Manggarai – Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Indonesia mengecam keras aparat kepolisian dari Polres Manggarai yang menangkap Pemimpin Redaksi Floresa, menyebut tindakan tersebut melawan hukum.
“Komite Keselamatan Jurnalis menilai kasus ini merupakan pelanggaran berat terhadap jaminan perlindungan kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tulis KKJ Indonesia dalam keterangan tertulis yang diterima KatongNTT pada Kamis, 3 Oktober.
Baca juga: Dewan Pers dan Polri Sepakat Tolak Kriminalisasi Karya Jurnalistik
Herry Kabut, Pemimpin Redaksi Floresa, media independen yang berbasis di Labuan Bajo, Flores, dilaporkan ditangkap polisi saat meliput aksi warga yang tengah melakukan protes terhadap pematokan lahan Proyek Geothermal di Poco Leok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur pada Rabu, 2 Oktober 2024.
Proyek geothermal Poco Leok merupakan perluasan dari PLTP Ulumbu yang sudah beroperasi sejak 2012.
Proyek yang dibiayai oleh Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW) tersebut, merupakan kerjasama Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Pemerintah Kabupaten Manggarai yang juga merupakan bagian dari proyek Proyek Strategis Nasional (PSN) yang masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN 2021-2030.
Sejak awal, warga menolak proyek tersebut, tetapi pemerintah terus berupaya meloloskannya.
KKJ mengatakan, menurut keterangan warga, saat meliput aksi penolakan proyek itu pada 2 Oktober, Herry ditarik dan diangkut paksa ke dalam mobil aparat sambil dianiaya.
“Berdasarkan informasi langsung yang diperoleh dari warga sekitar, aparat kepolisian, TNI Angkatan Darat dan Pol-PP tidak memperbolehkan warga Poco Leok mengambil gambar. Aparat mendorong, mendobrak, sehingga ada beberapa warga yang terluka karena dipukul polisi berseragam lengkap,” kata KKJ.
Atas perkara tersebut, KKJ mendesak kepolisian untuk memproses aparat yang melakukan kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis secara hukum pidana dan kode etik.
Baca juga: Pemimpin Redaksi Floresa.co Ditangkap Polisi Saat Meliput Aksi Tolak Proyek Geothermal Poco Leok
KKJ juga mendesak Kapolri beserta jajarannya untuk menghentikan segala bentuk tindakan penggunaan gas air mata, intimidasi, penghalang-halangan, penyerangan (represi), penangkapan dan kekerasan dalam bentuk apapun terhadap para jurnalis yang sedang bertugas dalam melakukan peliputan aksi publik sebagaimana dilindungi oleh undang-undang.
Mereka juga mendesak Panglima TNI beserta jajarannya untuk “menarik mundur seluruh anak buahnya yang ditugaskan dalam pengamanan aksi sipil karena tidak sejalan dengan tugas dan kewajiban sebagaimana amanat Undang-undang,”
“Mendesak Kapolri dan Panglima TNI beserta seluruh jajarannya untuk segera melakukan investigasi dan mengusut tuntas praktik kekerasan berupa penganiayaan, intimidasi dan penyerangan fisik yang menyasar jurnalis yang tengah menjalankan tugas peliputan,” tulis KKJ.
KKJ mengimbau para korban kekerasan untuk melaporkan seluruh bentuk kekerasan yang dialami selama proses peliputan.
Baca juga: AJI Sentil Jurnalis Nyaleg Tapi Masih Produksi Berita
Kapolres Manggarai Bantah
Kapolres Manggarai, AKBP Edwin Saleh membantah, menyebut pemberitaan sejumlah media massa terkait penangkapan Pemimpin Redaksi Floresa adalah “hoax.”
“Berita itu hoaks, bisa-bisa kena periksa yang buat berita,” katanya seperti dikutip Radio Manggarai.
Pihak Floresa mengatakan bahwa Herry dan empat warga Poco Leok dibebaskan setelah beberapa jam ditempatkan di sebuah mobil.
Floresa dalam berita yang dipublikasikan pada Rabu malam, menyebut Herry dibebaskan sekitar pukul 18.00 Wita.
“Empat warga dibebaskan sebelumnya dalam keadaan terluka dan kini ada yang dirawat di RSUD Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai,” tulis Floresa.
“Herry kini masih dalam keadaan shock karena kejadian itu dan belum bisa mengisahkan rinci peristiwa yang terjadi.” [*]