• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Minggu, Oktober 19, 2025
  • Login
Katong NTT
  • Home
  • Sorotan
  • Perempuan dan Anak
  • Cuaca, Iklim dan Lingkungan
  • Pekerja Migran & Perdagangan Orang
  • Lainnya
    • Bisnis
      • Agribisnis
      • Industri Pariwisata
    • Inspirator
    • Opini
    • Pemilu 2024
    • Kolaborasi
      • Cerita Puan
      • Dekranasda Provinsi NTT
      • Kabar dari Badan Penghubung NTT
      • Media dan Literasi
No Result
View All Result
  • Home
  • Sorotan
  • Perempuan dan Anak
  • Cuaca, Iklim dan Lingkungan
  • Pekerja Migran & Perdagangan Orang
  • Lainnya
    • Bisnis
      • Agribisnis
      • Industri Pariwisata
    • Inspirator
    • Opini
    • Pemilu 2024
    • Kolaborasi
      • Cerita Puan
      • Dekranasda Provinsi NTT
      • Kabar dari Badan Penghubung NTT
      • Media dan Literasi
No Result
View All Result
Katong NTT
No Result
View All Result
Home Kolaborasi Dekranasda Provinsi NTT

Tenunan Buna Nan Unik di Tangan Yasinta Linome dan Anaknya Katarina Beukliu

Tim Redaksi by Tim Redaksi
3 tahun ago
in Dekranasda Provinsi NTT
Reading Time: 3 mins read
A A
0
Penenun kain buna dari Ayotupas, Katarina Beuklia (kiri) dan ibunya Yasinta Linome (kanan) saat ditemui di toko tenun mereka di Kayu Putih, Kupang, NTT (Ruth-KatongNTT)

Penenun kain buna dari Ayotupas, Katarina Beuklia (kiri) dan ibunya Yasinta Linome (kanan) saat ditemui di toko tenun mereka di Kayu Putih, Kupang, NTT (Ruth-KatongNTT)

0
SHARES
401
VIEWS

Kupang – Yasinta Linome, perempuan 70 tahun ini merupakan penenun Buna asal Ayotupas yang masih aktif menenun.

Sejak kecil, Yasinta sudah diajari menenun.

BacaJuga

Produk 'Dosa', yang adalah cuka tradisional dari Rote, NTT (Ruth-KatongNTT)

Mengenal ‘Dosa’, Cuka Tradisional dari Rote, NTT

27 Mei 2023
Proses produksi garam di CV. Raja Baru milik Ferdinand Latuharu (Dok. CV. Raja Baru)

Pabrik Garam Ferdinand Latuheru Kesulitan Bahan Baku

21 Mei 2023

“Karena dulu itu perempuan harus bisa tenun baru diperbolehkan nikah,” jelas Katarina Beukliu, anak dari Yasinta.

Ini jadi tradisi sejak dulu hingga sekarang di Ayotupas, TTS, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Anak-anak perempuan di Ayotupas diajarkan menenun sejak dini. Kini, menenun jadi satu mata pencaharian para perempuan Ayotupas.

Baca Juga: Sikka dan Alor Mendaftarkan Indikasi Geografis Tenunnya, 13 Kabupaten Menyusul

Tenunan Buna memang unik. Kainnya diberi warna lalu motifnya diikat sehingga membuat motifnya timbul. Nilai jualnya relatif mahal.

“Jadi tenun Buna ini beda dengan tenun ikat. Kalau tenun ikat, motifnya diikat, baru kainnya dikasih warna, setelah itu ikatannya dilepas. Kalau Buna, kain sudah dikasih warna, baru motifnya diikat sambil tenun,” jelas Katarina.

Proses Menenun Kain Buna (Ruth-KatongNTT)
Proses Menenun Kain Buna (Ruth-KatongNTT)

Ia mengatakan jenis tenun Buna ini bukan hanya ada di Ayotupas saja. Tapi bisa ditemui di Kefa, maupun Malaka.

“Tapi kalau yang dari Ayotupas itu kebanyakan motifnya hewan,” ujar perempuan usia 36 tahun ini.

Beberapa motif yang sering dibuat ialah berbentuk katak, cicak, belalang sembah, ayam, udang, laba-laba, burung, dan ada pula bentuk manusia.

Motif-motif ini diambil dari apa yang terlihat di Ayotupas.

“Motif sin ia nako au aina sin moe nain (motif-motif ini dari nenek saya mereka sudah buat),” ujar Yasinta.

Sehingga secara turun temurun jenis motif hewan yang dibuat.

Katarina menambahkan, dulu tak ada foto maupun kemampuan orang untuk menggambar. Mereka mengandalkan petunjuk alam saat hendak menenun.

Sehingga para tetua hanya menggunakan imajinasi ketika membuat motif di tenunan mereka.

“Jadi kalau misalnya mereka mau tenun, dan ada dengar suara misalnya burung. Mereka pikir dan buat itu,” jelasnya.

Katarina mengatakan, proses menenun tenunan Buna mencapai tiga minggu hingga enam bulan. Tergantung dari motif apa yang dibuat dengan ukuran kain.

