Pengantar: Pemimpin umat Katolik sedunia (Holy See), Paus Fransiskus akan berkunjung ke Indonesia pada tangga 3-6 September 2024. Ini merupakan kunjungan kenegaraan Paus Fransiskus yang pertama ke Indonesia. Dalam kunjungan Paus Fransiskus ke kawasan Asia Pasifik, Indonesia menjadi negara pertama dikunjungi untuk kemudian Papua Nugini, Timor Leste, dan Singapura.
Paus yang dikenal dekat dengan orang-orang yang disingkirkan atau tidak dianggap keberadaannya akan mengadakan sejumlah pertemuan kenegaraan dan memimpin misa dengan ribuan umat Katolik di Jakarta. Menurut data Kementerian Agama, jumlah umat Katolik hingga akhir 2022 sebanyak 8,5 juta
jiwa atau sekitar 3,06 persen dari total populasi warga Indonesia yakni 277,75 juta jiwa.
Seperti telah ditulis di bagian sebelumnya bahwa Paus Fransiskus sangat memperhatikan orang – orang miskin dan mereka yang tersingkirkan seperti para pengungsi dan imigran. Para pengungsi yang lari dari tanah airnya karena berbagai tekanan harus bertaruh nyawa melintasi batas-batas negara sebelum ada yang mau menampungnya. Demikian juga para imigran yang terpaksa meninggalkan tanah airnya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di negeri asing.
Baca juga: Tentang Paus Fransiskus (5)
Paus Fransiskus pada 8 Juli 2013 atau 4 bukan setelah menjadi pemimpin Gereja sejagat mengunjungi Pulau Sisilia di Italia. Di sIni Sri Paus mempersembahkan perjamuan ekaristi suci bersama umat setempat dan para imigran.
Saatnya ia menyampaikan homili yang menurut saya sangat bernas. Peter Surjadi, umat yang tinggal di Kota Bogor, menerjemahkan homili ini ke dalam bahasa Indonesia. Saya menerima terjemahan homili tersebut dari surat elektronik Bung Peter.
Di awal homilinya, paus mengungkapkan kesedihannya karena ada imigran yang meninggal di laut ketika hendak mencapai tanah harapan. Rupanya paus tahu hal ini dari berita utama di surat kabar. Di sisi lain ia merasa gembira dan berterima kasih kepada orang-orang yang telah menunjukkan perhatian kepada para pengungsi.
Sri Paus ingat kepada para imigran Muslim yang waktu itu sedang memulai puasa Ramadan dengan keinginan terbaik bagi buah-buah rohani yang melimpah. Gereja, lanjutnya, dekat dengan kaum Muslim dalam mencari kehidupan yang lebih bermartabat bagi mereka dan keluarganya.
Baca juga: Tentang Paus Fransiskus (4)
Paus menyinggung perihal ketidakpedulian. “Kita merasa damai dengan ini, kita merasa baik-baik saja. Budaya kesejahteraan yang membuat kita berpikir tentang diri kita yang membuat kita tidak peka terhadap teriakan orang lain, yang membuat kita hidup dalam gelembung sabun yang indah tapi hampa. Hanya khayalan kesia-siaan, khyalan fana yang membawa ketidakpedulian terhadap orang lain yang bahkan membawa globalisasi ketidakpedulian.
Dalam dunia globalisasi ini kita telah jatuh ke dalam globalisasi ketidakpedulian. Kita terbiasa dengan orang lain, itu bukan keprihatinan kita, itu bukan urusan kita. Globalisasi ketidakpedulian membuat kita semua tak bernama. Pemimpin tanpa nama dan tanpa wajah.”
Masih berkaitan dengan ketidakpedulian, Paus Fransiskus mengatakan, kita adalah masyarakat yang telah melupakan pengalaman menangis, pengalaman menderita. Globalisasi ketidakpedulian menurut paus telah mengambil dari kita kemampuan untuk menangis.
Baca juga: Tentang Paus Fransiskus (3)
Di bagian-bagian akhir homilinya, paus berkata tentang Raya Herodes yang menabur kematian untuk mempertahankan kesejahteraan, gelembung sabun miliknya sendiri. Ini, lanjutnya, terus berulang.
Akhirnya Paus memohon kepada Tuhan rahmat untuk menangisi ketidakpedulian kita, menangisi kekejaman di dunia, dalam diri kita. Bahkan dalam diri mereka yang secara anonim membuat keputusan sosial ekonomi yang membuka jalan untuk tragedi seperti ini. (Bersambung)