinsip utama hak anak adalah yang terbaik bagi anak (the best interest of child).
“Prinsip ini harus dipegang jaksa penuntut umum sebelum memutuskan menghadirkan anak saksi di sidang,” kata Dian.
Dian juga menyarankan agar jaksa meminta pendapat profesional yang mendampingi anak saksi seperti psikolog dan pekerja sosial. Pendapat ini diminta sebelum jaksa mengambil pertimbangan untuk menghadirkan anak di pengadilan. Jaksa juga perlu mempertimbangkan dampak dari re-viktimisasi pada anak tersebut. [*]