Kupang – Polemik Pulau Pasir (Ashmore Reef) yang terletak di perairan Laut Timor, wilayah selatan Indonesia, masih berlanjut. Australia mengklaim menjadikan Ashmore Reef Marine Park sebagai taman laut dan konservasi alam.
Laman resmi pemerintah Australia https://parksaustralia.gov.au menyebutkan Ashmore Reef Marine Park adalah suaka (kawasan konservasi). Yakni konservasi bagi burung laut, burung pantai, penyu laut, duyung, dan banyak spesies laut lainnya. Demikian juga burung laut jambul, burung tropis ekor putih, dan burung frigate yang lebih besar.
“Puluhan ribu burung pantai yang bermigrasi juga muncul untuk mencari makan. Setiap tahun sekitar 100.000 burung laut berkembang biak di sini,’ tulis laman tersebut terkait Pulau Pasir yang dipantau KatongNTT.com, Senin (1/11/2022).
Sejumlah sumber lain menyebutkan bahwa kawasan konservasi itu juga menjadi semacam wisata alam yang ditangani pemerintah Australia. Pulau Pasir digambarkan berpasir, berkarang, dan ditutupi oleh rumput.
Baca juga: DPRD NTT Pertanyakan Komitmen Pemprov Selesaikan Konflik Lahan Besipae
Dalam sepekan terakhir, polemik Pulau Pasir dengan Australia mencuat setelah pernyataan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno. Dia mengklaim pulau itu adalah milik Indonesia. Bahkan menurutnya, setiap jengkal tanah di RI harus dipertahankan.
“Setiap jengkal tanah di negara ini harus dipertahankan. Apalagi destinasi wisata yang mendatangkan kesejahteraan, peluang usaha, dan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. NKRI harga mati!” ungkapnya melalui akun Instagram pribadi, Rabu (26/10).
Tidak berapa lama, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) membantah pernyataan Sandiaga Uno dan menyatakan gugusan Pulau Pasir bukanlah bagian dari wilayah Indonesia.
“Pulau Pasir merupakan pulau yang dimiliki Australia berdasarkan warisan dari Inggris,” kata Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kemenlu Abdul Kadir Jailani.
Baca juga: Pergub NTT Terbit, Petani Rumput Laut Meradang
Setelah itu, tidak terdengar lagi pernyataan atau klarifikasi dari Sandiaga Uno. Padahal, dasar dari pernyataan Sandiaga tersebut harus diangkat. Tujuannya, agar publik juga paham atas kondisi yang ada.
“Kita beri apresiasi pada Pak Sandiaga Uno, tapi perlu ada klarifikasi lanjut. Saya yakin, pernyataan sekelas Pak Sandiaga Uno pasti ada sejumlah dasar pertimbangannya,” ujar pemegang mandat hak ulayat masyarakat adat Laut Timor, NTT, Ferdi Tanoni.
Sebagai informasi, sejak tiga dekade lalu, upaya merebut Pulau Pasir kembali ke Indonesia terus dilakukan dengan berbagai cara. Ada sejumlah alasan yang memperkuat klaim Pulau Pasir milik Indonesia. Salah satunya Ferdi mempertanyakan sebelum adanya MoU Pemerintah Indonesia dan Australia soal gugusan Pulau Pasir.
Pemerintah Kabupaten Kupang justru selalu menerbitkan surat jalan bagi para nelayan yang hendak bertolak ke gugusan Pulau Pasir. Para nelayan ke pulau itu untuk mengumpulkan teripang. Surat jalan itu berlangsung hingga tahun 1974.
“Sebelum dicaplok Australia, nelayan Indonesia yang ingin ke Pulau Pasir wajib kantongi izin dari Pemerintah Kabupaten Kupang. Ini berarti ada bukti dan pengakuan secara yuridis,” ujarnya. *****