Jakarta – Ketersediaan garam konsumsi sudah terpenuhi, namun sejumlah industri membutuhkan garam industri yang masih tergantung dari impor. Salah satunya adalah industri makanan dan minuman (mamin) membutuhkan bahan baku garam industri. Pengembangan garam industri dari Nusa Tenggara Timur (NTT) belum ada yang terwujud.
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) menyebutkan ketersediaan garam industri sebagai bahan baku mamin masih minim.
Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman mengatakan bahan baku berupa garam untuk industri mamin masih terkendala izin impor. Padahal kebutuhan mamin selama bulan Ramadan meningkat sekitar 30%. “Kebutuhan garam industri sekitar 500.000 ton dari impor sisanya dalam negeri, kalau dalam negeri untuk kebutuhan industri mamin sekitar 400.000-an,” tuturnya.
Baca : Demak Promosi Varietas Baru, Sorgum di Sumba Timur Masih Rencana
Selain industri mamin, kebutuhan garam industri juga masih banyak untuk industri industri chlor alkali plant (CAP), dan farmasi. Adapun, ketiga sektor tersebut membutuhkan 3,3 juta ton garam untuk pengolahan.
Informasi yang diperoleh KatongNTT.com, Senin (18/3/2024), menyebutkan Kementerian Perdagangan sudah menyetujui impor garam industri untuk 2024 mencapai 2,4 juta ton. Persetujuan itu sesuai hasil rapat koordinasi terbatas (Rakortas) sejumlah instansi terkait.
Terkait impor tersebut, Ketua Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (APGRI) Jakfar Sodikin menyayangkan kebijakan yang telah diputuskan pemerintah.
Dia memastikan bahwa produksi garam dalam negeri sudah mencukupi kebutuhan para pelaku usaha industri. “Demikian juga potensi Nusa Tenggara Timur (NTT) bisa dioptimalkan untuk produksi garam industri tersebut,” ujar Jakfar yang pernah membantu pembukaan lahan garam di NTT.
Baca : “Pugar” Tingkatkan Produksi Garam, Perpres 126/2022 Belum Optimal di NTT
Seperti diketahui, potensi garam NTT sudah dibahas lebih dari satu dekade terakhir agar menggantikan garam impor. Sejumlah kebijakan dan program pernah dijalankan menyusul kunjungan dan pembahasan meningkatkan produksi garam, namun belum ada perkembangan berarti.
KatongNTT.com mencatat setidaknya ada 11 menteri dan dua menteri koordinator sejak tahun 2013 lalu yang intens mendorong pengembangan garam NTT. Puncaknya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau tambak garam eks tanah Hak Guna Usaha (HGU) di Desa Nunkurus, Kupang Timur, Kabupaten Kupang, pada Rabu (21/8/2019).
Baca : Kisah Perempuan NTT Bertahan Dari Mahalnya Harga Beras
Seperti ditulis laman https://setkab.go.id, saat itu Jokowi menegaskan bahwa kualitas garam NTT lebih bagus dari garam Australia.
“Saya ke sini hanya ingin memastikan bahwa program untuk urusan garam ini sudah dimulai, karena kita tahu impor garam kita 3,7 juta ton, yang bisa diproduksi dalam negeri baru 1,1 juta ton. Masih jauh sekali,” kata Presiden Jokowi usai peninjauan.
Menurut Presiden, NTT memiliki potensi tambak garam yang bisa dikerjakan seluas kurang lebih 21.000 hektare (ha). Di Kupang saja diperkirakan ada sekitar 7.000 ha, tetapi yang dimulai sekitar 600 ha dulu, dan juga baru diselesaikan 10 ha.
“Masih 10 hektare dari 21 ribu hektare, masih jauh sekali. 10 hektare ini, di lingkungan ini baru 600 hektare. Jadi memang ini baru dimulai,” ujar Jokowi saat itu. [Anto]