26 March 2023
Sultani Rifaid, Pelaku UMKM Madu Usul Pemda NTT Buat Rumah Kemasan
Dekranasda NTT

Sultani Rifaid, Pelaku UMKM Madu Usul Pemda NTT Buat Rumah Kemasan

Mar 18, 2023

Kupang – Pandemi Covid-19 menjadi mimpi buruk bagi banyak orang. Sultani Rifaid, menjadi salah satu yang terkena imbas dari ganasnya virus itu. Di tahun 2020, ia harus gulung tikar dari pekerjaannya sebagai penyuplai daging di beberapa retail di Kota Kupang, NTT.

Tak ada orderan lagi kala itu dengan permasalahan lainnya yang makin kompleks. Sultani kemudian putar otak untuk bagaimana tetap hidup dengan memulai usaha baru.

“Cari inisiatif, kira-kira apa yang usahanya itu pada saat Covid dia tetap eksis, dan sesudah Covid juga tetap eksis. Jadi pikir-pikir, oh madu. Karena madu nilai jualnya juga tinggi pas Covid itu,” jelas Sultani, saat disambangi di rumahnya di BTN Kolhua, Kupang.

Dengan modal awal Rp 15 juta, pria 39 tahun itu kemudian memasok madu dari Amfoang, Kabupaten Kupang. Baru kemudian ia kemas dan pasarkan. Madunya ia beri nama ‘Madu Hutan NTT – An Nahl’. Kata An Nahl  merupakan bahasa Arab yang artinya lebah.

Madu Amfoang waktu panennya hanya di Juni – Juli. Membuat Sultani harus menyiapkan modal besar untuk mengambil madu dalam jumlah besar sekaligus. Sekali ia ambil sebanyak 500 – 600 liter madu.

Proses pengemasan madu hutan Timor An Nahl oleh Sultani Rifaid (Ruth-KatongNTT)
Proses pengemasan madu hutan Timor An Nahl oleh Sultani Rifaid (Ruth-KatongNTT)

Lalu ia kemas dalam wadah berukuran 125 ml dan dijual dengan harga Rp 40 ribu. Lalu ukuran 250 ml dijual dengan harga Rp 65 ribu. Kemudian ukuran 550 ml dengan harga jual Rp 120 ribu.

Baca Juga: Pendeta Berbisnis Madu Pahit dari Hutan Semau

Tiga tahun berjalan, produknya sudah masuk ke berbagai toko oleh-oleh dan swalayan di Kota Kupang. Pun di beberapa retail seperti Hypermart, Lippo, dan Indomaret serta dikirim ke luar NTT.

“Terakhir itu baru tester ya, kirim ke Qatar,” katanya.

Sultani menjelaskan, kualitas produk yang memadai membuat produknya diterima di banyak tempat. Banyak UMKM di NTT yang terhambat pemasarannya oleh karena tak memenuhi syarat. Tak bersertifikat Halal, PIRT, BPOM, dan tak memenuhi aspek pendukung lainnya seperti kualitas kemasan yang baik, membuat banyak produk UMKM tak diterima pasar.

“Sebenarnya pemerintah buat perizinan bukan menyusahkan. Tapi punya kepentingan besar di balik itu, bukan sekadar kepentingan kita. Yaitu hak-hak konsumen, produk kita ini aman atau tidak aman,” jelasnya.

Untuk kemasan, Sultani menggunakan kemasan gelas kaca. Katanya, agar menghindari penggunaan plastik berlebih yang ujung-ujungnya hanya memperbanyak sampah plastik.

Ayah dari tiga anak ini mengatakan, kemasan jadi satu aspek penting dalam pemasaran. Walau banyak UMKM yang mengagungkan rasa, tapi kemasan luar jadi hal pertama yang dilihat calon pembeli.

“Jadi kemasan yang bagus itu mempengaruhi psikologis orang. Produk yang sama, dengan kemasan yang berbeda, maka orang akan cenderung memilih yang kemasannya bagus,” jelasnya.

Sayangnya, kebanyakan UMKM masih mengambil kemasan dari luar NTT. Kualitas yang berbeda dengan harga yang lebih murah, membuat banyak UMKM lebih memilih produk luar. Namun, lagi-lagi, pemesanan kemasan tak bisa dalam jumlah yang kecil. Ini jadi satu tantangan yang masih dihadapi, kata Sultani.

“Seharusnya pemerintah buat Rumah Kemasan seperti di Jawa. Itu kan mereka buat UPTD begitu. Jadi membantu sekali UMKM di sana untuk buat kemasan. Karena kita UMKM ini kan tidak semua juga paham bagaimana mendesain kemasan kan,” harapnya.

Walau kini telah banyak tempat yang bersedia menjual produknya, dan mendapat keuntungan hingga Rp10 – 12 juta, untuk sampai pada titik ini tak mudah. Masih ada persepsi masyarakat yang harus ia beri pengertian.

“Ini sebenarnya akal-akalan penjual madu palsu. Katanya kalau madu asli itu tidak dikerubungi semut. Madu itu 60% mengandung Luctosa, 40% Glukosa. Jadi manis. Bagaimana tidak ada semut,” ujarnya.

Baca Juga: Lima Masalah Utama Dihadapi UMKM NTT

Selain itu, hambatan yang masih ia temui ialah tingginya harga ongkos kirim (ongkir) ke luar pulau NTT. Sultani mengatakan, pasar di luar NTT itu ada dan besar. Sayangnya, terhambat pada harga ongkir yang terkadang bisa melebihi harga produknya.

Produk Madu Hutan Timor An Nahl yang dikemas Sultani di BTN, Kupang, NTT (Ruth-KatongNTT)
Produk Madu Hutan Timor An Nahl yang dikemas Sultani di BTN, Kupang, NTT (Ruth-KatongNTT)

“Jadi kadang kita jual harga murah, tapi karena tambah ongkir, harga jadi mahal sekali. Orang-orang di luar NTT yang mau beli jadi lebih memilih madu di daerah sana saja,” jelasnya.

Untuk itu ia berharap, Dekranasda NTT sebagai lembaga yang memberi banyak perhatian pada UMKM, untuk jika bisa membuka satu outlet di luar NTT. Tujuannya agar produk-produk dari NTT bisa dikirim bersamaan dan punya tempat yang bisa dijangkau banyak pihak.

“Karena kami UMKM ini masalahnya bukan hanya produksi. Tapi ujungnya ini, pemasaran ke mana? Uniknya Dekra itu kalau mereka ambil produk kita, mereka langsung bayar. Tidak tunggu laku dulu. Ini membantu sekali. Tapi kalau bisa ada satu tempat di Jawa misanya yang disediakan untuk UMKM, agar kami tidak bayar ongkir mahal lagi,” pungkasnya.***

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *