Kupang – “Oma, kalau kita pencemaran nama baik, apakah kita dibunuh atau dipenjara?” kata FN kepada neneknya, Kartini Monte. Saat itu FN, remaja usia 15 tahun berbaring di ruang ICU RSUD T.C Hillers, Maumere, Kabupaten Sikka.
Kartini sambil menangis berusaha menenangkan cucunya bahwa tidak ada yang akan dipenjarakan . FN yang sekarat sempat meminta neneknya untuk berhenti menangis.
Itulah percakapan terakhir Kartini dengan cucunya. Berselang beberapa menit, FN menghembuskan nafas terakhirnya pada 24 November 2024. Hampir seluruh tubuhnya mengalami luka bakar.
Baca juga: Guru, Teman, dan Keluarga Terbanyak Jadi Pelaku Kekerasan Seksual Anak di NTT
Kartini mengenang cucunya yang dia rawat sejak usia 7 bulan. FN lahir premature dan tidak merasakan kasih sayang orangtuanya secara utuh. Saat FN berusia 4 tahun, orangtuanya meninggalkan dirinya.
Entah apa yang dipikirkan FN sehingga nekad membakar dirinya di dapur rumah kakek neneknya pada 23 November 2024 malam.
Peristiwa tragis itu terjadi begitu cepat. Dia baru saja diantar pulang mengendarai ojek motor dan diikuti polisi Aipda Iwanuddin Ibrahim yang menjabat sebagai Kapospol Permaan Kecamatan Alok Timur. Dia bersama istrinya ke rumah kakek dan nenek FN.
Polisi yang bertugas di Polres Sikka ini bertujuan berbicara dengan kakek FN, Mulmima, 60 tahun . Setiba di rumah, FN bergegas ke kamar tidurnya. Iwanuddin dan istrinya menemui Mulmima dan Kartini.
“Bapa, Mama tolong ajar anaknya sepertinya anak kalian birahi maunya berhubungan . Ia menggoda saya. Saya sempat menunjukan kemaluan saya ke FN dan mengajak dia untuk lihat dan pegang,” kata Mulmima mengutip ucapan Aipda Iwanuddin saat ditemui KatongNTT di rumahnya di Desa Nangahale pada Selasa, 25 Maret 2025.
Istri Iwanudin menimpali bahwa FN pernah menceritakan tentang apa yang dilakukan Iwanuddin. Dia kemudian mengancam untuk memenjarakan korban dengan tuntutan pencemaran nama baik.
Keduanya mengenal korban karena bekerja sebagai penjaga warung di rumah mereka. FN bekerja serabutan untuk menghasilkan uang. Dia lebih sering menjajakan minuman kemasan dengan berkeliling kampung.

Baca juga: Pelaku Kekerasan Seksual di NTT dari Anak Usia 5 Tahun Hingga Lansia
Mulmina tampak kesal mendengarkan penjelasan Iwanuddin. Namun dia berterimakasih karena dia mengakui perbuatannya.
“Setelah mendengar ucapan pelaku saya kesal dengan perbuatan Iwanudin. Saya mengucapkan terima kasih kepadanya karena saya tidak mendengar perbuatan Iwannudin dari orang lain, tapi dari dia sendiri,” kata Mulmima menangis.
Percakapan yang tidak biasa itu terhenti karena mereka mendengar teriakan histeris dari arah dapur. Mereka lalu bergegas ke dapur dan menemukan tubuh FN terbakar.
“Awalnya saya mendengar bunyi pemantik. Saya pikir dia sedang menjerang air. Namun tiba-tiba ia teriak minta tolong,” kata Mulmina sambil mengusap air matanya.
Saat kakek dan neneknya berusaha memadamkan api yang membakar seluruh tubuhnya, FN yang mengerang kesakitan sempat meminta maaf pada istri Iwanudin.
“Saat api padam dan akan dibawa ke Puskemas, ia meminta maaf ke istri Iwan. Dia bilang: ‘Mama saya meminta maaf’, namun karena panik kami langsung membawanya ke Puskesmas,” ungkap Kartini.
Keesokan hari, Puskemas merujuk FN untuk dirawat di RSUD T.C Hillers Mamumere. Dokter kemudian meminta persetujuan keluarga korban untuk tindakan menyelamatkan nyawa FN. Ahmad Gonzali, paman korban tiba di rumah sakit dan mendapatkan kronologi tentang FN membakar dirinya dari Kartini.
“Saya marah karena tidak diberitahu sejak awal saat korban masih sadar atau belum kritis, biar saya bisa melaporkan masalah ini ke polisi atau pihak lain yang bisa membantu,” kata Gonzali kepada KatongNTT.
Gonzali didampingi ayahnya resmi melaporkan peristiwa pelecehan seksual yang dialami keponakannya ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak Pemerintah Kabupaten Sikka pada 5 Desember 2024.
Setelah menunggu hampir 3 bulan sejak peristiwa kematian FN, Gonzali bersama kakek dan nenek almarhum FN diminta untuk datang ke bagian Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Sikka pada 6 Maret 2025. Mereka dipertemukan dengan Aipda Iwanuddin.
