• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Kamis, Oktober 30, 2025
  • Login
Katong NTT
  • Home
  • Sorotan
  • Perempuan dan Anak
  • Cuaca, Iklim dan Lingkungan
  • Pekerja Migran & Perdagangan Orang
  • Lainnya
    • Bisnis
      • Agribisnis
      • Industri Pariwisata
    • Inspirator
    • Opini
    • Pemilu 2024
    • Kolaborasi
      • Cerita Puan
      • Dekranasda Provinsi NTT
      • Kabar dari Badan Penghubung NTT
      • Media dan Literasi
No Result
View All Result
  • Home
  • Sorotan
  • Perempuan dan Anak
  • Cuaca, Iklim dan Lingkungan
  • Pekerja Migran & Perdagangan Orang
  • Lainnya
    • Bisnis
      • Agribisnis
      • Industri Pariwisata
    • Inspirator
    • Opini
    • Pemilu 2024
    • Kolaborasi
      • Cerita Puan
      • Dekranasda Provinsi NTT
      • Kabar dari Badan Penghubung NTT
      • Media dan Literasi
No Result
View All Result
Katong NTT
No Result
View All Result
Home Bisnis Agribisnis

NTT Kaya Jenis Pangan, Namun Ada yang Nyaris Punah

Rita Hasugian by Rita Hasugian
2 tahun ago
in Agribisnis
Reading Time: 4 mins read
A A
0
Jewawut, jenis pangan lokal NTT yang dipamerkan di Pesta Raya Flobamoratas, 3-4 November 2023 di Kota Kupang. (Rita Hasugian-KatongNTT.com)

Jewawut, jenis pangan lokal NTT yang dipamerkan di Pesta Raya Flobamoratas, 3-4 November 2023 di Kota Kupang. (Rita Hasugian-KatongNTT.com)

0
SHARES
220
VIEWS

Kupang – Nusa Tenggara Timur yang hanya dihampiri musim hujan sekitar 3 bulan dalam setahun dan sebagian besar pulaunya tandus dan ditutupi batu karang (Pulau Timor), ternyata kaya berbagai jenis tanaman pangan.

Mulai dari yang umumnya dikenal seperti jagung, ubi atau singkong, pisang, kacang tanah, kenari, kacang nasi, hingga ke jenis yang sudah langka seperti jejawut dan sorgum hitam.

BacaJuga

Warga Desa Kairane di NTT Rawat 9 Jenis Bibit Jagung Lokal dari Kepunahan

Warga Desa Kairane di NTT Rawat 9 Jenis Bibit Jagung Lokal dari Kepunahan

12 September 2024
Petani rumput laut di NTT meradang pasca terbitnya pergub yang melarang pengiriman ke luar daerah (Joe-KatongNTT)

NTT Belum Ekspor Rumput Laut Tahun Ini

30 Mei 2024

Berbagai jenis pangan lokal dan olahannya dipamerkan Koalisi Pangan Baik dalam Pesta Raya Flobamoratas 2023 di Kota Kupang, 3-4 November 2023.  Pesta bertemakan kampanye Perubahan Iklim ini diselenggarakan Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (Hivos).

Baca juga: Isu Perubahan Iklim Kurang Bergaung, Anak Muda NTT Jadi Harapan

“Ada banyak komoditas pangan lokal yang NTT punya. Ini ada kacang-kacangan, ada sorgum juga, umbi-umbian, macam-macam padi ini semua dari Flores. Ada yang dari Manggarai bahkan banyak juga di daratan Timor yang sama seperti yang kami bawa dari Flores. Cuma beda di penyebutannya kayak jewawut kami sebut weteng, di Timor sebutannya sain, ”ujar Maria, aktivis pangan lokal.

Kacang-kacangan juga dihadirkan termasuk kacang yang diyakini sebagai makanan beracun, namun jika diolah dengan baik akan aman untuk dikonsumsi manusia.

