Kupang – Forum Pusat Koperasi Kredit Nusa Tenggara Timur (Puskopdit NTT) dan Gerakan Koperasi Kredit Puskopdit Bekatigade Timor menolak Rancangan Undang Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK).
Forum dan Gerakan ini dalam pernyataan sikapnya pada Sabtu, 19 November 2022 menyebutkan, pembentukan RUU PPSK atau Omnibus Law cacat secara pruden. Proses pembentukan RUU PPSK telah mengabaikan asas penyusunan dan pembentukan undang-undang. Yaitu tidak melibatkan Gerakan Koperasi Indonesia.
“Secara substansi telah melanggar prinsip dasar koperasi,” kata Vincentius Rapu yang membacakan pernyataan sikap Forum Puskopdit NTT dan Gerakan Koperasi Puskopdit Bekatigade Timor.
Vincentius menjelaskan lebih rinci tentang penolakan terhadap RUU PPSK didasarkan pada tiga alasan. Pertama alasan filosofi bahwa koperasi merupakan organisasi otonom yang menempatkan manusia sebagai elemen utama dan terpenting di atas modal dan materil.
Baca juga: 6 Fakta Kunci tentang Gerakan Koperasi Kredit di Timor
“Koperasi merupakan organisasi yang berbasis orang yang berbeda dari korporasi yang berbasis kumpulan modal, “ ujar Vincentius.
Selanjutnya, penolakan terhadap RUU PPSK ini karena alasan empiris sosiologis. Koperasi telah menunjukkan ketahanan di tengah turun naiknya gerak ekonomi, baik secara nasional maupun internasional. Basis ketahanan koperasi adalah ketaatannya dan kepatuhannya dalam praktek prinsip otonomi dan demokrasis.
Dengan menerapkan prinsip demokrasi dalam koperasi, anggota koperasi telah mengambil bagian tanggung jawab dalam risiko usaha.
“Dari sisi inilah secara prinsip berbeda dari praktek korporasi perbankan. Kita tahu bersama perbankan mendapat perlindungan dari negara dalam bentuk lembaga penjamin simpanan,” ujar Ketua Puskopdit Bekatigade Timor ini.
Alasan terakhir adalah yuridis. Vincentius menjelaskan, koperasi adalah usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan sesuai dengan demokrasi ekonomi . Asas ini diatur dalam pasal 33 UUD 1945.
Selain menolak sepenuhnya RUU PPSK, Forum Puskopdit NTT dan Gerakan Koperasi Kredit Puskopdit Bekatigade Timor juga menolak segala bentuk diskriminasi terhadap gerakan koperasi oleh pihak manapun.
“Meminta dan menuntut pemerintah untuk melibatkan Gerakan Koperasi Kredit dalam penyusunan RUU PPSK tahun 2022,” tegas Vincentius.
Baca juga: Koperasi Kredit di NTT Kini Beranggotakan 1 Juta Orang dengan Aset Rp 8 Triliun
Leo Yos Lela dari Koperasi Kredit Santa Maria Assumpta, Kota Kupang mengatakan, titik lemah RUU PPSK ini adalah menyangkut pengawasan, permodalan, dan tata kelola.
Dalam draf RUU PPSK disebutkan, Otoritas Jasa Keuangan atau OJK akan melakukan pengawasan terhadap aktivitas koperasi. Yos menyatakan tidak setuju OJK melakukan pengawasan terhadap koperasi. “ Maka itu artinya jeruk makan jeruk,” ujarnya.
Namun, menurut Yos, koperasi memetik hal baik dari RUU PPSK khususnya tentang pengawasan dengan memperbaiki tata kelola koperasi . Sehingga anggota koperasi tidak dirugikan,
Ivan dari Koperasi Kredit Swasti Sari, Kota Kupang mengatakan, polemik atas kehadiran RUU PPSK ini adalah soal pengawasan koperasi oleh OJK. Koperasi, ujarnya, sudah masuk dalam kriteria usaha berisiko tinggi. Asetnya triliunan rupiah atau melebihi jumlah dana yang dikelola bank.
“Maka seyogyanya kita bersama berpikir kalaupun kita menolak koperasi masuk dalam pengawasan OJK, kita berikan alternatif kepada pemerintah. Kita jangan hanya tolak, tapi berikan usul. Apa kita bisa menjamin kepada negara bahwa kita dapat mengawasinya?” kata Ivan.
“Jika koperasi bangkrut, lalu siapa yang memberikan jaminan? Apa koperasi mampu mendirikan Lembaga Penjamin Simpanan seperti di perbankan?” ujarnya.
Vincentius mengatakan, negara wajib menjamin pinjaman koperasi. Hal ini sudah menjadi usulan secara nasional, hanya saja lembaganya tidak persis sama seperti LPS perbankan.
Koperasi tidak pernah mendapat dana bailed out dari negara padahal koperasi membayar pajak kepada negara. Dan, tujuan koperasi adalah mensejahterakan anggotanya yakni masyarakat Indonesia.
Begitu pun, menurut Vincentius, penolakan lebih pada alasan prinsip yakni melanggar konstitusi dengan mengabaikan partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan RUU PPSK.
Selain itu, menurut Vincentius, kehadiran quasi koperasi atau koperasi abal-abal telah berdampak kurang baik bagi koperasi yang sebenarnya.
“Quasi koperasi ini merupakan lembaga capital yang menggunakan nama koperasi, ini ril dan kita temui. Prakteknya perbankan sedangkan koperasi prinsipnya melayani anggota,” ujarnya.
Baca juga: Koperasi Kredit di NTT Belum Miliki Data tentang Perannya Atasi Kemiskinan
Sebagai tindak lanjut dari penolakan terhadap RUU PPSK, kata Vincentius, Gerakan Koperasi Indonesia akan berkoordinasi untuk membuat naskah akademis untuk merespons RUU PPSK.
Dalam draf RUU PPSK terbaru, tentang koperasi diatur dalam Bab XII tentang Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Ada tiga pasal di bab ini yakni pasal 44, pasal 191 dan 192.
Tentang koperasi dan OJK, diatur dalam pasal 44A. Isi pasalnya: Kegiatan usaha simpan pinjam hanya dilaksanakan oleh koperasi simpan pinjam yang mendapatkan izin dari OJK.
Di Pasal 44I menyebutkan: Pembinaan dan pengawasan koperasi simpan pinjam dilakukan oleh OJK. *****