Kupang – “Mau cerita apa? Saya malu, ”ungkap anak berusia 14 tahun ini mengenang peristiwa biadab yang menimpanya pada 2 April 2025. Saat itu hari kedua Idul Fitri di mana dia ditangkap, dianiaya, diikat tangannya, ditelanjangi untuk kemudian diarak keliling kampung.
Dia dipergoki masuk ke dalam rumah Kepala Desa Normal 1, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, saat mau mengambil alat cukur rambut listrik. Penjaga rumah yang merupakan tetangga Kades memergoki dia masuk ke dalam rumah lalu berteriak. Kades sedang berada di kebunnya.
Baca juga: Kisah Remaja Bakar Diri di Maumere, Teman Bermain Ungkap Kebejatan Pelaku
Remaja ini pun bergegas keluar dari jendela rumah dan berlari ke arah pantai tanpa membawa alat cukur tersebut. Seorang petugas perlindungan masyarakat (linmas), Lukman Lamri yang mengejarnya kemudian menangkapnya dan memukulinya di pantai.
Bersama Ketua Badan Permusyawaratan Desa Normal 1, Husni Munir, Lukman melucuti pakaian anak itu dan kedua tangannya diikat.
Mereka kemudian mengaraknya keliling kampung sejauh sekitar 500 meter. Seorang ibu memarahi dan menampar wajah korban yang terduduk di pinggir jalan. Beberapa anak menyaksikan peristiwa itu.
Meski diperlakukan tidak manusiawi, korban mengaku tidak mendendam pada para pelaku.
“Tidak dendam. Dong bukan orang lain. Saudara. Saya maafkan mereka,” kata korban kepada KatongNTT pada Minggu, 13 April 2025.
Korban mengaku menyesal atas niatnya mencuri di rumah Kades Normal 1 yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan dirinya.
“Menyesal juga,” kata korban yang pada Minggu sore itu mengenakan peci pemberian istri Wakil Bupati Lembata.
Dia mengakui kenakalannya. Anak ini mengungkapkan bahwa dia bersama beberapa teman sebayanya pernah mencuri uang warga untuk berfoya-foya dan membeli rokok. Tapi tidak untuk membeli minuman keras.
“Saya tidak beli moke (minuman keras khas NTT-red). Saya tidak minum,” ujar anak yang sejak balita telah ditinggalkan orangtuanya untuk bekerja di Malaysia.
Baca juga: Dipicu Cemburu, Suami Bakar Istri Disaksikan Anaknya
Pelaku sempat menawarkan damai
Maria Loka, pendiri LSM Permata menjelaskan, setelah menyaksikan video tentang anak yang telanjang diarak keliling kampung di satu grup whatsapp, dia segera menghubungi anggota DPRD dari Daerah Pemilihan Desa Normal 1. Maria bermaksud untuk segera menyelamatkan remaja itu karena hingga keesokan hari, 3 April 2025, belum ada yang menolong anak tersebut.
“Saya pergi dengan anggota DPRD Dapil desa itu,” kata Maria Loka kepada KatongNTT pada 13 April 2025.
Saat ditemui di rumah nenek korban pada 5 April 2025, Maria mendapat informasi bahwa para pelaku melarang korban untuk bertemu dengan orang yang menanyakan peristiwa biadab itu. Para pelaku sempat menawarkan perdamaian dengan keluarga korban setelah video rekaman peristiwa ini disebarkan di media sosial.
Setelah diarak, ujar Maria, para pelaku membawa korban ke kantor Polsek. Mereka melaporkan bahwa korban melakukan pencurian. Selama dua malam korban menginap di Polsek. Setelah polisi mencermati rekaman video yang beredar di masyarakat, kasus ini pun diteruskan ke Polres Lembata.
“Anak ini dibawa pulang ke rumah neneknya hari Senin, 7 April, untuk di BAP (berita acara pemeriksaan) sebagai korban,” kata Maria.
Peristiwa ini sudah di tahap penyidikan. Polres Lembata telah menetapkan lima tersangka yakni Lukman, Husni, Aldin Lamri (guru), Paulus Soba (petani), dan Megawati Putri Orowala (wiraswasta).
Kasat Reskrim Polres Lembata, AKP Donatus Sare mengatakan, kelima tersangka dijerat pasal 80 ayat 1 junto pasal 76 C Undang-Undang no 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Para pelaku juga dijerat pasal 70 ayat 1 subsider pasal 351 ayat 1 KUHP junto pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara, Para pelaku, ujarnya, melakukan tindakan itu secara spontan terhadap korban.
Donatus menjelaskan, penyidik masih memberkas perkara kelima tersangka. “Belum diserahkan ke kejaksaan,” kata Donatus kepada KatongNTT pada Senin, 14 April 2025.
Baca juga: Anak NTT Banyak Derita Kekerasan Psikis
Sebagai bentuk kepedulian, Kapolres Lembata AKBP I Gede Eka Putra Astawa melakukan pemulihan trauma terhadap korban. “Pak Kapolres melakukan trauma healing dengan mengajak anak tersebut jalan-jalan,” ujar Donatus.
Pengacara korban, Nurhayati Kasman kemarin menjelaskan, kelima tersangka diancam hukuman di atas 5 tahun penjara. Polisi, ujarnya, menjerat kelima tersangka dengan pasal KUHP dan Undang-Undang Perlindungan Anak nomor 35 tahun 2014.
Menurut Nurhayati, peristiwa biadab ini baru pertama kali terjadi di Lembata. Dia berharap polisi dapat mengungkap otak yang merancang untuk menganiaya lalu menelanjangi korban untuk kemudian mengaraknya keliling kampung.
“Peristiwa biadab. Anak diperlakukan demikian kejam,” ujar Nurhayati saat diwawancara pada Minggu, 13 April 2025. [*]