Bupati Sumba Tengah Klaim Food Estate Berhasil, DPR Temukan Banyak Data Palsu
Kupang – Kawasan Food Estate di Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur, berdampak positif terhadap kemajuan pertanian dan meningkatkan pendapatan ekonomi petani setempat.
“Kawasan Food Estate di daerah lain mungkin ada yang gagal tetapi kalau di NTT malah berkembang dengan baik. Manfaat kawasan pertanian Food Estate di Pulau Sumba sangat positif terhadap percepatan pembangunan sektor pertanian,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT Lecky Frederich Koli di Kupang, Rabu, 22 Februari 2023.
Lecky mengatakan, hal itu terkait manfaat kawasan Food Estate di Kabupaten Sumba Tengah dalam pembangunan sektor pertanian di NTT.
Baca juga: Pendapatan Petani di NTT Terbesar dari Peternakan dan Perikanan
Dia mengatakan sebelum ada program Food Estate di Sumba Tengah, banyak lahan produktif milik petani yang tidak dimanfaatkan. Namun, setelah adanya kawasan Food Estate lahan petani semakin diperluas karena mendapatkan banyak pengetahuan baru tentang sistem pertanian modern.
“Kami melihat kehadiran kawasan Food Estate di Pulau Sumba itu menjadi lumbung pangan baru di NTT. Bahkan sudah melekat dengan budaya masyarakat setempat dalam sistem pengelolaan pertanian,” katanya seperti dilaporkan Antara.
Menurut dia, kawasan Food Estate di Sumba Tengah sudah berlangsung tiga tahun. Dan belum pernah ada persoalan kekurangan pangan di daerah itu. Pemerintah Kabupaten Sumba Tengah tahun ini memperluas lagi seribu hektare untuk mengisi produksi di kawasan Food Estate.
Baca juga: 5 Ribu Ton Beras Vietnam Masuk NTT, Bulog Belum Tahu Pendistribusiannya
Sebelumnya, Komisi IV DPR berencana membentuk panitia khusus (pansus) untuk mengawasi program Food Estate karena ditemukan data palsu dalam proyek itu.
Ketua Komisi IV DPR Sudin mengatakan Food Estate menjadi salah satu program Kementerian Pertanian (Kementan) yang tidak mencapai target. Bahkan gagal.
“Kami komisi IV sudah menyiapkan panja Food Estate. Bahkan beberapa teman-teman mengusulkan dibikin pansus karena di situ banyak data yang palsu,” ujar Sudin dalam rapat kerja Komisi IV DPR, Januari lalu.
Dia mengatakan data produksi yang disampaikan Kementan tidak sinkron dengan keadaan stok beras di lapangan. Maka dari itu, Komisi IV meminta Kementan memperbaiki data produksi pangan.
Pasalnya, produksi beras dan pangan lainnya di lapangan tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional. Sehingga pemerintah terpaksa mengeluarkan kebijakan untuk impor. [K-02]