Kupang – Seorang anak balita akan bersaksi di Pengadilan Negeri Kota Kupang tentang tindakan keji bapaknya terhadap ibunya. Tindakan keji Gabriel Sengkoen yang membakar istrinya , Mbati Mbana pada 27 November 2024 disaksikan anak bungsu mereka.
Peristiwa kekerasan dalam rumah tangga ini terjadi di rumah pelaku di BTN Kolhua, Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur bertepatan dengan Pilkada NTT.
Mbati Mbana meninggal dalam perawatan di ruang ICU RSUD Prof Dr WZ Johannes Kupang pada jam 13.33 WITA setelah 4 hari dirawat intensif.
Jaksa penuntut dari Kejaksaan Negeri Kota Kupang, Rindaya Sitompul menjelaskan, anak tersebut akan memberikan kesaksian tanpa disumpah. Sesuai hukum pidana , saksi dengan usia dewasa saja yang wajib disumpah di hadapan majelis hakim.
Baca juga: Dipicu Cemburu, Suami Bakar Istri Disaksikan Anaknya
“Anak tidak disumpah tapi kesaksiannya sebagai petunjuk selama ada korelasinya dengan alat bukti, “ kata Rindaya kepada KatongNTT, Senin, 3 Februari 2025.
Anak laki-laki berusia 4 tahun itu menyaksikan secara langsung kekejaman Bapaknya memukuli hingga membakar ibunya. Anak ini kemudian berlari keluar rumah meminta pertolongan warga. Warga bergegas ke rumah pelaku.
Berdasarkan penjelasan warga kepada KatongNTT, Mbati berteriak memanggil nama tetangga sebelah rumahnya untuk meminta bantuan. Warga kemudian mendobrak rumah yang sudah dipenuhi asap hitam pekat. Mereka menemukan Mbati tertelungkup di bawah kursi dengan luka bakar.
Warga segera menyelamatkan nyawa Mbati Mbana dengan membawanya ke RSUD Prof. Dr. WZ Johannes Kupang. Korban dengan luka bakar 80 persen meninggal di ruang ICU pada jam 13.33 WITA setelah 4 hari dirawat intensif.

Motif Gabriel membakar istrinya, menurut Rindaya, dipicu rasa malu dan sakit hati setelah ada orang menagih uang pembelian ikan Rp 20 ribu ke istrinya. Saat itu pelaku hanya punya uang Rp 5 ribu.
“Terdakwa juga mengakui sering bertengkar dengan istrinya,” kata Rindaya.
Atas perbuatan kejinya, Gabriel Senkoen dijerat pasal 187 KUHP, pasal 351 ayat 3 KUHP, dan pasal 44 ayat 3 Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
“Ancaman hukumannya seumur hidup, 20 tahun dan maksimum 15 tahun untuk UU KDRT,” kata Rindaya yang juga sebagai Kepala Seksi Intel Kejari Kota Kupang.
Baca juga: Tersangka Bakar Istri di Kupang Dijerat KUHP, Bukan UU KDRT
Sebelumnya, penyidik Kepolisian Polres Kota Kupang menjerat pelaku dengan pasal 187 KUHP dan pasal 354 KUHP. Penyidik tidak memasukkan UU KDRT dengan alasan pelaku dan korban belum menikah secara resmi sehingga tidak memiliki buku nikah.
Rindaya menjelaskan, pasal 44 UU KDRT dicantumkan dalam perkara ini karena faktanya pelaku dan korban sudah tinggal satu rumah dan memiliki dua anak. Hal itu diperkuat dengan surat keterangan Kelurahan Kolhua bahwa pelaku dan korban sudah satu rumah sejak lama.
Sejumlah alat bukti akan dihadirkan di persidangan di Pengadilan Negeri Kupang dalam waktu dekat ini. Seperti jerigen minyak tanah, pakaian yang dikenakan terdakwa Gabriel Sengkoen dan korban, surat visum, surat otopsi, dan keterangan saksi.
Peter Mehang mewakili keluarga korban mengatakan, pihaknya berharap sidang segera dilaksanakan secara sederhana, biaya ringan, dan memenuhi asas kemanfaatan, kepastian dan keadilan hukum.
“Kami dari keluarga korban mengharapkan semoga sidangnya dipercepat, artinya sidang sederhana biaya ringan dan cepat diselesaikan. Asas kemanfaatan, kepastian dan keadilan hukum bisa tercapai dalam kasus ini. Kepada Pengadilan Negeri Kupang, semoga persidangan berjalan lancar dan majelis hakim memberikan hukuman yang seadil-adilnya,” kata Peter kepada KatongNTT, Selasa, 4 Februari 2025.
Dia juga meminta pelaku, Gabriel Sengkoen untuk berbicara jujur di persidangan. Peter menjelaskan kepada keluarga pelaku bahwa pihak keluarga korban tidak menyimpan dendam atas perbuatan keji terdakwa terhadap Mbati Mbana.

Baca juga: Femisida di NTT, Saksi Ungkap Penganiayaan Sadis Albert Solo terhadap Istrinya, Maria Mey
“Kami tidak dendam pada keluarga pelaku. Kami hanya kecewa dan sangat menyesal terhadap kehilangan saudara terkasih kami, Mbati Mbana. Kami tidak terima atas perbuatan pelaku,” kata Peter.
Berikut uraian isi pasal KUHP dan UU Penghapusan KDRT untuk perkara terdakwa Gabriel Sengkoen yang membakar istrinya, Mbati Mbana hingga berujung tewas.
- Pasal 187 KUHP : Barang siapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam:
- dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya umum bagi barang.
- dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain.
- dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang mati.
- Pasal 351 KUHP tentang tindak pidana penganiayaan yang berakibat luka berat dan meninggal.
Ayat 3: jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. - Pasal 44 UU Penghapusan KDRT tentang KDRT berupa perbuatan kekerasan fisik yang berakibat pada luka, sakit, luka berat hingga kematian.
Ayat 3: Dalam hal perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 2 yang mengakibatkan matinya korban, dipidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp 45 juta. [*]