Kupang – Salome atau metode tanam bersama dalam satu lubang bukan sekadar tradisi, tetapi strategi adaptasi pertanian di lahan kering Nusa Tenggara Timur (NTT) yang semakin relevan di tengah perubahan iklim. Di Pulau Timor, petani masih mengandalkan cara ini untuk menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, sekaligus menjamin pangan keluarga.
Yuliana, petani dari kelompok tani Noepes, Desa Baumata Barat, Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang, NTT menggunakan metode salome untuk menanam bibit jagung, kacang nasi, dan sorgum saat ditemui di kebunnya awal Agustus 2025.
Baca juga: #PerempuanRawatBumi: Minim Dukungan, Perempuan NTT Bangkitkan Kembali Pangan Lokal
Dengan menggunakan batang kayu Gamal yang ujungnya sudah ditumpulkan, Mama Yuli, begitu dia disapa, melubangi lahan kebun yang dia kelola bersama suami dan anak-anaknya. Setiap lubang dia biasanya mengisi tiga hingga empat biji jagung, kacang nasi, dan sorgum. Namun untuk saat ini, Yuliana tidak memasukkan biji sorgum karena alasan musim panas sehingga keterssediaan air sangat terbatas.
“Saat ini musimnya lagi panas hanya mengharapkan air di sekitar selokan ini. Maka untuk sorgum kami belum tanam,” kata Yuliana kepada KatongNTT.
Setelah lubang-lubang terisi dan ditutup kembali, Yuliana melanjutkan kerjanya dengan menusukkan batang ubi seolah menjadi benteng untuk lahan yang sudah dilubangi. Sekitar tiga bulan ke depan, batang ubi itu bertumbuh sehingga daunnya bisa dijual atau digunakan sebagai sayur untuk keluarganya,
Oni Nesti Benu, petani asal Desa Kairane, Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupate Kupang mengatakan, metode salome sudah turun temurun digunakan para petani di desanya. Umumnya metode salome atau sen untuk tanaman hortikultura tertentu.
“Tidak semua tanaman bisa memakai salome. Untuk menanam padi sonde bisa pakai cara salome,” kata Oni.
Biasanya, dia menanam bibit jagung, kacang, dan labu dalam satu lubang. Saat panen, ketiga tanaman itu bisa menghasilkan buah tanpa saling merusak.

Metode tanam salome telah menarik perhatian tim peneliti dari Politani Negeri Kupang untuk diteliti efektivitasnya dalam meningkatkan produksi pertanian di lahan kritis dan kering. Metode ini menghasilkan produksi jagung __ makanan pokok masyarakat NTT___ sedikitnya 2,5 ton per hektar.
Noldin Mariatu Abolla yang memimpin riset metode salome atau Sen (bahasa Dawan, bahasa yang digunakan sebagian besar penduduk di Pulau Timor ) mengatakan, salome atau sen merupakan metode strategis untuk produksi pertanian dan pemanfaatan sumber daya alam yang spesifik dan terbatas, khususnya di wilayah Timor Barat atau Pulau Timor.
Baca juga: #PerempuanRawatBumi: Tradisi Mengolah Kacang Beracun Jadi Pangan Alternatif
Kondisi geografis wilayah Timor Barat berbukit dan berlereng dengan kemiringan 10-45 derajat, sangat peka terhadap erosi. Sehingga kondisi lahan di sana umumnya lahan marjinal yang bersolum tipis dan berbatu. Secara klimatologi, Timor Barat beriklim iklim kering dengan musim kemarau yang panjang mencapai 9 bulan dan musim hujan yang singkat sekitar 3 bulan.
“Pola tanam Sen dapat dipakai sebagai alternatif strategi peningkatan produksi jagung di Timor Barat dengan menggunakan varietas-varietas jagung lokal yang memiliki potensi hasil yang tinggi,” kata Noldin.
Budidaya jagung di Timor Barat umumnya dilakukan dengan pola tanam Sen, yaitu penanaman jagung, kacang-kacangan dan labu-labuan dalam satu lubang tanam. Varietas yang digunakan adalah varietas jagung lokal NTT. Tujuannya untuk mengurangi risiko kegagalan karena kondisi lingkungan, waktu dan curah hujan yang sangat sedikit.
Menurut Noldin sebagai ketua tim periset berdikari Politani Kupang, metode salome atau Sen layak dan bisa dikembangkan di wilayah lain di NTT yang memiliki kondisi iklim mirip atau bahkan serupa dengan Timor Barat.
Saat ini, Noldin mengungkapkan, tim peneliti Politani Negeri Kupang sedang melakukan penelitian tentang metode Sen di Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Utara. Penelitian ini untuk pengembangan jagung berbasis kearifan lokal pola pertanaman Sen dengan input produksi organik yang teroptimasi untuk meningkatkan produktivitas jagung, peningkatan nilai gizi produk pertanian. Hasil penelitian ini untuk meningkatkan kemandirian pangan dan ekonomi masyarakat dan petani NTT.
Baca juga: #PerempuanRawatBumi: Menjaga Pangan Lokal di Kaki Gunung Lewotobi
“Pendekatan ini akan memanfaatkan kekayaan varietas lokal, teknologi pertanian yang disesuaikan dengan kearifan lokal, serta sumber daya organik lokal untuk menciptakan ekosistem pertanian yang berkelanjutan,” kata Noldin.
Metode Salome atau Sen telah membuktikan bahwa warisan leluhur bisa menjadi solusi modern untuk ketahanan pangan. Dengan dukungan riset dan kolaborasi antarpetani, akademisi, dan pemerintah, NTT berpeluang menjadi contoh bagaimana kearifan lokal menjawab tantangan global: pangan berkelanjutan di tengah krisis iklim. (RIAN)




