Kupang – Menyebut Alor tentu identik dengan laut, ikan dan wisata yang dinantikan para penikmat dari berbagai penjuru dunia. Keindahan alam darat dan laut, lalu budaya Alor menjadi salah satu incaran wisatawan di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Desa Alor Besar salah satu desa pesisir yang terletak di Kecamatan Alor Barat Laut, Kabupaten Alor. Masyarakat Desa Alor Besar umumnya bekerja sebagai nelayan dengan berbagai ikan yang ditangkap. Ada ikan dasar dan ikan pelagis kecil, seperti ikan layang atau dalam bahasa Alor dikenal dengan nama belo-belo.
Baca : Sikka dan Alor Mendaftarkan Indikasi Geografis Tenunnya, 13 Kabupaten Menyusul
Ikan belo-belo ini adalah bahan dasar dari ikan asap yang merupakan kuliner khas Alor. Pengelolaan ikan asap belo-belo ini dilakukan oleh kelompok pengolah pemasar (Poklahsar) Sebanjar Maju yang beranggotakan sepuluh ibu-ibu di Desa Alor Besar.
Kelompok ini digagas Yayasan TAKA bersama penyuluh perikanan serta Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Alor. TAKA merupakan lembaga yang bergerak dalam konservasi kelautan, peningkatan kesadaran pemberdayaan masyarakat pesisir, dan perikanan berkelanjutan.
Baca : Impor Meningkat, 13 Menteri Hingga Presiden Pernah Berkunjung dan Bahas Garam NTT
Ikan belo-belo segar dari tangkapan nelayan dan langsung diolah di rumah ikan asap sehingga kualitas rasa tetap terjaga. Proses pembuatan dimulai dari pengasapan ikan selama dua jam menggunakan batok kelapa. Ikan asap siap santap tersebut dapat bertahan selama 1-2 minggu dalam suhu ruang dan tidak mudah rusak. Ikan asap yang cocok dengan sambal tersebut umumnya dijual seharga Rp 100.000 per kg.
Baca : TTS dan Alor Miliki Desa Sangat Tertinggal Terbanyak
Seperti ditulis Antara, ikan asap produksi Kelompok Sebanjar Maju sudah dikirim ke beberapa daerah selain Alor, yakni Kupang, dan Atambua. Ikan asap belo-belo bisa menjadi oleh-oleh wisatawan untuk dibawa pulang dari Alor. Hal ini berdampak terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir Alor.
Rizky Erdana selaku Marine Science and Conservation Coordinator Yayasan TAKA menjelaskan pihaknya menjalankan program penguatan livelihood perikanan skala kecil dengan Burung Indonesia. Pihaknya membentuk kelompok perempuan sebagai wadah bagi para istri nelayan untuk berkreasi dan melakukan pengolahan ikan bersama-sama.
“Aktivitas kelompok ini dapat meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir terutama perempuan dan nelayan. Dampak lainnya yaitu memiliki produk yang dapat dijadikan ciri khas sebagai oleh-oleh dari Kabupaten Alor,” ujar Rizky.
Baca : Impor Capai 2,8 Juta Ton, Bagaimana Kabar Garam NTT?
Informasi yang dihimpun KatongNTT.com menyebutkan Kabupaten Alor terkenal dengan keindahannya bawah lautnya dan menyimpan sejumlah potensi perikanan yang berlimpah. Hal ini menyebabkan kegiatan perekonomiannya sebagian besar bergantung pada sumber daya perikanan. Wilayah perairannya masuk ke dalam dua bagian WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) yaitu WPP-RI 573 dan 714. Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) merupakan pengelompokan wilayah pengelolaan aktivitas perikanan berdasarkan karakteristik wilayah dan sumber daya ikan.
Baca : Potret Industri Garam NTT, Investor Jual Bahan Baku Hingga Pabrik Tak Berproduksi
Adapun aktivitas perikanan nelayan di Alor Besar masih berfokus pada perikanan tangkap skala kecil dengan alat tangkap jaring dan pancing ulur. Pemanfaatan hasil tangkapan masih sebatas dijual langsung di pasar desa, dikonsumsi sendiri, maupun dikeringkan untuk persediaan makanan.
Buce Brikmar, salah satu warga Alor memberi apresiasi atas upaya berbagai pihak untuk meningkatkan potensi perikanan sehingga berdampak pada kesejahteraan masyarakat pesisir. [Anto]