“Paling lama itu motif ayam udang. Apalagi kalau pakai pewarnaan alami. Kita mesti cari dulu bahan pewarnaannya di hutan. Sudah begitu motifnya susah,” ucap Katarina.

Lebih lanjut ia menjelaskan, motif ayam udang sendiri terdapat filosofinya sendiri.

Tenun buna dengan motif Ayam Udang yang dijual dengan harga Rp6 juta per helai kain (dok. Pribadi Katarina)
Tenun buna dengan motif Ayam Udang yang dijual dengan harga Rp6 juta per helai kain (dok. Pribadi Katarina)

Ayam melambangkan waktu. “Orang tua dulu tidak mengenal jam. Jadi mereka tanda dari ayam. Kalau sudah berkokok, tandanya mulai kerja,” jelasnya.

Sedangkan Udang dilambangkan sebagai keceriaan.

Tenunan Buna dari Ayotupas ini dijual dengan harga minimal Rp200 ribu hingga yang termahal mencapai Rp 6 juta per lembar kain.

“Orang bilang buat ini gampang saja. Coba sesekali mari buat. Ini tidak gampang,” ujar Katarina.

Menghidupi Keluarga Dari Tenunan

Yasinta sejak ditinggal suaminya pada 1996, ia akhirnya harus banting tulang sendiri menyekolahkan tujuh orang anaknya.

“Au usosa tais, u skol au ana sin, (saya jual kain tenun untuk sekolahkan anak-anak),” kata Yasinta.

Baca Juga: Mariance Kabu Suarakan Perlawanan dan Pulihkan Trauma Lewat Tenun

Sejak tahun 1996, Yasinta mulai berjualan tenun di Kupang. Ia menggunakan kendaraan umum dari Ayotupas.

Ketika sampai di Kupang dia mulai menjajal tenunannya ke beberapa toko langganan. Bahkan hingga kini.

“Au usosa tais neno ne Rp125 (saya jual kain waktu itu harganya Rp125),” kata Yasinta.

Dari hasil jualannya itu, ia menyekolahkan ke tujuh anaknya hingga sarjana.

Namun demikian, lima orang anak perempuannya tetap menenun hingga saat ini.

Yasinta di usia senjanya masih menenun. Katanya, “anam mnahat (buat beri nasi/beras),”

Sedangkan Katarina sejak menamatkan pendidikan strata satu di bidang keagamaan di 2016 lebih memilih berjualan tenun.

Kini dia punya toko sendiri dan mempekerjakan orang juga untuk membuat produk turunan dari tenunnya. Seperti sepatu, topi, tas, gelang, dan gantungan kunci.

Katarina memakai topi yang merupakan produk turunan dari kain tenunnya (Ruth-KatongNTT)
Katarina memakai topi yang merupakan produk turunan dari kain tenunnya (Ruth-KatongNTT)

Walau banyak yang menyesalkan tindakannya itu, namun Katarina bahagia menjalani harinya sebagai penenun dan ibu rumah tangga. Penghasilannya pun mencukupi.

“Saya punya kawan bilang percuma lulus S1 tapi kerja jadi penenun. Sekarang, mereka lihat saya punya kerja dan pendapatan begini, mereka juga mau,” katanya sambil tersenyum.

Saat disinggung akan penghasilannya per bulan, Katarina enggan mengutarakannya secara terbuka.

“Sampai dua digit angkanya, ma?,” tanya saya.

Katarina hanya tertawa sambil mengangguk: “Ya begitulah.” *****

Tags: ##ayotupas#kaintenun#NTT#tenunan#tenunayotupas#tenunbunaTTS
Tim Redaksi

Tim Redaksi

Media berita online berkantor di Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Fokus pada isu-isu ekonomi, sosial, budaya, kesehatan, dan lingkungan.

Baca Juga

Produk 'Dosa', yang adalah cuka tradisional dari Rote, NTT (Ruth-KatongNTT)

Mengenal ‘Dosa’, Cuka Tradisional dari Rote, NTT

by Tim Redaksi
27 Mei 2023
0

Produknya ia beri nama Dosa, yang berasal dari bahasa Rote, yang artinya Cuka. “Tujuannya hanya untuk memperkenalkan saja kalau kami...

Proses produksi garam di CV. Raja Baru milik Ferdinand Latuharu (Dok. CV. Raja Baru)

Pabrik Garam Ferdinand Latuheru Kesulitan Bahan Baku

by Tim Redaksi
21 Mei 2023
0

“Sebelumnya itu bahan baku dari tahun lalu bisa bertahan sampai sekarang,” ujar laki-laki yang pernah mengikuti pendidikan di PT. Garam...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Katong NTT

Merawat Suara Hati

Menu

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak

Follow Us

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
Sign In with Linked In
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Sorotan
  • Perempuan dan Anak
  • Cuaca, Iklim dan Lingkungan
  • Pekerja Migran & Perdagangan Orang
  • Lainnya
    • Bisnis
      • Agribisnis
      • Industri Pariwisata
    • Inspirator
    • Opini
    • Pemilu 2024
    • Kolaborasi
      • Cerita Puan
      • Dekranasda Provinsi NTT
      • Kabar dari Badan Penghubung NTT
      • Media dan Literasi

Merawat Suara Hati