Kupang – Literasi keuangan dan inklusi keuangan mungkin belum mudah dipahami masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Alhasil tak mudah untuk menjelaskan apa manfaat keduanya dalam keseharian mereka.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi NTT, Japarmen Manalu membuat ilustrasi tentang beda keduanya saat memberikan sambutan pembukaan Training of Trainers Perangkat Desa di Pulau Timor, Rote Ndao, dan Sabu Raijua pada Senin, 19 Juni 2023.
“Saya beli hp langsung pakai. Padahal orang sudah membuat panduan berlembar-lembar (biasanya kertas panduan tersedia di dalam kotak hp), tapi kita langsung pakai. Kalau mentok baru telepon teman minta bantuan. Pokoknya pakai dulu, soal nanti ada masalah, tanya teman,” kata Japarmen tersenyum.
Para peserta yang sebagian besar kepala desa tertawa mendengarkan ilustrasi Japarmen.
Dia menjelaskan, literasi keuangan itu bermakna pemahaman dan keterampilan masyarakat dalam memanfaatkan jasa keuangan untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Baca juga: OJK dan Jalan Panjang Wujudkan Hak Kekayaan Intelektual Jadi Jaminan Kredit Bank
Adapun arti inklusi keuangan menurut peraturan OJK Nomor 76/POJK.07/2016 adalah ketersediaan akses akan berbagai lembaga, produk, dan layanan jasa keuangan formal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Semestinya, kata Japarmen, literasi keuangan masyarakat lebih dulu baik untuk kemudian melakukan inklusi keuangan. Karena kebiasaan yang keliru ini, tak heran kerap terjadi masalah dalam mengakses produk atau layanan lembaga keuangan.
Tapi kebiasaan ini tidak hanya ditemukan di NTT, tapi di berbagai daerah. Setidaknya hal itu tercermin dari hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022. Survei terhadap 14.634 responden dari 76 kabupaten/kota di 34 provinsi menyebutkan angka 49,68 persen untuk tingkat literasi keuangan. Sedangkan skor inklusi keuangan 85,10 persen.
Sedangkan berdasarkan survei literasi dan inklusi keuangan untuk NTT, hasilnya 51,95 persen untuk literasi keuangan dan 85,9 persen untuk inklusi keuangan.
Hasil SNLIK 2022 menunjukkan ada gap 49,68 persen antara literasi keuangan dan inklusi keuangan. Begitu juga NTT, terjadi gap sebesar 34,02 persen dari hasil survei tersebut.
Kesimpulan dari survei ini adalah dari sekitar 280 juta warga Indonesia, sekitar 238 juta orang sudah menggunakan produk atau layanan keuangan. Namun belum memiliki pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang utuh mengenai produk dan layanan yang digunakan.
Begitu juga di NTT, 85 persen dari sekitar 5 juta penduduknya atau sekitar 4,2 juta penduduknya sudah menggunakan produk atau layanan keuangan. Namun sebagian besar belum memiliki tingkat literasi keuangan yang baik.
Baca juga: OJK Buat Aplikasi iBPR-S, Ini Manfaatnya bagi Pelaku Usaha
Khusus untuk NTT, rendahnya literasi keuangan ini ditimpali dengan 3 masalah besar yakni kemiskinan, stunting, dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Sehingga OJK, kata Japarmen didukung Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa NTT mengadakan training of trainers untuk perangkat desa di tiga pulau yakni Pulau Timor, Rote Ndau dan Sabu Raijua.
Kadis Pemberdayaan Masyarakat dan Desa NTT, Viktor Manek menjelaskan, persoalan mendasar tentang literasi keuangan adalah sumber daya manusia.
“Semua punya hp, malah hp kepala desa canggih, tapi belum memanfaatkan ini untuk literasi. Padahal banyak potensi di daerah yang dapat dipromosi hingga dipasarkan melalui pemahaman literasi keuangan,” kata Viktor dalam acara pembukaan Training of Trainers di aula pertemuan OJK NTT, Kota Kupang, Senin, 19 Juni 2023.
Viktor mengimbau perangkat desa sebagai peserta untuk sungguh-sungguh mengikuti pelatihan literasi keuangan selama 5 hari, 19-23 Juni 2023. Setelah itu mereka harus membagikan pengetahuan dan ketrampilan dari pelatihan ini ke masyarakat di desa mereka.
Masalah lainnya, kata Viktor, adalah sulitnya pasar bagi masyarakat untuk menjual komoditi mereka dan posisi tawar mereka yang lemah berhadapan dengan ijon dan off taker. Sehingga masyarakat desa yang nanti memiliki pengetahuan tentang literasi keuangan, akan dengan sendirinya mampu meningkatkan posisi tawar mereka.
John Pelondo, Kepala Desa Semau Selatan menuturkan, pelatihan yang dia ikuti hingga hari kedua telah memberikan manfaat baginya. Terutama dia semakin mengenali apa yang dimaksud dengan literasi keuangan.
“Menyenangkan. Tentu ada manfaat. Senang juga bisa belajar bersama. Dari yang sonde tahu akhirnya lewat pelatihan ini bisa tahu,” kata John kepada KatongNTT.com, Rabu malam, 20 Juni 2023.
Baca juga: Kemenkeu Dorong UMKM, Perbankan di NTT Masih Prioritas Kredit Konsumtif
John tidak merinci manfaat yang konkrit dia dapatkan dari pelatihan tersebut, namun dia memastikan pengetahuannya bertambah tentang literasi keuangan.
Setelah pelatihan literasi keuangan ini, kata Japarmen, pihaknya akan mengadakan pertemuan dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia, (Apindo NTT), Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, dan Kadin NTT. Sehingga langkah OJK memberikan pemahaman tentang literasi keuangan dan inklusi keuangan kepada perangkat desa didukung ketiga organisasi ini.
Japarmen berharap terjadi sinergi kerja antara Apindo dan Kadin NTT sehingga masyarakat desa dapat memasarkan produknya dan bersaing dengan sehat. Mereka terbebas dari ijon dan permainan harga oleh off taker yang sulit dikendalikan. Ini bisa diatasi oleh perangkat desa yang memahami literasi keuangan dan membagikan keterampilan itu kepada masyarakat di desanya.
“Saya imbau Apindo dan Kadin, janganlah terlalu mengorbankan masyarakat. Margin keuntungan jangan terlalu besar, sehingga susah pemasaran dan bersaing. Lebih bagus sedikit (margin keuntungan-Red) tapi jalan terus . Karena jika ada prospek di desa, maka tidak akan ada lagi korban TPPO,” kata Japarmen. (Rita Hasugian)