Kupang- Suara Medi Kol Kapitan, 40 tahun terdengar terbata-bata saat berbicara melalui telepon pada Selasa, 1 Oktober 2024 sekitar jam 7 pagi WITA. Saya mengira Mama Medi, begitu sapaannya, akan memberi informasi tentang perkembangan masalah penggalian batu mangan di Kecamatan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Perkiraan saya meleset jauh. Pejuang lingkungan di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) ini justru mengaku ketakutan akan dibunuh suaminya. Mama Medi jadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Baca juga: Dilema Korban KDRT, Melaporkan atau Patuhi Perintah Agama
“Ibu, suami saya ancam mau bunuh saya, tolong saya,” kata Mama Medi. Saya kaget mendengar kabar itu.
“Dimana Mama Medi sekarang. Bagaimana sampai suami ancam mau bunuh Mama,?” tanya saya sambil berpikir cara menyelamatkan nyawa Mama Medi.
Perempuan yang memimpin aksi penolakan tambang mangan di desa Oenbit, Kecamatan Insana sekitar 10 tahun lalu menjelaskan dirinya sudah tiga hari “mengungsi” ke rumah orangtua angkatnya. Dia memilih menyelamatkan diri dari ancaman Nikolas Mesi, 50 tahun yang akan membunuhnya.
Saya segera menyarankan Mama Medi untuk membuat pengaduan ke polisi. Saya kemudian mengirim pesan ke nomor Whatsapp Kepala UDPT Perlindungan Perempuan dan Anak NTT, Saleha H Wongso. Dalam pesan singkat itu saya menjelaskan tentang situasi Mama Medi dan mengirimkan nomor telepon korban. Saya berharap ada tindakan cepat untuk menyelamatkan nyawa ibu yang memiliki 6 anak ini.
Pesan saya dibaca. Tidak ada respons. Mama Medi menuturkan dia pun belum menerima telepon dari UPDT Perlindungan Perempuan dan Anak NTT.
“Belum ada telepon saya terima,” ujar Mama Medi dengan nada suara nyaris tak terdengar.
Suami paksa Mama Medi yang sedang sakit untuk mencari uang buat bayar pinjaman
Mama Medi mengatakan, dirinya baru dua hari keluar dari rumah sakit setelah menjalani perawatan dua malam.
“Saya punya darah 70/50 dan sakit di lambung. Saya dibawa ke rumah sakit dan harus dirawat dua malam,” ujarnya.
Sekembali dari rumah sakit, Mama Medi beristirahat di rumahnya. Masih berbaring lemah di tempat tidur, suaminya mendadak masuk kamar dan memaksanya turun dari tempat tidur untuk mencari uang buat membayar pinjaman.
Baca juga: Femisida di NTT, Saksi Ungkap Penganiayaan Sadis Albert Solo terhadap Istrinya, Maria Mey
“Baru dua hari keluar dari rumah sakit, dia tarik saya turun dari tempat tidur untuk cari uang bayar pinjaman,” ujarnya menahan emosi.
Nikolas memaksa istrinya untuk segera menjual tanah untuk membayar utangnya. Mama Medi menolak. Tanah yang mau dijual itu menurut Mama Medi adalah tanah atas nama dirinya.
Kekesalan Mama Medi adalah suaminya tidak mengizinkan dia kembali bekerja untuk membantu menangani masalah keuangan keluarga. Nikolas, menurut Mama Medi, cemburu terhadap istrinya yang sebelumnya bekerja menjual hasil pertanian di pasar tradisional di dekat rumahnya. Suaminya hanya membolehkan dia tinggal di rumah dan menenun kain.
“Dia cemburu dan tuduh saya selingkuh,” ujarnya. Namun, menurut Mama Medi, suaminya tidak dapat membuktikan tuduhan itu.
“Kapan satu Mati, baru saya puas.”
Puncak amarah suaminya pada hari Minggu malam 29 September 2024 sepulang dari Atambua, Kabupaten Belu. Suaminya mengancam akan membunuh dia jika keinginannya menjual tanah untuk membayar utang tidak direstui.
“Kapan satu mati, baru saya puas,” ujar Mama Medi mengutip ucapan suaminya.
“Saya rekam di hp semua ucapan dan ancaman dia,” ungkapnya.
Setelah mendengar ancaman itu, dia bergegas meninggalkan rumah untuk menyelamatkan diri bersama satu anak perempuannya. Mama Medi mencari perlindungan ke tetangga yang berprofesi sebagai polisi, namun polisi tersebut tidak ada di rumah.
Mama Medi semakin takut setelah menyadari suaminya dengan mengendarai sepeda motor sambil membawa parang mencari dirinya.
“Saya dan anak perempuan saya sembunyi di rumput dekat jalan. Kami melihat dia naik motor bawa parang cari saya,” katanya.
Dia berhasil lari ke rumah orangtua angkatnya malam itu. Hingga berita ini diturunkan, Mama Medi dan anaknya berlindung di rumah orangtua angkatnya.
Baca juga: Pasal Karet di UU KDRT Tak Kunjung Direvisi
Dia menerima informasi bahwa suaminya tinggal di rumah. Mama Medi tidak berani kembali ke rumahnya karena ancaman bunuh oleh suaminya.
“Saya takut pulang,” ujarnya dengan suara bergetar.
Namun Mama Medi mengiyakan untuk segera membuat laporan pengaduan ke polisi terdekat.
Delapan tahun lalu Mama Medi Laporkan Suami ke Polisi
Ini bukan kasus pertama Nikolas Mesi melakukan kekerasan terhadap istrinya, Mama Medi. Delapan tahun lalu Mama Medi melaporkan suaminya ke Polsek Insana. Dengan kepala luka berdarah-darah dipukul suaminya, Mama Medi bergegas ke kantor polisi. Peristiwa kekerasan yang dia alami terjadi sekitar jam 6 sore.
Rasa cemburu membuat Nikolas gelap mata terhadap istrinya. Pengaduan Mama Medi direspons polisi dengan menangkap dan menahan Nikolas. Dua hari di dalam tahanan polisi, pihak keluarga, meminta Mama Medi memaafkan suaminya.
Baca juga: Korban KDRT Saatnya Bicara
Mereka berharap Nikolas akan berubah setelah ditahan polisi atas perbuatannya. Mama Medi juga dinasehati bahwa pernikahan mereka sudah diberkati di gereja.
Seorang imam Katolik juga berkunjung ke rumah Mama Medi untuk memberi nasehat.
“Kalau suami ditahan, siapa yang kasih makan keluarga?” ujar Mama Medi mengutip ucapan imam tersebut.
Jika suaminya mengulangi perbuatannya, kata Imam Katolik tersebut, maka hukum berjalan.
“Saya merasa dia sudah pikir bersalah. Jadi ini kali saya ampuni,” kata Mama Medi.
Seiring waktu, ternyata Nikolas tidak berubah. Hingga puncaknya pada Minggu, 29 September 2024 malam, dia mengancam membunuh Mama Medi. [*]
Catatan: Redaksi sedang berusaha melakukan konfirmasi dan verifikasi dari narasumber terkait ancaman pembunuhan terhadap Mama Medi oleh suaminya