Kupang – Biadab. Iblis. Begitulah makian dan umpatan sejumlah penjenguk Mbati Mbana, 41 tahun di ruang ICU RSUD Prof.Dr. WZ. Johannes Kupang pada hari Minggu, 01 Desember 2024 siang. Mereka tak mampu menahan amarah mengetahui Mbati dibakar suaminya di dalam rumah mereka pada Rabu, 27 November 2024 sore.
Sebagian besar penjenguk korban KDRT ini adalah perempuan, baik itu tetangga korban di BTN Kolhua, keluarga korban, maupun tamu pasien lainnya yang dirawat di ruang ICU. Ibu dua anak ini kemudian dilarikan ke RSUD Johannes oleh tetangganya, Fernando dengan mobil miliknya.
Fernando meminta suami korban untuk ikut bersamanya ke rumah sakit. Mbati yang awalnya dibawa ke IGD lalu dipindahkan ke ruang ICU pada malam harinya.
Baca juga: Ribuan Kasus Kekerasan Menimpa Perempuan di NTT, Mengapa?
Saat KatongNTT menjenguk korban di ruang ICU, Minggu, 1 Desember 2024 tampak hampir semua bagian tubuh Mbati dibalut perban putih. Bagian wajah, telinga, leher, hingga kepala hitam bekas dibakar. Cairan berwarna kekuningan menempel di perban.
Mbati tidak sadarkan diri sejak dirawat di ruang ICU.
“Sekitar 80-85 persen bagian tubuhnya terbakar,” kata seorang perawat yang berjaga pada Minggu kepada KatongNTT .
Air mata mengalir membayangkan penderitaan panjang perempuan asal Sumba Timur ini. Tak terbayangkan kekejaman pelaku, Gabriel Sengkoen, 34 tahun.
Petrus Mehang, keluarga korban mengatakan, rasa cemburu tak beralasan membuat pelaku marah tak terkendali. Pelaku mencurigai istrinya punya rasa dengan penjual ikan keliling di perumahan BTN Kolhua.
Sepulang memberikan suara di TPS karena hari itu Pilkada serentak, Gabriel yang membonceng Mbati langsung menyuruh istrinya masuk rumah. Dia lalu mengunci pintu depan dan pintu belakang. Pertengkaran berlanjut. Gabriel menampari dan memukuli Mbati berulang kali hingga terjengkang, lalu mengambil minyak tanah dan menyiramkan ke kepala hingga badan istrinya itu yang terduduk di sofa.
Pelaku tidak menyadari anak bungsu mereka berusia 4 tahun menyaksikan kekejaman bapaknya.
“Mama In, tolong saya,” ujar Mbati menahan sakit yang amat sangat. Korban meminta bantuan Yenni, tetangga yang bersebelahan rumah dengan korban. Asap sudah membumbung, sehingga Yenny dan suaminya bergegas mencari air untuk memadamkan api.
Agus dan tetangga lainnya mendobrak pintu depan rumah korban untuk memadamkan api. Saat itu, mereka tidak terpikir Mbati dibakar suaminya.

Baca juga: Perempuan NTT dalam Lingkaran Kemiskinan Panjang dan Tradisi yang Membebani
Agus kemudian melihat Mbati duduk di sofa dengan kondisi tubuh hitam terbakar. Kaget dan tak sanggup menyaksikan kekejian itu, Agust berlari keluar rumah. Para tetangga pun ramai-ramai menyelamatkan Mbati.
Fernando yang sedang tidur terbangun mendengar teriakan kebakaran. Dia bergegas lari tanpa mengenakan baju ke rumah korban. Menyaksikan warga ramai di pintu depan berusaha memadamkam api , Fernando memutuskan masuk melalui pintu belakang rumah. Saat mendobrak pintu belakang, dia melihat Gabriel yang spontan mengangkat kedua tangannya. Fernando mencurigai pria asal Kefamenanu, KabupatenTimor Tengah Utara ini bermaksud melarikan diri.
Fernando kemudian bergegas ke arah sumber api. Betapa kagetnya dia menemukan Mbati terduduk di lantai dengan posisi hampir tertelungkup. Suara Mbati masih terdengar meminta pertolongan. Spontan Fernando berbalik menuju rumah untuk menghidupkan mobil dan membawa korban ke rumah sakit. Dia meminta Gabriel mengikutinya.
Setiba mobil berada di pintu depan, Fernando berusaha mengangkat tubuh Mbati. Dia kaget karena Mbati mampu berjalan sendiri menuju mobil dan kemudian duduk di dalam mobil. Fernando memaksa Gabriel ikut untuk membawa istrinya ke RSUD Prof Dr.W S Johannes Kupang.
Dalam perjalanan, Gabriel menyebut istrinya membakar dirinya sendiri. Pelaku berusaha memutarbalikkan fakta. Ternyata, menurut Petrus Mehang, pelaku juga memutarbalik fakta saat memberikan keterangan kepada dokter di IGD. Dia menyebut kompor meledak dan mengenai tubuh istrinya.
“Dokter saat itu tidak percaya,” ujar Petrus.
Baca juga: Dilema Korban KDRT, Melaporkan atau Patuhi Perintah Agama
Beberapa menit di ruang IGD, pelaku tak menunjukkan sikap peduli kepada istrinya. Polisi tiba di ruang IGD dan langsung menangkap pelaku.
Mbati meninggal setelah 4 hari dirawat di ruang ICU.
Sekitar hampir 1 jam di ruang ICU, beberapa perawat keluar dan meminta keluarga masuk untuk menyaksikan kondisi Mbati yang kritis. Para perawat berjibaku menyelamatkan nyawa korban. Tepat jam 13.13 WITA, Mbati Mbana menghembuskan nafas terakhirnya setelah dirawat selama 4 hari.
Seketika itu pecahlah suara ratapan tangis memanggil-manggil nama Mbati. Tangis mereka mencampur amarah besar kepada pelaku .
“Mama Mbati… aduh Tuhan e… Mama Mbati, sedih sekali,” ujar seorang ibu menangis terisak.
Hujan deras yang mengguyur area RSUD Johannes Kupang pada hari pertama bulan Desember seolah ikut meratapi penderitaan panjang Mbati. Kematian Mbati yang tragis menambah panjang daftar korban kekerasan dalam rumah tangga di NTT yang pelakunya adalah suami korban.
Kedua anaknya, yang terbesar berusia 13 tahun dan bungsu berusia 4 tahun kehilangan ibu mereka. Saat ini mereka dirawat oleh keluarga korban. Menurut Petrus Mehang , kedua putra Mbati akan mendapat perawatan mental dari psikolog yang disediakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang.
“Anak yang bungsu yang trauma berat karena dia yang menyaksikan bapaknya membakar mamanya. Anak ini memberikan kesaksian kepada polisi. Pelaku sebelumnya memutarbalik fakta. Kami meminta pelaku dijatuhi hukuman seberat-beratnya,” ujar Petrus menahan amarahnya.
Hujan deras mengiringi jenazah Mbati Mbana dibawa keluar dari ruang ICU ke ruang jenazah. Mereka belum memutuskan di mana jenazah anak bungsu dari tiga bersaudara itu dimakamkan. [*]