“Pelaku tidak mau mengakui perbuatannya,” kata Gonzali.
Baca juga: Ratusan Anak NTT Alami Kekerasan Seksual, UU TPKS Dinilai Tak Efektif
*****
Aipda Iwanuddin sepertinya lupa tentang adagium hukum bahwa tidak ada kejahatan yang sempurna. Sehingga sekalipun FN sudah tidak dapat memberikan keterangan, kenyataannya FN tidak sendirian menjadi korban Iwanuddin. Namun ada upaya untuk membungkam kesaksian korban , teman bermain almarhum FN.
Berawal ketika keluarga akan melaporkan kasus pencabulan terhadap FN ke Propam Polres Sikka pada 12 Maret 2025. Seorang teman bermain FN, berinisial HM, 15 tahun bersedia memberikan kesaksian di polisi. Selain bersaksi tentang FN, HM ternyata juga korban Ipda Iwanuddin.
Dewi, keluarga dari almarhum FN menjelaskan, HM datang ke rumahnya pada 11 Maret 2025 malam. Remaja setingkat SMP di Desa Nangahale ini ingin ikut melaporkan Iwanuddin karena dia juga korban polisi itu.
“Sebelum kami ke kantor polisi tanggal 11 Maret 2025, HM mendatangi saya dan meminta kami bersamanya untuk melaporkan kelakuan oknum polisi Iwanuddin,” kata Dewi melalui pesan Whatsaap kepada KatongNTT.

HM kemudian menunjukkan kepada polisi yang memeriksanya hasil screenshot percakapan dirinya melalui akun Facebook dan foto Iwanuddin menunjukkan alat kelaminnya.
Dalam percakapan online itu, Iwanuddin mengiming-imingi HM uang Rp 1 juta untuk bersetubuh dengannya di satu hotel di Maumere. Berikut percakapan sebagaimana kesaksian HM kepada polisi di Polres Sikka:
“Tdk kenapa-kenapa juga, hanya sy inginkan kmu, kmu kan masih prawan Ade makanya sy pengen lakuin sma kmu, biar 1 juta sy kasi klo kmu mau Ade, gimana? Coba di pikir-pikir dulu, klao mau kita ke maumere.”
“Jngn dlu pikir bgtu”
“Dari pada kmu kasi gratis di pacarmu, lbih dgn sy ka, sy kan ada uangnya.”
“Sy tdk pernah buat dngn pcr sy.”
“Aman kok kita mainnya di hotel..”
“ Gak akan ada yg tau.”
Baca juga: 218 Pekerja Seks Anak di Lembata Punya Grup Online Sampai Dijual Pacar Sendiri
Polisi menolak keterangan HM dan meminta dia untuk berdiskusi dengan orangtuanya dengan alasan kasus ini merupakan aib keluarga.
Keesokan hari, Gonzali ke rumah Dewi dan menjemput HM untuk bertemu Truk-F, organisasi non-profit Perkumpulan Divisi Perempuan Tim Relawan untuk Kemanusiaan di Maumere. Namun, pertemuan itu diundurke esok hari.
Sekembalinya dari Truk- F, HM dijemput ibunya yang kemudian menceritakan kepada Dewi bahwa rumahnya didatangi lima anggota polisi kemarin malam. Polisi, ujarnya, menanyakan tentang kasus yang diaporkan ke Polres Sikka. Ia menjelaskan bahwa kasus anaknya itu sudah diselesaikan pada Agustus 2024.
“Saat mamanya menjemput HM (15), ia menceritakan kalau ada polisi 5 orang datang di rumah dan meminta penjelasan. Kami tidak tau kalau HM masih menyimpan foto itu (foto Iwanuddin menunjukkan alat kelaminnya-Red),” kata Dewi .
Orangtua HM yang ditemui KatongNTT menjelaskan, masalah anaknya sudah diselesaikan pada Agustus 2024, sehingga dia meminta agar tidak diungkit lagi.
“Masalah anak saya sudah selesai pada Agustus lalu tolong jangan diperpanjang,” kata ayah HM sambil menutup pintu rumahnya.
Ayah HM menolak menjelaskan apa yang dimaksud dengan “sudah diselesaikan”.
Baca juga: Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Sekolah Naik 3 Tahun Terakhir
Seorang staf Desa Nangahale menjelaskan kepada KatongNTT pada 14 Maret 20205, pihak UPTD PPA Sikka dan Kepala Desa Nangahale sempat melakukan pendekatan kepada orangtua HM, namun mereka bersikeras bahwa kasus ini sudah diselesaikan pada Agustus 2024.
Upaya TRUK-F untuk mendampingi HM dalam kasus ini agar diproses secara hukum, tidak mendapatkan restu dari orangtuanya.
Humas Polres Sikka IPTU Yermi Soludale kepada katongNTT melalui telepon mengatakan, kasus HM sedang ditangani Propam Polres Sikka. Iwanuddin sudah dicopot dari jabatanya dan segera mengikuti sidang kode etik.
“Kasusnya sedang ditangani pihak Propam, ia sudah dicopot dari jabatanya dan akan mengikuti sidang kode etik” jelas Yermi Soludale. [Difan/Rita]