“Ada kacang racun ini juga dari Flores. Banyak orang memang bilang kacang racun tapi kami masyarakat punya cara olah dimasaknya itu harus sampe tujuh kali baru bisa dimakan. Ini kita bisa masak campur dengan ubi yang kita parut, kalo campur dengan kacang ini enak,” kata Maria.

Namun, perubahan iklim telah berdampak luas pada petani di Flores. Cuaca yang tidak menentukan serta suhu udara yang semakin panas membuat hasil panen menurun tajam.

Berdasarkan data Koalisi Pangan Baik,  para petani di Flores Timur mengalami penurunan hasil panen mencapai 45.5 persen.  Hal ini sebagai dampak dari  cuaca yang tidak menentu serta suhu udara yang semakin panas. Sehingga hama penyakit pada tanaman petani meningkat.

Penurunan hasil panen inilah yang membuat masyarakat yang terdampak memilih untuk melakukan aktivitas sampingan sebagai buruh bangunan, misalnya.

I’im sebagai salah satu anggota Koalisi Pangan Baik menjelaskan, masyarakat NTT perlu memanfaatkan beragam komoditas pangan yang adaptif dengan perubahan iklim di NTT.

Baca juga: Waspada Kekeringan, Perlu Optimalkan Palawija, Sorgum dan Singkong

“NTT sebenarnya sangat punya beragam pangan lokal yang potensial dan adaptif terhadap perubahan iklim. Kalo misalnya kita hanya bergantung pada satu komoditas, beras, maka lama kelamaan masyarakat NTT tidak akan mandiri pangan. Hanya tergantung pada beras yang didatangkan dari luar NTT.

“Makanya kita mencoba untuk menggali lagi apa sih potensi-potensi pangan lokal yang beradaptasi terhadap perubahan iklim yang sebenarnya masyarakat sering konsumsi tapi sekarang sudah jarang?”.

Misalnya Sorgum yang tumbuh di Pulau Flores. Masyarakat di Flores menyebutnya sebagai wata gahar. Sorgum ternyata banyak jenisnya salah satu sorgum hitam yang dipamerkan di Pesta Raya Flobamoratas.

I’im kemudian menjelaskan cara mengolah sorgum untuk dijadikan makanan. Biasanya kalo yang belum biasa makan sorgum , ujarnya, sorgum dicampur dengan beras dengan perbandingan 50: 50.

“Kemudian dimasak seperti masak beras, cuma untuk sorgum airnya dilebihkan sedikit.”

Dia menuturkan , masih ada masyarakat yang memproduksi sorgum meski tidak sebanyak dahulu karena didominasi beras setelah era Orde Baru.

“Beras itu sangat dominan. Pangan-pangan lokal seperti sorgum kemudian ada kacang kacangan seperti ini, umbi-umbian,  jadi langka tergeser oleh beras,” ujarnya.

Sorgum, pangan lokal NTT yang dipamerkan di Pesta Raya Flobamoratas pada 3-4 November 2023 di Kota Kupang, (Rita Hasugian - KatongNTT.com)
Sorgum, pangan lokal NTT yang dipamerkan di Pesta Raya Flobamoratas pada 3-4 November 2023 di Kota Kupang, (Rita Hasugian – KatongNTT.com)

Gaplek, cara mengawetkan makanan di zaman dulu
Gaplek atau sebutannya koil yaitu ubi kayu dimanfaatkan masyarakat Manggarai dari zaman dahulu sebagai pangan lokal. Koil diolah dengan cara direndam, dikeringkan atau dijemur.  Gaplek ini sebagai  cara masyarakat zaman dulu mengawetkan makanan.

“ Kalo mau mengolahnya biasa direndam dulu, setelah direndam baru bisa diolah. Kalo Koil ini dari Manggarai. Justru orang-orang dahulu itu sebenarnya salah satu strategi mereka untuk mengawetkan makanan dengan membuat Koil ini. Kalo misalnya disimpan dalam bentuk yang segar itu kan umurnya pendek, jadi untuk memperpanjang masa penyimpanan dibuatlah seperti ini”.

Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil NTT Suarakan Dampak dan Solusi Perubahan Iklim

Jewawut atau biasa disebut weteng oleh masyarakat Flores juga dimanfaatkan sebagai olahan herbal bagi perempuan yang selesai melahirkan. Namun untuk sekarang ini pengolahannya lebih didominasi oleh beras.

“Weteng ini manfaatnya sangat baik misalnya untuk kesehatan ibu yang habis melahirkan. Bisa juga untuk mengobati yang sakit patah tulang. Diolahnya jadi bubur, salah satu olahannya juga ada puding jewawut. Dikupas setelah itu langsung dimasak. Tapi seperti itu tadi, sorgum kemudian Leye ini tidak banyak lagi seperti beras. Ini karena beras sudah sangat mendominasi. Jadi panganan sepeerti ini tidak sebanyak dahulu,” ujar I’im.

Jali-jali juga merupakan jenis kacang-kacangan  yang biasa disebut masyarakat Lembata yaitu leye, masyarakat Manggarai menyebutnya sela. Salah satu suku  di Lembata mengharuskan perempuan untuk mengkonsumsi  Leye sebagai bagian dari adat istiadat. Sampai saat ini masyarakat Lembata masih banyak menanam tumbuhan tersebut.

 “Ada satu suku di Lembata dimana perempuan itu diwajibkan untuk mengkonsumsi jali-jali. Makanya mereka sampai sekarang itu masih menanam dan mengkonsumsi jali-jali. Itu salah satu tradisi adat mereka”.

Kondisi daerah yang kering memungkinkan jali-jali sebagai alternatif tanaman pangan pengganti beras atau jagung.

Baca: Kaum Muda Desa Hewa-Flores Timur Mendokumentasi 12 Padi Lokal

“Selain itu sebenarnya Lembata kondisinya kering. Jika kita tanam padi kemudian tanam jagung, dan itu tidak bisa tumbuh dengan baik.  Ada salah satu alternatif tanaman pangan namanya leye atau jali-jali yang bisa dikonsumsi. Ini sebenarnya tidak butuh banyak air ketika tanam, palingan hanya saat pertama kali ditanam itu butuh air. Selanjutnya tidak butuh banyak air lagi”.

Pemanfaatan pangan lokal yang kurang menjadikan ketersediaan komoditas pangan daerah semakin sedikit. Bahkan langka dan jarang untuk dijumpai. Beragam pangan lokal di NTT namun selama ini tidak dimanfaatkan masyarakat. Mereka tidak mengkonsumsinya lagi karena sudah terlanjur bergantung dengan beras. (Ayunda)

Rita Hasugian

Rita Hasugian

Baca Juga

Warga Desa Kairane di NTT Rawat 9 Jenis Bibit Jagung Lokal dari Kepunahan

Warga Desa Kairane di NTT Rawat 9 Jenis Bibit Jagung Lokal dari Kepunahan

by Rita Hasugian
12 September 2024
0

Boleh jadi kita tidak pernah terlintas cari tahu tentang jenis jagung yang kita konsumsi, apakah berasal dari bibit jagung lokal...

Petani rumput laut di NTT meradang pasca terbitnya pergub yang melarang pengiriman ke luar daerah (Joe-KatongNTT)

NTT Belum Ekspor Rumput Laut Tahun Ini

by Tim Redaksi
30 Mei 2024
0

Ekspor rumput laut NTT ini memang minim sejak ekspor perdana pada 2019 lalu sebesar 25 ton Alkali Treated Cottonii (ATC)...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Katong NTT

Merawat Suara Hati

Menu

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

Follow Us

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
Sign In with Linked In
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Sorotan
  • Perempuan dan Anak
  • Cuaca, Iklim dan Lingkungan
  • Pekerja Migran & Perdagangan Orang
  • Lainnya
    • Bisnis
      • Agribisnis
      • Industri Pariwisata
    • Inspirator
    • Opini
    • Pemilu 2024
    • Kolaborasi
      • Cerita Puan
      • Dekranasda Provinsi NTT
      • Kabar dari Badan Penghubung NTT
      • Media dan Literasi

Merawat Suara Hati