Jakarta – Wahana Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Teater Keong Emas, menayangkan film perdana “The Glorious Komodo Island” (Pulau Komodo Yang Agung) mengisahkan keindahan destinasi wisata di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Film ini menjadi pembuka dari seluruh rangkaian film serial inspiratif The Hidden Gem of Nusantara (Harta Tersembunyi di Bumi Nusantara),” kata Produser Eksekutif Film Herijanto Judarta usai Gala Premier Film Series Nusantara Indonesia di Teater Keong Emas TMII, Jakarta Timur, Jumat (29/9/2023).
Selain kompilasi berbagai titik destinasi di Labuan Bajo dan Taman Nasional Pulau Komodo, film “The Glorious Komodo Island” ini juga menyajikan pengalaman mendalam (immersive experience/imersif) bagi penonton melalui media layar raksasa berukuran 30×20 meter.
Baca : Ironi di Labuan Bajo: Investor Luar Menikmati, Masyarakat NTT Nyaris Tak Punya Peran
Dia berharap film perdana inspiratif yang proses produksinya selama sepuluh hari itu bisa menjadi pengingat, pemberi semangat sekaligus ucapan syukur bagi seluruh masyarakat Indonesia. Indonesia telah dianugerahi berbagai keindahan alam dan nilai budaya yang luhur.
“Film pertama ini tampilkan yang ringan dulu, nanti di film kedua mungkin ada drama dan aksinya (action),” ujarnya.
Film kedua akan diproduksi pada akhir November 2023, film ketiga diproduksi pada Februari 2024 dan film keempat akan diproduksi pada Mei 2024.
Candra Agustinus selaku sutradara dan pimpinan tim produksi menyampaikan antusiasmenya sangat besar ketika menerima paparan konsep film ini dan diajak memproduksinya. Berbagai nilai positif dan kemanusiaan disampaikan, terutama semangat juang anak-anak Nusantara.
Dari sisi cerita, film inspiratif ini mengikuti aktivitas perjalanan dari tiga orang pemeran utama yang terpilih sebagai perwakilan generasi muda jaman sekarang.
Film ini menghadirkan Fahri Muhammad, pelatih sebuah jaringan akademi olahraga Indonesia; kemudian Patricia Yosita Hapsari, perenang berprestasi nasional dan mancanegara; serta Christoforus Vio, pengusaha muda dan praktisi musik.
Baca : Qatar Siap Investasi US$ 80 Juta di Labuan Bajo
Yosita yang sudah menorehkan berbagai prestasi di cabang olahraga renang, juga melihat bahwa wisata bahari di Indonesia merupakan kekayaan alam yang bagus di dunia.
Berbeda dengan The Glorious Komodo Island, sebenarnya ada juga film-film documenter yang menguak dari sisi yang berbeda. Ini dilakukan karena ada juga kalangan yang protes dan tidak sependapat dengan model pembangunan Labuan Bajo seperti saat ini.
Sisi gelap wisata super premium itu dikupas dalam film Dragon for Sale. Dalam laman sunspiritforjusticeandpeace.org mengangkat beberapa hal krusial terkait kepentingan, bisnis, sejauh mana dampaknya untuk rakyat. Film yang diproduksi Ekspedisi Indonesia Baru dan Sahabat Flores ini dirilis sejak Sabtu (1/4/2023).
Dalam sinopsis film, dikisahkan seorang musisi asal Flores, Venansius berkenalan dengan fotografer Yusuf Priambodo dari tim Ekspedisi Indonesia Baru. Yusuf meminta Venan mengantarnya melihat komodo dengan kapal pinisi. Mereka lalu berlayar bersama turis lain dari berbagai negara. Hari pertama, dilalui dengan bahagia. Namun di hari kedua, Venan mulai “merusak suasana”. Ia bercerita tentang hal-hal yang disembunyikan dari mata para turis.
Baca : Labuan Bajo Perlu Waspada Formalin, Jokowi Dipastikan Konsumsi Makanan Sehat
Rekan Yusuf lainnya, Benaya Harobu juga berlayar ke Pulau Komodo tapi menggunakan kapal rakyat yang disebut open deck. Yusuf juga berkenalan dengan Doni yang mengantarnya ke hutan Bowosie, Golo Mori, dan Wae Sano, lokasi yang menjadi incaran industry pariwisata di daratan Flores.
Film ini mengungkap hal-hal yang selama ini tak tampak di mata para turis, seperti peminggiran warga lokal, penyangkalan hak masyarakat adat, privatisasi pantai, pencaplokan sumber daya air, pengrusakan hutan, serta penguasaan bisnis oleh aktor-aktor bisnis raksasa yang berkelindan dengan kekuasaan politik. Film ini juga adalah bercerita tentang kuatnya gelombang perlawanan warga untuk mempertahankan ruang hidup mereka.
Film mengungkap fakta apa adanya. Mungkin itu juga menyebabkan film ini pernah dilarang tayang pada awal Agustus 2023 lalu ketika tayang di kawasan Pelabuhan Marina Waterfront Labuan Bajo, Manggarai Barat. Pihak kepolisian melarang, padahal Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Labuan Bajo sebagai pengelola kawasan Marina Waterfront sudah memberikan izin untuk pelaksanaan kegiatan tersebut. [Heri SS]