
Indeks Persaingan Usaha di NTT Meningkat, Ini Tanggapan KPPU
Kupang – Indeks persaingan usaha di Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami peningkatan persaingan usaha. Ini tercermin dari penurunan nilai indeks dari 4.93 menjadi 5.02. Peningkatan yang signifikan terjadi pada dimensi perilaku, permintaan, dan kelembagaan
Indeks ini merupakan hasil kajian Center Economics and Development Studies (CDES) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran di 34 provinsi. Kajian ini menggunakan metode agregasi atas persaingan usaha di setiap sektor ekonomi di daerah.
Hasil kajian CDES yang diterima KatongNTT.com, 27 Februari 2023 lebih lanjut menjelaskan, di NTT ada 3 sektor yang dipersepsikan memiliki persaingan usaha yang tinggi. Pertama, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Kedua, perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil, dan sepeda motor. Dan terakhir, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum.
Sektor yang dipersepsikan mempunyai persaingan usaha yang rendah di NTT adalah informasi dan komunikasi. Menyusul sektor pertambangan dan penggalian, pengadaan listrik serta gas.
Baca juga: Monopoli Maskapai Diduga Penyebab Tiket Pesawat ke NTT Mahal
Ratmawan Ali Kusnandar, Kepala Bidang Penegakan Hukum Kanwil IV Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan, pihaknya akan terus meneliti dan memonitoring hasil kajian CDES. Hal ini dilakukan terhadap industri yang terkonsentrasi tinggi dan moderat. Sehingga mengetahui penyebab tingginya konsentrasi tersebut dan dampaknya terhadap perekonomian.
“Jika terdapat regulasi yang menghambat di industri tersebut, maka KPPU akan melakukan advokasi dan penyampaian saran pertimbangan. Apabila terdapat perilaku yang anti persaingan dilakukan oleh pelaku usaha, maka dapat dilanjutkan kepada penegakan hukum,” kata Ratmawan kepada KatongNTT.com
Hasil kajian CEDS FEB Unpad menyimpulkan nilai indeks persaingan usaha pada tahun 2022 mengalami peningkatan ke angka 4,87 dari indeks tahun sebelumnya di angka 4,81. Hal ini menunjukkan bahwa persaingan usaha di Indonesia masih berada pada kategori tingkat persaingan usaha yang sedikit tinggi.
Peningkatan ini menunjukkan kondisi perekonomian yang terus membaik pasca pandemi Covid-19. Sehingga mampu mendorong peningkatan iklim persaingan usaha nasional.
Hampir semua nilai dimensi dari komponen pembentuk indeks persaingan usaha ditemukan mengalami kenaikan. Kecuali pada dimensi kinerja industri dan dimensi regulasi yang nilainya mengalami penurunan.
Indeks persaingan usaha merupakan satu-satunya indikator persaingan usaha yang mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan 15 sektor ekonomi.
Indeks tersebut diukur melalui survei terhadap 34 provinsi dengan responden yang mewakili berbagai institusi. Misalnya Kamar Dagang dan Industri, akademisi, Bank Indonesia, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan provinsi.
Kajian dilaksanakan dengan menggunakan konsep atau paradigma struktur, perilaku dan kinerja (SCP) industri. Faktor lingkungan bisnis seperti peraturan, kelembagaan, faktor permintaan dan penawaran juga menjadi dimensi pembentuk indeks persaingan usaha.
Kajian tersebut juga menyimpulkan berbagai sektor dengan tingkat persaingan usaha yang tinggi dan rendah. Untuk tahun 2022 sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Perdagangan Besar, Eceran, Reparasi Mobil, dan Sepeda Motor; dan Jasa Keuangan dan Asuransi berada pada tingkat persaingan usaha tertinggi.
Baca juga: BI Sebut Indeks Ekspektasi Konsumen di NTT Alami Perlambatan
Sektor Pengadaan Listrik dan Gas; Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang; dan Pertambangan dan Penggalia berada pada tingkat persaingan usaha terendah.
Mulyawan R, Direktur Ekonomi KPPU yang hadir dalam diseminasi hasil kajian CDES mengatakan, telah berkembang pemahaman bahwa persaingan usaha menjadi salah satu instrumen pengendalian inflasi . Caranya dengan meningkatkan daya beli masyarakat melalui peningkatan kesejahteraan. Dan mencegah perilaku pelaku usaha melakukan praktik monopoli dengan menaikkan harga di atas kewajaran.
“Peran persaingan usaha terbukti sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Untuk itu, Pemerintah patut membuat suatu strategi nasional persaingan usaha dalam meningkatkan sinergi dan efektivitas peran persaingan usaha bagi pertumbuhan perekonomian nasional,” kata Mulyawan.
Penjelasan Mulyawan sejalan dengan pernyataan Sekretaris General OECD Mathias Corman pada November 2022. Corman menyatakan, persaingan usaha berkontribusi untuk mengurangi tekanan inflasi dalam jangka panjang. Dan, mencegah perilaku pelaku usaha yang memperburuk inflasi.
Hasiholan Pasaribu, Kepala Bidang Kajian dan Advokasi Kanwil IV Surabaya menyebutkan manfaat indeks persaingan usaha bagi pemerintah daerah.
“Indeks persaingan usaha ini dapat menjadi navigasi bagi pemda tingkat 1 dan 2 untuk mengambil kebijakan yg lebih komprehensif, baik dalam memperbaiki daya saing daerah, pengendalian inflasi, maupun kebijakan ekonomi daerah lainnya,” ujar Hasiholan. *****