Kupang – Gabriel Sengkoen, tersangka pembakar istrinya, Mbati Mbana di perumahan BTN Kolhua, Kota Kupang pada 27 November 2024 tidak dijerat dengan Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Penyidik Polres Kota Kupang menjerat Gabriel, 34 tahun dengan pasal 187 ayat 3 KUHP dan pasal 354 KUHP.
Ancaman hukuman untuk dua pasal ini disebut jauh lebih berat dibandingkan UU KDRT nomor 23 tahun 2004.
Menurut Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) Polres Kota Kupang, Trince Sine, UU KDRT tidak digunakan dalam kasus pembakaran Mbati. Alasannya, pasangan ini tidak memiliki buku nikah karena belum menikah resmi, baik secara adat maupun secara agama.
Baca juga: Dipicu Cemburu, Suami Bakar Istri Disaksikan Anaknya
“Tersangka tidak punya buku nikah,” kata Trince kepada KatongNTT pada Kamis , 5 Desember 2024.
Berdasarkan Pedoman Kejaksaan nomor 1 tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana, bukti pernikahan tidak hanya buku nikah. Namun pembuktiannya dapat dilakukan dengan keterangan saksi-saksi, pernyataan lembaga tertentu dan surat-surat lainnya.
Dalam Pedoman Kejaksaan nomor 1 tahun 2021 huruf D. 1. h berbunyi:
Untuk pembuktian tindak pidana yang terkait perkawinan maka dokumen pencatatan perkawinan atau salinannya bukan merupakan satu-satunya alat bukti yang sah untuk membuktikan perkawinan.
Meski tidak menggunakan UU KDRT, menurut Trince ancaman hukuman tersangka Gabriel dengan pasal 187 ayat 3 KUHP jauh lebih berat daripada UU KDRT. Pelaku pembakaran istri tersebut diancam hukuman seumur hidup atau paling lama 20 tahun penjara.
“Ancaman hukumannya seumur hidup, atau paling lama 20 tahun penjara,” ujar Trince.
Baca juga: Pria di Manggarai Aniaya Anak dan Bakar Istrinya
Berikut isi pasal 187 KUHP : Barang siapa dengan sengaja menimbulkan kebakara, ledakan atau banjir, diancam:
- dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya umum bagi barang.
- dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain.
- dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang mati.
Untuk pasal alternatif, polisi penyidik menggunakan pasal 354 KUHP tentang penganiayaan berat yang isinya sebagai berikut:
- Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dihukum karena menganiaya berat, dengan hukuman penjara selama-lamanya delapan tahun.
- Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya, si tersalah dihukum penjara selama-lamanya sepuluh tahun.

Bocah 4 tahun Bersaksi: Bapak Bakar Mama
Gabriel membakar istrinya, Mbati dipicu rasa cemburu sebagaiman diungkap korban saat berada di ruang tindakan IGD RSUD WS Johannes Kupang pada 27 November 2024 sore. Korban yang mengalami luka bakar parah di bagian wajah hingga tubuh sempat memberikan keterangan kepada aparat kepolisian sebelum kemudian Mbati dipindah ke ruang ICU.
Petrus Mehang yang melaporkan perbuatan keji Gabriel ke Polres Kota Kupang menjelaskan kepada KatongNTT, 4 Desember 2024 bahwa anak bungsu korban berusia 4 tahun telah memberikan kesaksian kepada polisi.
Baca juga: Mama Medi, Pejuang Lingkungan di TTU Ketakutan atas Ancaman akan Dibunuh Suami
“Bapak bakar mama,” ujar Petrus, mewakili keluarga korban, menirukan ucapan bocah laki-laki tersebut.
Trince membenarkan anak bungsu korban telah memberikan kesaksian kepada penyidik. Namun dalam memberikan kesaksian, bocah tersebut tidak disumpah. Sesuai peraturan, ujarnya, anak di bawah usia 15 tahun dapat memberikan kesaksian tapi tidak disumpah.
Dalam kesaksian itu, bocah tersebut mengatakan bapaknya menyiramkan minyak tanah ke badan mamanya, Mbati Mbana, lalu membakarnya.
“Bapak siram minyak tanah ke badan mama,” ujar Trince mengutip kesaksian bocah itu.
Sedikitnya 5 orang telah memberikan kesaksian atas peristiwa sadis tersebut. Namun Gabriel belum juga mengakui perbuatan keji itu kepada istrinya.
“Keterangannya masih berbelit-belit, tidak mengakui perbuatannya. Tidak mau tanggung jawab jadi membuat alibi-alibinya sebut istrinya bakar diri, lalu kompor meledak,” ujar Trince.
Penyidik juga sudah melakukan prarekonstruksi di lokasi rumah korban di BTN Kolhua pada 4 Desember lalu. Dua hari sebelumnya, keluarga membawa jenazah Mbati Mbana yang dibakar suaminya ke RSUP Ben Mboi, Kupang untuk diotopsi.
Peristiwa keji suami membakar istri telah menambah jumlah kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak di NTT. Dalam tiga tahun terakhir lebih dari 3.000 jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi di 21 kabupaten dan kota. Jumlah terbanyak terjadi di Kota Kupang, sekitar 600 kasus periode 2022-20024. [*]