Kupang – Komunitas Peacemaker Kupang (Kompak) mengadakan Tour Lintas Rumah Ibadah untuk menumbuhkan toleransi terhadap perbedaan agama atau keyakinan. Sebanyak 28 peserta mengikuti Tour ke rumah ibadah umat Budha, Hindu, Islam, Katolik dan Kristen di Kota Kupang pada Sabtu, 18 November 2023.
Para peserta mengawali tour dengan berkunjung ke rumah ibadah umat Budha di Vihara Pubharatana, Kelurahan Sikumana. Lalu ke Pura Agung Giri Kerthabuana sebagai rumah ibadah umat Hindu di kelurahan Kolhua.
Baca juga: Pemilu 2024, Dewan Pers Mendesak Media Terapkan Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman
Para peserta yang kesemuanya generasi muda NTT kemudian melanjutkan tour ke Gereja Katolik St Fransiskus dari Asisi di Kolhua. Tour berlanjut dengan mengunjungi Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) Kaisarea. Terakhir, peserta berkunjung ke Masjid Darul Hijrah BTN Kolhua.
Di setiap rumah ibadah yang dikunjungi, para peserta mendapat penjelasan dari juru bicara rumah ibadah terkait dengan kepercayaan, tata cara. Kemudian peserta dan pihak rumah ibadah berdiskusi tentang sejarah agama guna memperkaya pengetahuan peserta tour.
Di sela peserta berkunjung di Vihara Pubharatana, Djonk Iskandar selaku Ketua Panitia Tour mengatakan keberagaman agama dan kepercayaan seringkali membuat risih dan rasa tidak nyaman di masyarakat. Sehingga Tour ini diharapkan dapat membantu orang muda KOMPAK dapat menerima perbedaan.
“Kami mengumpulkan orang muda dari beragam umur, beragam suku, beragam agama, dan beragam latar belakang. Takutnya mereka kecanggungan dan tidak punya keterimaan antara satu sama lain makanya kunjungan rumah ibadah ini perlu dilakukan agar mereka bisa tahu dan tidak risih dengan keberagaman yang ada”. Kata Djonk saat diwawancarai Katongntt.com.
Baca juga: Bawaslu RI Wanti-wanti Malaka dan Alor Rawan Konflik SARA
Tindakan intoleransi yang kerap terjadi di Indonesia, beberapa kasus di antaranya terjadi di NTT menjadi ancaman terhadap eksistensi dasar negara.
” Biar ketika ada tindakan intoleransi kita bisa sama-meredam itu. Dengan diperkenalkan seperti ini mereka tahu yang nyata itu seperti ini,” ujar Djonk Iskandar.
Beberapa peserta memberikan tanggapan atas keikusertaannya dalam Tour tersebut.
“Sebelumnya saya di Bima itu kan mayoritas muslim dan saya juga belum pernah datang ke rumah-rumah ibadah agama lain. Dari kegiatan ini saya tahu bagaimana cara agama lain beribadah karena selama ini saya hanya berada di masjid,” ujar Putry Zulfa.
Tour ini juga dinilai memberikan dampak baik bagi masyarakat sehingga perlu diadakan secara berlanjut.
” Saya sangat mengapresiasi kegiatan komunitas anak muda yang seperti ini. Berkunjung dan belajar bersama dan menumbuhkan sikap toleransi di tengah-tangah kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk,” kata I Nengah Pustaka, Ketua Pengempon Pura Agung Giri Kerthabuana saat menyambut peserta Tour.
Baca juga: Warga Fatufeto Tempatkan Replika Salib Yesus dan Bedug Ramadan di Satu Lokasi
Masalah intoleransi masih kerap terjadi di Indonesia. Bahkan NTT yang dikenal sebagai provinsi yang tingkat toleransinya tertinggi di Indonesia, justru punya kasus-kasus intoleransi. Meski demikian, NTT pernah tercatat ada beberapa kasus intoleransi.
“Kasus untuk NTT itu tu pernah di Bijeli Kefa, ada penolakan gereja Katolik sama gereja Kristen di sana. Kalau di TTS di Boentuka ada penolakan mushola. Di Kupang pernah terjadi di Batuplat penolakan masjid dan lama sekali baru dibangun. Lalu pernah di Oesapa kecil penolakan masjid juga. Ini karena sudah ada penolakan gereja di Jawa waktu itu”, ujar Djonk Iskandar. (Ayunda).