Kupang – Pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) didominasi pacar dan suami.
Data SIMFONI 2023 mengungkapkan pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan status pacar sebanyak 244 orang. Jumlah ini yang tertinggi sepanjang 2023 disusul 217 pelaku yang adalah suami atau istri.
Baca juga : Batal Nikahi Pacar, Pria di Kupang Dihukum Bayar Rp 77 Juta
Pelaku terbanyak selanjutnya adalah orangtua korban yaitu 188 orang, lalu 125 orang saudara korban, 112 orang tetangga, 23 pelaku yang adalah guru, 9 pelaku adalah rekan kerja dan 7 pelaku adalah majikan. Sedangkan status lainnya 152 pelaku.
Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di NTT pada tahun itu pun mencapai 1.172 kasus dengan 1.267 korban. Korbannya adalah 1.088 perempuan dan 179 laki-laki.
Adapun bentuk kekerasan terbanyak adalah kekerasan psikis yakni 493 kasus. Kemudian 412 kasus kekerasan seksual, 386 kasus kekerasan fisik, 19 kasus eksploitasi, 7 kasus trafficking, 126 kasus penelantaran, dan 59 kasus lainnya.
Bila dilihat berdasarkan usia, korban terbanyak adalah remaja atau yang berumur 13-17 tahun sebanyak 385 orang. Kemudian 383 korban berumur 25-44 tahun, 162 korban berumur 6-12 tahun, dan 150 korban berumur 18-24 tahun.
Baca juga : 187 Kasus Perempuan dan Anak di Kota Kupang, Ada Pelacuran Online
Kebanyakan kasus kekerasan ini terjadi dalam hubungan belum menikah dengan 842 korban. Korban kekerasan dalam status pernikahan sendiri ada 368 orang.
Lokasi kekerasan pun paling banyak terjadi di rumah yaitu 938 kasus. Sebanyak 47 kasus lainnya terjadi di sekolah, 80 kasus di fasilitas umum, 57 kasus di lembaga pendidikan kilat, dan 128 kasus di lokasi lainnya.
Data ini juga menyebut korban terbanyak adalah pelajar, pekerja rumah tangga juga pekerja swasta atau buruh. Rinciannya 515 pelajar, 267 pekerja rumah tangga, dan 103 pekerja swasta atau buruh.
Baca juga : Pilu membiru Perempuan Dalam Rumah Tangga
Sebelumnya, Kepala Dinas Pemberdayaan. Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi NTT, Iien Adriany menyampaikan, kasus kekerasan perempuan dan anak perlu jadi perhatian khusus dari berbagai pihak terutama keluarga.
Menurutnya, kekerasan berbasis gender berpotensi besar terjadi dan karena itu ia berharap ada pencegahan yang lebih intensif dengan menggandeng berbagai mitra.
“Perlu pengawasan yang masif dari semua pihak terhadap perempuan dan anak karena banyak terjadi hal yang tidak diinginkan, pelecehan dan sebagainya,” kata dia. ***