Kupang –Berbaju koko warna putih dan peci rajutan warna senada, pria usia 18 tahun ini memeluk erat ibunya yang datang menjenguknya di hari Idul Fitri pada Sabtu, 22 April 2023. Keduanya meneteskan air mata sekaligus tersenyum disaksikan anggota keluarga lainnya yang ikut datang.
Kantong plastik hitam ditaruh di meja ruang tamu Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Nona Mawar, 45 tahun, membawa oleh-oleh Idul Fitri untuk anak bungsunya itu.
“Ini masakan khas Ende, ketupat dari nasi yang bentuknya seperti lupis,” kata Mawar menjelaskan kepada KatongNTT.com sambil memeluk anaknya.
Baca juga: Pelaku Kekerasan Seksual di NTT dari Anak Usia 5 Tahun Hingga Lansia
Perlahan anaknya membuka kulit ketupat yang terbuat dari daun pisang berbentuk segi tiga. Dia memakannya. Wajahnya sumringah menatap ibunya.
“Dua minggu lalu saya dari Ende tinggal di rumah saudara. Saya mau menjenguk dia di Idul Fitri ini. Tahun lalu saya tidak ke sini, kakaknya yang datang,” ujarnya.
Suaminya tidak ikut karena harus menjaga dagangan mereka di Ende. Ketiga anaknya yang lain juga tidak ikut.
Di ruang tamu LP Khusus Anak siang itu, hanya mereka yang bertamu untuk menjenguk anggota keluarga yang merayakan Idul Fitri 1 Syawal 1444 Hijriah.
“Saya sendiri yang rayakan Idul Fitri di sini,” kata remaja ini.
Pelaksana tugas Kepala LP Khusus Anak Kelas I Kupang, Gideon Pali sebelumnya menjelaskan, dari 26 anak yang menghuni LP, hanya satu yang beragama Islam. Sebanyak 25 anak lainnya beragama Kristen dan Katolik.
Saat Salat Ied, anak tersebut bergabung dengan penghuni LP Dewasa yang lokasinya berdekatan. Selesai Salat Ied usai, dia kembali ke LP Khusus Anak.

Baca juga: Nono Menang dari Buramnya Kualitas Pendidikan di NTT
Gideon yang didampingi Kepala Seksi Pembinaan Kornelius Koli dan Kepala Seksi Pengawasan Datus Dari memuji remaja ini menjalankan ibadah.
“Ibadah puasanya tidak ada yang bolong,” ujar Gideon kepada KatongNTT.com.
“Salat lima waktu juga dia jalankan. Setiap subuh saya dengar dia sudah bangun untuk salat. Ruangan saya dekat dengan kamarnya. Jadi saya tahu,” kata Datus menambahkan.
Remaja ini dua tahun lalu dijebloskan ke dalam LP Khusus Anak Kelas I Kupang. Dia dihukum 4 tahun 6 bulan karena terlibat penganiayaan seorang pria dewasa hingga tewas di Ende. Penganiayaan dilakukan saat dia dan teman-temannya mabuk. Korban, pria dewasa juga mabuk.
Selama dua tahun anak ini menunjukkan sikap yang baik, kata Gideon, sehingga mendapat remisi dua kali.
“Tahun lalu dia mendapat remisi 1 bulan dan Idul Fitri tahun ini mendapat remisi 1 bulan,” ujar Gideon.
Selama dalam penjara dia juga melanjutkan sekolahnya dengan mengikuti pendidikan khusus Paket C setara dengan SMP. Tahun ini dia duduk di kelas 3 SMP.
Baca juga: Mitos dan Tafsir Kitab Suci Picu Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan di NTT
Menurut Gideon, pergaulan tidak sehat di lingkungan sosial membuatnya terlibat pelanggaran hukum. Dia berharap pembinaan selama di LP Khusus Anak ini dapat membentuk karakter agar lebih baik.
Di ruang tamu LP Khusus Anak, Mawar menuturkan, anaknya terpengaruh pergaulan teman-temannya yang tidak baik. Apalagi di Ende, ujarnya, minuman keras alias miras mudah sekali mendapatkannya. Mawar mengetahui anak bungsunya mabuk pertama kali saat kasus penganiayaan terjadi.
“Ini pembelajaran juga untuk orang tua, untuk dia sendiri juga. Dulu anaknya pendiam, penurut, tapi pergaulan bebas terlalu, buat anak ini ikut mabuk,” ujar Mawar.
Anaknya kemudian menatap ibunya seraya berujar: “Saya tobat Mak.”
Sesaat kemudian dia bertanya berapa lama lagi sisa hukumannya setelah menerima remisi dua kali. Dia tertunduk diam mengetahui masih panjang sisa waktu yang harus dijalaninya. *****